Mohon tunggu...
Kherjuli ,
Kherjuli , Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ada disini : http//kherjuli.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

[FFA] Putri Bening

19 Oktober 2013   23:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:18 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1382199341178703460

No. (16). Karya : Kherjuli

[caption id="attachment_286238" align="aligncenter" width="300" caption="Ilsutrasi"][/caption]

Pada suatu hari, rombongan Raja yang sedang berlayar menuju ke Bandar besar, kehabisan bekal. Persedian air dan makanan didalam bak dan gudang perahu kian menipis. Diperkiraan tidak mencukupi sampai ketujuan. Sebenarnya, kalau tidak ada badai dan gelombang besar, rombongan Raja sudah sampai seminggu yang lalu. Persediaan bekal mencukupi dan bahkan berlebihan. Namun karena angin dan air laut kurang bersahabat, perahu terpaksa diarahkan menyusuri pantai secara pelan-pelan.

Raja memerintahkan Nakhoda berlabuh ke pulau terdekat untuk mendapatkan air dan makanan. Dari pengamatan Nakhoda, tidak ada tanda-tanda kehidupan dibeberapa pulau terdekat. Raja memanggil Ahlil Nujum menghadap untuk melihat tanda-tanda kehidupan disekitar pulau-pulau yang dekat.

“Ampun Tuanku. Dari ramalan Hamba, ada tanda-tanda kehidupan di pulau itu”, sambil menunjuk kearah pulau yang terletak disamping kiri Perahu Kerajaan.

“Pulau yang mana satu ya Ahlil Nujum ?” tanya Raja

“Pulau yang diseberang sana Tuanku”,  jawab Ahlil Nujum lagi

“Pulau yang berbentuk Tempayan itu ?”, tanya Raja penasaran

“Benar Tuanku”, jawan Ahli Nujum

“Ada apa gerangan di Pulau Tempayan itu ?”, tanya Ahlil Nujum lagi

“ Ada air terjun dan Putri cantik jelita, Tuanku. Hanya saja,..”, kata Ahlil Nujum menghentikan penjelasannya.

“Katakan ya Ahli Nujum, ada apa gerangan ?”

“Dari ramalan Hamba, hanya Tuanku saja yang boleh kesana. Andaikan ditemani yang lain, termasuk Hamba sendiri, sumber air dan Putri cantik jelita itu tidak dapat ditemukan”, jawab Ahlil Nujum.

“Mengapa demikian wahai Ahlil Nujum ?”, tanya Raja penasaran

“Karena Putri cantik jelita itu bukan Putri sembarangan. Ia berasal dari Kayangan”, jawab Ahli Nujum sambil menundukkan kepalanya.

“Baiklah kalau begitu. Mari kita menuju kesana”, kata Raja dan langsung memerintahkan Nakhoda berlabuh ke Pulau Tempayan.

Perahu Kerajaan telah berubah arah. Cuaca sangat mendukung. Barisan ikan Lumba-Lumba melaju kearah depan Perahu. Seakan-akan mengawal rombongan Raja menuju ke pulau Tempayan. Sekaligus sebagai pemandu Nakhoda untuk tidak salah tujuan dalam pelayaran malam yang sunyi mencekam.

Raja tidak bisa memejamkan matanya. Ia penasaran terhadap sosok Putri cantik yang dimaksudkan Ahlil Nujum. Waktupun terus berlalu hingga fajar. Perahu Kerajaan akhirnya berlabuh ke pulau Tempayan.

Raja memerintahkan para pengawal untuk tetap berada diatas perahu. Ia tidak membenarkan seorangpun mengawal dirinya. Ia akan pergi seorang diri menembus hutan belantara. Dengan keyakinan, Raja berusaha menjelajah pulau yang belum pernah disentuh manusia itu.

Raja pun kemudian jalan menembus hutan belantara. Waktu terus berjalan namun Raja belum juga menemukan air terjun dan Putri cantik jelita yang dimaksudkan Ahlil Nujum negeri tadi. Raja mulai bingung, kearah mana lagi kakinya harus melangkah. Ia baru ingat, sejak tadi malam sampai menjelang fajar, Ia lupa menanyakan arah dimana air terjun itu berada. Mau balik kebelakang, sudah tanggung. Raja pun mengeluarkan petuah, “Cis, alang-alang teluk pekasam, biar sampai kepangkal lengan. Bujur lalu melintang patah !”. Lalu Raja melangkah mengikuti arah hati.

Matahari sudah menampakkan wajahnya, namun air terjun dan Putri cantik yang dicari belum juga terlihat. Jangankan wujudnya, suara desiran air dan aura cantik sang Putri pun belum terdengar dan terasa.

Raja sudah mulai letih. Sudah tidak terhitung banyaknya lereng dan bukit yang dilaluinya. Hutan belukar ditembusnya. Namun yang dicari belum juga ditemukan. Raja memutuskan untuk istirahat sejenak sambil minum air dan menikmati bekal makanan yang telah disiapkan juru masak kerajaan.

Raja berteduh dibawah salah satu pohon besar dan rindang. Dari baunya, pohon itu adalah pohon Gaharu yang usianya diperkirakan ratusan tahun. Raja meletakkan kerisnya diatas tanah tak jauh dari akar pohon Gaharu.

Tiba-tiba, keris tersebut menggelinding kebawah. Raja mengambilnya dan meletakkannya kembali ketempat tadi. Lagi-lagi, keris itupun menggelinding. Raja mengambilnya kembali dan melepaskan keris dari sarungnya. Kemudian Raja menancapkan keris pusaka itu ke akar pohon Gaharu. Tiba-tiba, terdengar suara minta tolong.

“Tolong... Tolong !”, kata suara itu

“Siapa kau duhai suara ?” tanya Raja

“Aku adalah penunggu pohon Gaharu ini”, kata suara itu lagi

“Baiklah, aku akan menarik keris ini. Tapi dengan satu syarat”,  kata Raja dengan nada sedikit mengancam.

“Sampaikanlah, Aku akan mengabulkannya. Asal jangan engkau tebang aku saja. Aku dan pohon-pohon besar yang ada di hutan belantara ini berfungsi menghasilkan oksigen dan udara segar serta menyerap air hujan dalam jumlah yang besar. Itu semua untuk kepentingan masyarakat”, kata suara itu yang merintih kesakitan.

“Baik kalau begitu. Tunjukkan dimana air terjun dan Putri cantik kayangan berada ?’, tanya raja dengan suara dan sikap yang tegas.

“Berjalanlah kearah barat. Mendaki gunung dan harus sampai ke puncaknya sebelum matahari terbenam. Kau akan sampai ke hulu air terjun. Kemudian ikuti arah jatuhnya air. Disana ada batu yang berbentuk seperti Tempayan. Jika kau bisa membuka tutup Tempayan itu, maka kau akan bertemu dengan Putri cantik yang berasal dari khayangan”, kata suara itu menjelaskan.

Tanpa menunggu lama, Raja langsung mencabut keris pusaka dan berlari kearah barat. Mendaki gunung dan sampailah ke puncak. Raja sangat terkejut. Ada air terjun yang sangat besar. Raja melompat dan terjun kebawah mengikuti arah air. Tubuhnya basah. Tanjak (topi kerajaan), bekal minum dan makanan serta raib entah kemana.

Tak lama kemudian, Raja baru sadar, keris pusakamiliknya pun hilang. Dia berusaha untuk mendapatkannya kembali. Hampir tiap sisi dan ruang dipandangnya. Ternyata, keris pusaka itu menancap diatas batu. Ia segera mendekat untuk mengambilnya.

Raja sangat terkejut, batu yang tertancap keris pusaka itu ternyata berbentuk tempayan. Ia segera mengambilnya. Namun belum sepat keris itu tersentuh tangannya, Raja didorong kekuatan air berwarna hitam dan berbau busuk hingga Raja terpental jatuh kedalam genangan air.

“Siapa kau wahai air hitam dan busuk ?”, tanya Raja

“Aku adalah Jembalang Air”, kata suara itu.

Tak lama kemudian, Jembalang Air itu menjelma seperti wujud pohon kelapa sawit raksasa. Ada kepala, mata, tangan dan kaki. Bentuknya besar, tinggi dan mengerikan sekali. Jembalang air itu kemudian menyerang dan memukul Raja. Perkelahian pun terjadi. Raja dengan tangan kosong tak mampu melawan Jembalang air. Dari bau busuknya saja sudah membuat Raja jatuh pingsan. Belum lagi pukulan-pukulan kerasnya. Namun Raja tak mau menyerah. Ia berusaha sekuat tenaga untuk terus melawan dan bertahan. Raja semakin tak berdaya.

Tiba-tiba, terdengar suara perempuan.

“Cepat berlindung disebalik pohon Nila yang berada dibelakang mu. Cabut pohonnya, diremas-remas daunnya dan lemparkan ketubuh raksasa itu”.

“Diam kau Putri Embun ! Jangan ikut campur urusan ku !”, kata Jembalang air dan langsung menghisap butiran-butiran air disela-sela pohon kecil. Pohon-pohon itupun kering seperti habis terbakar.

Melihat Jembalang air lengah, Raja langsung melemparkan Nila ketubuh Jembalang air dan mengena tepat kearah matanya. Jembalang Air berteriak, “Awas kalian. Aku akan perintahkan keturunan ku untuk mengganggu keturunan kalian. Supaya hidup kalian menjadi sulit”. Tak lama kemudian, tubuh Jembalang air itupun hancur seperti tersiram air keras. Raib tanpa bekas.

Raja hampir kehilangan semua kekuatan yang ada didalam dirinya. Tubuhnya penuh luka. Tenaganya hilang dalam perkelahian tadi. Ia tak mampu berdiri tegak dan melangkah. Sambil merangkak tertatih-tatih, Raja menuju kearah kerisnya yang tertancap. Akhirnya Raja dapat mencabut keris pusaka itu lalu pingsan tak sadarkan diri.

Tak lama kemudian, Raja pun sadar. Pertama kali yang ditatapnya adalah wajah Putri cantik jelita. Kemudian Ia memandang kesekujur tubuhnya. Tak ada lagi luka maupun bekas luka. Pakaian yang dikenakannyapun utuh, bersih dan harum semerbak mewangi. Seperti tengah berada didalam Istana.

“Dimanakah aku sekarang berada ?” tanya Raja kepada Putri cantik itu.

“Baginda Raja sedang berada di Istana Air”, jawab Putri.

“Siapakah gerangan Tuan Putri ?” tanya Raja kembali.

“Hamba adalah Putri tempayan dan kita berada di istana air”,  jawab Putri.

Semalam di Istana Air, Raja dan Putri Tempayan akhirnya memutuskan untuk hidup bersama dan sepakat akan menjalani kehidupan sebagai Raja dan Permaisuri di Istana Raja negeri bertuah. Setelah setahun hidup bersama, mereka diberi cahaya mata yang cantik jelita, yang diberi nama Putri Bening.

****

Waktu terus berlalu. Sekarang Putri Bening sudah berusia sebelas tahun. Selain cantik jelita seperti Ibunda, Putri Bening dikenal sebagai anak yang pintar dan pemurah. Ia sangat peduli terhadap lingkungan, alam dan sering menolong orang-orang miskin. Kepeduliannya terhadap air sebagai sumber kehidupan, tidak diragukan lagi.

Disuatu petang, Raja mengajak Putri Bening bermain-main di taman yang terletak didalam komplek Istana. Setelah selesai bermain, Raja mengajak Putri Bening masuk kedalam ruang musyawarah (rapat). Didalam ruangan itu telah menunggu Perdana Menteri, para Sultan dari sembilan daerah dibawah kekuasaan negeri Bertuah, Datuk Penasehat Raja, dan Datuk Kerani yang bertugas sebagai sekretaris kerajaan.

Rapat kali ini tidak dihadiri Ahlil Nujum karena beliau telah meninggal dunia setahun yang lalu. Rapat bertujuan untuk membahas kondisi sembilan daerah. Rapat pun dimulai. Raja mempersilakan para Sultan menyampaikan laporan terkini secara bergantian. Satu persatu Sultan menyampaikan perkembangan dan kondisi di daerahnya masing-masing. Datuk Kerani mencatat semua laporan yang telah disampaikan kesembilan Sultan itu. Kesimpulannya, semua daerah melaporkan tidak ada masalah. Rakyat sejahtera dan mereka hidup sentosa.

Seketika, Putri Bening mengacungkan tangannya dan berkata, “Izinkan Hamba menyampaikan sesuatu yang Mulia”.

Raja mempersilakan Putrinya melanjutkan kata-kata.

“Baginda Raja, sebaiknya kesembilan Sultan ini diberhentikan. Dimasukan kedalam penjara dan digantikan dengan wakil-wakilnya saja”, tambah Putri Bening dengan nada tegas.

Spontan membuat para Sultan dan pejabat negeri terkejut luar biasa. Mereka tidak menyangka sebelumnya. Raja memperhatikan satu persatu wajah-wajah para Sultan. Seketika wajah para Sultan pun berubah. Ada yang pucat pasih, merah padam dan ada pula yang bibirnya bergetar, menggigil ketakutan.

“Katakan anak ku, ada apa gerangan dengan mereka ?” tanya Raja.

“Baginda Raja, sesungguhnya mereka semua telah berdusta kepada rakyat. Mereka telah berbohong. Menyampaikan laporan palsu”, tambah Putri Bening.

“Jangan menuduh mereka dengan ketidaktahuan mu Ananda”, kata Raja.

“Tidak Ayahnda. Andanda berkata benar. Mereka telah dirasuk Jembalang air. Itu karena  mereka tidak pandai bersyukur, serakah dan mementingkan diri sendiri, dibanding kepentingan rakyat”,  ungkap Putri Bening.

“Baiklah, katakan yang sebenarnya”, kata Raja mempersilakan Putri satu-satunya itu melanjutkan pembicaraan.

“Maaf Ayahnda, izinkan hamba keluar sejenak untuk mengambil catatan hasil kunjungan Hamba secara diam-diam ke sembilan daerah beberapa waktu yang lalu. Hamba menyamar menjadi pengemis kecil. Maafkan hamba”,  kata Putri Bening kepada ayahnya.

Nyaris membuat semua yang hadir didalam rapat penting itu diam tak berkutik. Terutama para Sultan yang dituduh berbuat dusta kepada rakyat dan Raja. Selang beberapa menit, Putri Bening kembali kedalam ruangan sambil menyerahkan selembar catatan yang Ia tulis tangan. Raja lalu menyerahkan catatan tersebut kepada Perdana Menteri untuk dibaca. Raja kemudian meminta Putri Bening meninggalkan ruangan rapat.

Perdana Menteri membacakan catatan Putri Bening secara perlahan. Suaranya lantang dan sesekali menatap kearah Sultan.

“Baginda Raja... Izinkan Hamba berkata jujur demi rakyat. Sesungguhnya, para Sultan telah berkhianat. Mereka bersubahat dengan Jembalang air. Hamba menyaksikan sendiri dengan mata kepala. Ada daerah yang dilanda kekeringan hingga menyebabkan gagal panen dan kesulitan pangan. Diantara rakyat mereka bahkan ada yang mati kelaparan. Kemudian ada pula daerah yang dilanda banjir yang meluluh lantakkan harta benda dan hilangnya nyawa yang sangat berharga. Ada lagi daerah yang dilanda tanah longsor akibat pembakaran hutan. Ada pula daerah yang kesulitan air bersih. Rakyat harus berjalan kaki hingga sepanjang ribuan kaki untuk mendapatkan air bersih. Ada daerah yang Sanitasinya buruk sekali. Rakyatnya buang air besar sembarangan. Tidak punya jamban dan jarang mencuci tangan dengan menggunakan sabun. Ada daerah yang rakyatnya berkelahi karena berebut mengambil air dari telaga biru. Akibatnya, air telaga menyusut dan kering kerontang. Para Sultan berperilaku tidak bijak terhadap air, lingkungan dan alam sekitarnya. Akibatnya banyak bayi dan ibu-ibu hamil mati akibat terserang berbagai penyakit. Nyawa mereka tidak tertolong. Sekian. Hamba mohon maaf yang sebesar-besarnya. Ananda. Putri Bening”.

Baru saja Perdana Menteri selesai membacakan catatan penting, tiba-tiba datang seorang pengawal menghadap Raja dan mengabarkan bahwa di luar Istana telah berkumpul rakyat dari berbagai daerah. Mereka menuntut agar Raja memberhentikan dan menghukum kesembilan Sultan tersebut.

Raja kemudian meminta Perdana Menteri mengambil sumpah sembilan Sultan tersebut. Akhirnya, semua mengakui perbuatannya.

Raja berdiri dan berkata, “kesalahan terberat yang sudah kalian lakukan untuk rakyat adalah berbohong dan berdusta kepada rakyat. Kesalahan berikutnya, kalian serakah, tidak peduli terhadap air, lingkungan dan alam. Atas perbuatan kalian, banyak nyawa tidak tertolong dan mati begitu saja. Maka mulai saat ini, kalian semuanya aku berhentikan dan kalian dihukum penjara sampai kondisi didaerah kalian kembali pulih kembali seperti sediakala”.

Serentak semuanya menjawab, “Daulat Tuanku”.

“Kemudain sebagai bentuk tanggung jawab ku, saat ini juga aku menyatakan mengundurkan diri menjadi Raja Bertuah. Sebagai penggantinya, aku menobatkan Putri Bening, anak kandung ku satu-satunya itu menjadi Raja (Ratu) Bertuah”, kata Raja yang disambut daulat tuanku oleh semua yang hadir dan menyaksikan peristiwa bersejarah itu.

Sejak hari itu, Putri Bening resmi menjadi Ratu Bertuah. Ratu kecil diantara raja-raja yang ada diseluruh hanta branta ini.

*****

Seratus hari berlalu, kondisi disembilan desa sudah mulai pulih. Tidak ada lagi korban nyawa berjatuhan. Negeri Bertuah kembali hijau, sejuk dan ramah lingkungan. Rakyatnya juga sudah dapat menikmati hasil kekayaan alam dengan baik, aman, damai dan sejahtera.

*****

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (sertakan link akun Fiksiana Commnuity sebagai berikut ini : http://www.kompasiana.com/androgini

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community:http://www.facebook.com/groups/175201439229892/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun