Tes ini sungguh menguras emosi, aku yang harus belajar curi start lebih dulu alias H min 3 bulan dengan 2 org anak. Kebetulan akupun baru melahirkan saat itu, kebayang susahnya mencuri waktu untuk belajar. Belum lagi aku seorang ibu pekerja yang juga harus membagi waktu untuk mengajar di sebuah kampus.Â
Tapi ini sungguh tantangan bagiku. Terkadang ketika aku sedang belajar aku selalu menyelipkan niat momong anak anakku bergantikan keberkahan kemudahan tes. Aku percaya itu dan selalu aku ulang ulang konsistensi niat.Â
Terkadang aku di siang hari belajar menggunakan headseat sambil menggendong bayiku keliling komplek atau seledar memgerjakan soal mini try out di hape, mendengarkan materi zoom saat sedang bimbingan belajar (oia ak juga mengikuti sekaligus 2 bimbel saat itu). Malam harinya ketika anak anak tidur aku belajar smpai jam 2 pagi. Begitu terus konsisten selama 3 bulan dan alhamdlilah aku lolos SKD.
Seperti yang aku ceritakan sebelumnya, walau aku lolos nilai bang batas SKD ternyata selisih pointku lumayan jauh dengan pesaingku. Pun lingkunganku juga banyak menyudutkanku, mengatakan kalau aku tidak mungkin mengejar ketertinggalan nilai, mengatakan bahwa hal itu berat dan nada nada negatif lainya.Â
Begitulah kawan tak selamanya bahagia melihat kita menggapai tujuan kita. Terpenting abaikan dan kuat mental saja. Padahal banyak sekali teman dekatku yang bernada seperti itu. Tapi sekali lagi aku tak peduli dan tetap belajar dengan giat menuju tes kedua SKB (seleksi kompetensi bidang)
*Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H