Mohon tunggu...
Kheyene Molekandella Boer
Kheyene Molekandella Boer Mohon Tunggu... Dosen - Apapun Yang Terjadi Jangan Pernah Menyalahkan Tuhan

seorang Ibu dari anak Bumi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rambut Gondrong Itu Pembangkang? (Warisan Orde Baru)

2 Mei 2019   21:44 Diperbarui: 2 Mei 2019   21:50 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku karya Aria Wiratma Yudhistira

Label Negatif Rambut Gondrong

Gondrong : Pembangkang

Apa yang terlintas dibenak kita tentang pria gondrong, ditambah lagi penampilan yang ala kadarnya, menggunakan baju lusuh dan celanan jeans belel seperti tidak pernah di cuci selama satu bulan. Lantas, apakah lingkungan social meminggirkannya?

Menarik, mendiskusikan fenomena pria-pria gondrong dan saya termasuk aliran yang tak pernah mempermasalahkan tampilan rambut, karena bagi saya isi otak dan attitude tidak ada hubunganya dengan gaya rambut!. Ini hanya masalah selera, saya suka makan menggunakan sendok dan kamu menggunakan tangan. Lantas apakah saya harus mencemooh Anda kampungan karena makan pakai tangan?

Sebenarnya, kita mendefinisikan gondrong menggunakan refrensi yang ada di kepala kita selama ini. Muatan-muatan informasi secara turun-temurun terangkum dengan sangat rapi di pikiran bawah sadar dan akhirnya akan menjadi  sebuah kesimpulan  terhadap sesuatu yang kita lihat saat inim slah satunya adalah rambut gondrong.

Saat kita sudah duduk di bangku sekolah dasar, kita telah terbiasa dengan aturan -- aturan mendisiplinkan rambut yang bagi laki-laki tak boleh melewati batas telinga alias gondrong, hal itu terus menerus kita ikuti hingga sampai taraf universitas.  Banyak kampus yang memajang  tanda di larang berambut gondrong di  beberapa wilayah gedung perkuliahan , melamar pekerjaan dan masih banyak lagi

Soeharto Berantas Rambut Gondrong

Saat Soeharto berkuasa pemerintahan sempat dibuat cemas dengan munculnya trend rambut gondrong dikalangan anak muda. Pemerintah tidak ambil diam dan segera mengeluarkan larangan rambut gondrong bagi siapapun.

Rambut gondrong dinilai bermula dari budaya hippies. Asal mula kaum hippis yang meyakini bahwa mereka sangat menjunjung kebebasan individunya salah satunya berambut gondrong, budaya hippies ini masuk ke Indonesia sejak zaman orde baru sehingga diangap sebagai pemberontakan identitas saat rezim Soeharto berkuasa.

Pemerintah menganggap gondrong sebagai sesuatu "aliran kiri" , kejahatan dan label negatif lainnya. Sehingga pemerintah tidak ambil diam untuk menyiarkan pesan secara menyeluruh di berbagai media sebagai upaya terhadap pemberantasan rambut gondrong. Bahkan saat itu, pemerintah membentuk Badan Kordinasi Pemberantasan Rambut Gondrong (BAKORPERAGON).

Buku karya Aria Wiratma Yudhistira
Buku karya Aria Wiratma Yudhistira

Aria Wiratma Yudhistira, seorang penulis buku 'Dilarang Gondrong!: Praktik Kekuasaan Orde Baru Terhadap Anak Muda Awal 1970an' mengurai fakta dalam buku yang ia tulis bahwa pemerintah orde baru melakukan tindakan diskriminatif terhadap orang yang berambut gondrong. 

Dalam bukunya Aria juga menjelaskan definisi gondrong sudah mengalami konteks perubahan social dimana sekarang gonrong, ber- tato adalah bentuk dari kreativitas seni sudah bukan lagi sesuatu yang dinilai menyimpang.

Gondrong ke Trend Rambut "Cepak"

Orde baru adalah awal dari sejarah gelap para penyuka selera rambut gondrong, Sanksi yang diberikan saat si-rambut gondrong tertangkap pada masa orba adalah memotong rambut si-pemilik secara langsung. Soeharto meyakini bahwa rambut cepak atau pendek jauh lebih elok dan rapi terutama untuk pemuda layaknya generasi bangsa sudah seharusnya tampil rapi. 

Meski orde baru telah usai puluhan tahun lalu, namun warisan label negative  rambut gondrong masih ada hingga sekarang, Sering kita dapati aturan-aturan pemerintahan, hingga pelayanan publik yang menolak melayani si-rambut gondrong. Diskriminasi masih santer terasa diberbagai lini pemerintahan, social dan masih banyak sector yang menggunakan faham tersebut.

Orang tua juga mendidik anak laki-lakinya untuk berambut rapi dan cepak. Namun saya melihat seiring perkembangan zaman ada beberapa dosen bahkan professor yang memilih berambut gondrong. Mereka tampil "nyentrik" dan unik dikalangan mahasiswa dan dosen lainya sehingga mudah diingat. 

Dosen-dosen saya ini seolah memang benar membuktikan salah satunya adalah tidak ada yang perlu dicemaskan dari pria berambut gondrong, karena gondrong tidak ada hubunganya dengan isi otak. Selain itu kini gondrongsecara konteks sosial sudah dianggap sebagai suatu seni dan kreativitas dalam berpenampilan sehingga dirasa sudah tidak perlu dicemaskan lagi.

Lalu, Anda suka model "cepak" atau gondrong? :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun