Mohon tunggu...
Politik

Indonesia dan OPEC Tegas, Bukan Labil

1 Maret 2018   17:30 Diperbarui: 1 Maret 2018   17:51 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada periode 2015 hingga 2016, Indonesia sempat labil dalam keanggotaan Organization of Petroleum Exporting Countries atau OPEC, organisasi para negara pengekspor minyak. Motif terbesar kelabilan Indonesia salah satunya adalah kegiatan ekonomi. Kebutuhan minyak Indonesia semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, sehingga Indonesia merasa perlu untuk mendapatkan kuota minyak lebih banyak daripada beberapa tahun sebelumnya. Namun beberapa kesepakatan internal OPEC setelah bergabungnya Indonesia, membuat Indonesia berpikir kembali apakah akan meneruskan kerjasamanya atau memutuskan untuk keluar.

Status Indonesia pada 4 Desember 2015 telah ditegaskan bahwa NKRI kembali aktif menjadi anggota OPEC di awal tahun 2016. Hal tersebut didukung oleh data OPEC yang menyatakan usaha Indonesia dalam meningkatkan ekspor minyaknya pada tahun 2014 sejumlah 110 juta barel dan nilai ekspor mencapai US$10,3 miliar. Sehingga melihat angka yang meningkat dengan baik dan memenuhi kriteria OPEC sebagai negara pengekspor minyak, organisasi ini menyarankan Indonesia untuk bergabung kembali dan memperkuat legitimasi OPEC. Bergabungnya Indonesia menandakan bahwa Indonesia siap untuk memasok minyak kepada negara pengimpor dengan kuota tertentu yang sudah tertera pada kriteria organisasi. Bukan saja keuntungan agregat dari minyak yang didapat Indonesia melalui perdagangan minyak di kawasan internasional, Indonesia juga dapat menjamin sektor energi dalam negeri terjaga dan mendapatkan pasokan energi dengan harga terjangkau dari negara OPEC sendiri. Karena jika Indonesia memasok energi dari negara non-OPEC yang notabenenya digunakan untuk kebutuhan pribadi negara mereka sendiri, harga yang didapat melalui transaksi energi cenderung menjadi lebih mahal.  

Sebelum bergabung dengan OPEC, Indonesia hanya menyandang status sebagai negara pengimpor, sama seperti negara pengimpor lainnya. Dorongan faktor ekonomi dalam negeri membuat Indonesia harus terus menerus bergulat dengan para negara pengimpor minyak. Berbagai penandatanganan kerjasama dengan negara pengekspor minyak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. Keaktifan Indonesia dalam mengadakan perjanjian dengan negara pengekspor minyak tersebut brtujuan untuk mendapatkan kuota lebih banyak dibandingkan negera pengimpor minyak lainnya. Kelengahan Indonesia untuk mengadakan perjanjian mampu menjadi faktor berkurangnya jumlah minyak yang dipasok oleh para negara anggota OPEC.

Status tersebut mendorong Indonesia untuk berusaha lebih keras dalam mendapatkan kuota impor. Untuk menangani kuota menggila Indonesia dalam impor minyak, Indonesia juga perlu mengekstrak dari dalam negeri serta mendirikan tambang minyak untuk memenuhi pasokan minyak. Ternyata usaha Indonesia untuk memasok kebutuhan dalam negeri mengalami kelebihan. Sehingga Indonesia mampu mengekspor kelebihan minyak yang diproduksi. Sedangkan nilai ekspor minyak Indonesia yang telah mencapai kriteria OPEC mengundang ketertarikan organisasi tersebut untuk "mengajak" Indonesia kembali bergabung.

Belum lama Indonesia aktif di OPEC yaitu di akhir tahun 2016, Indonesia memilih keluar. Ekspektasi Indonesia yang tinggi bila bergabung dengan OPEC ternyata mendatangkan kerugian di negara sendiri. Penyebabnya adalah kesepakatan OPEC yang dibuat di Wina, Austria pada 30 November 2016 memustuskan untuk memangkas produksi minyak negara OPEC hingga 1,2 juta barel per hari (bph) dibuat untuk mengatasi harga minyak dunia yang anjlok tentu akan mengurangi jumlah minyak Indonesia yang akan diekspor. Secara otomatis pendapatan Indonesia melalui minyak akan menurun. Ditambah lagi karena anjloknya harga minyak membuat Indonesia mengalami penurunan jumlah produksi minyak dari tahun 1996 sejumlah 548,64 juta barel, kemudian puncak turunnya produksi di tahun 2005 sejumlah 387,65 juta barel.

Kerugian Indonesia akibat pemangkasan dan anjloknya harga minyak yang tidak kecil membuat Indonesia kembali berpikir apakah akan melanjutkan memproduksi dan bergabung dengan OPEC atau melepas keanggotaan. Harapan awal Indonesia saat bergabung dengan OPEC adalah mengekspor minyak untuk negara pengimpor dan memasok minyak serta energi dalam negeri dengan memesan dari negara internal OPEC, sehingga akan mendapatkan harga lebih murah. Namun pada kenyataannya jumlah ekspor Indonesia justru mulai turun karena terlalu banyak diekspor dengan harga murah. Sedangkan harga minyak dan energi dari para negara internal OPEC menjadi lebih mahal akibat dari pemangkasan jumlah minyak yang diekspor. Menyikapi hal ini, Indonesia memutuskan keluar dengan beberapa pertimbangan serta persutujuan presiden. Sehingga langkah akhir yang diambil Indonesia adalah merevisi RAPBN tahun 2017 khusus bab minyak.

Meskipun langkah yang diambil Indonesia terlihat ekstrim, pertimbangan dan keputusan Indonesia sudah benar-benar matang dan beralasan kuat untuk menyejahterakan rakyat dan menghindari kerugian yang lebih besar di periode selanjutnya. Prospek Indonesia dalam terus bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri tidak dapat berhenti. Kerja sama masih perlu dijalin meskipun status Indonesia sekarang hanya sebagai negara pengimpor minyak. Sebab kerjasama yang dijalin tidak hanya masalah minyak, namun juga kerjasama terhadap masalah lainnya dapat terjalin dengan baik bila kerja sama untuk minyak mampu berjalan dengan baik.

Daftar Pustaka

Kresna Duta, Diemas. (09 Juni 2015). Indonesia akan Bentuk Komite Bersama Negara Anggota OPEC. https://www.cnnindonesia.com

Kemen ESDM. (04 Desember 2015). Reaktifikasi Keanggotaan Indonesia di OPEC.http://www.migas.esdm.go.id

Aziz, Abdul. (02 Desember 2016). Sudah Sepantasnya Indonesia Keluar dari OPEC. https://tirto.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun