3. Ha Nata (Bisa Mengatur atau Menata)
Pemimpin harus memiliki kemampuan manajemen yang baik untuk menata masyarakat, sumber daya, dan potensi yang dimiliki. Ini mencakup kemampuan mengorganisasi, membuat perencanaan strategis, dan mengelola berbagai aspek kehidupan masyarakat agar tercipta tatanan yang tertib dan produktif. Ha Nata juga mencerminkan kecerdasan dan kebijaksanaan pemimpin dalam memutuskan apa yang terbaik untuk rakyatnya.
Makna Filosofis Keseluruhan
Prinsip 5 Hang dan 3 Ha merupakan pedoman kepemimpinan yang holistik dan visioner. 5 Hang menekankan aspek tanggung jawab sosial, pengorbanan, dan kehadiran pemimpin sebagai pelindung sekaligus motivator. Sementara itu, 3 Ha memberikan fondasi pada harmoni, persatuan, dan manajemen yang teratur.
Kedelapan nilai ini saling melengkapi, menciptakan gambaran ideal seorang pemimpin yang tidak hanya kuat secara intelektual, tetapi juga penuh integritas, empati, dan kebijaksanaan. Filosofi ini relevan dalam berbagai konteks, baik dalam kepemimpinan tradisional seperti di masa Mangkunegara IV, maupun dalam era modern saat ini, di mana pemimpin dituntut untuk adaptif, humanis, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama.
-Dalam ajaran Serat Wedhatama yang ditulis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV, setiap pemimpin diwajibkan untuk memiliki sifat-sifat yang luhur dan bijaksana dalam menjalani tugasnya. Ajaran-ajaran ini tidak hanya berkaitan dengan kewajiban pribadi seorang pemimpin, tetapi juga bagaimana dia harus menjaga keseimbangan dengan alam, sesama, serta menjauhi sifat-sifat negatif yang bisa merusak dirinya atau orang lain. Berikut adalah pengembangan dari pengertian setiap poin dalam ajaran tersebut:
1. Eling lan Waspada (Menghargai Tuhan dan Alam)
Pemimpin yang baik adalah mereka yang senantiasa mengingat Tuhan, menjaga hubungan dengan alam, serta waspada terhadap segala bentuk potensi bahaya atau ketidakharmonisan dalam kehidupan. Kewaspadaan ini melibatkan kesadaran penuh terhadap tanggung jawab yang ada pada dirinya.
2. Atetambo yen wus bucik (Berhati-hati dalam Bertindak)
Setiap tindakan pemimpin harus didasari oleh pertimbangan yang matang. Jangan sampai bertindak gegabah setelah terjadi kerusakan atau masalah, karena pemimpin seharusnya selalu mengambil langkah-langkah pencegahan agar masalah tidak berkembang.
3. Awya mematu nalutuh (Menjauhi Sifat Buruk)
Pemimpin harus menjaga sikap agar tidak terjerumus pada kesombongan, tindakan hina, atau perilaku yang dapat merusak citra dan kewibawaan kepemimpinan. Sikap ini juga mengingatkan untuk menghindari kebencian atau amarah yang dapat mengganggu keputusan yang adil.
4. Karene anguwus-uwus (Bertanggung Jawab atas Janji)
Jangan membuat janji yang tidak bisa ditepati. Pemimpin harus berbicara dan bertindak dengan penuh pertimbangan dan hanya membuat janji yang bisa ia penuhi, untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat.
5. Gonyak-gonyak ngelingsemi (Jangan Bertindak Malu-malu)
Pemimpin tidak boleh menunjukan sikap yang memalukan atau tidak pantas. Tindakan yang memalukan hanya akan menurunkan martabat dan menghancurkan citra sebagai pemimpin.
6. Nguju karepe priyangga (Berprinsip pada Kebenaran)
Pemimpin harus bertindak sesuai dengan prinsip moral yang benar, bukan bertindak semau hati atau mengikuti hawa nafsu pribadi. Ketegasan dalam mengatur dan mengambil keputusan berdasarkan aturan sangat diperlukan.