Mohon tunggu...
Khefti Al Mawalia
Khefti Al Mawalia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogayakarta, Prodi Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Degradasi Toleransi Antar Ummat Beragama di Indonesia

23 Desember 2013   12:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:35 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13877762431554038568

Indonesia adalah negara yang plural, hampir di setiap masyarakat kita dapati perbedaan adat istiadat dan kebudayaan, adalah agama atau kepercayaan yang menjadi salah satu dasar bagi kontinyuitas dua yang disebut di atas dapat bertahan relatif tidak berubah, hal ini karena agama atau kepercayaan dapat mengintervensi masyarakat (pengikutnya) menciptakan pola tindakan dalam kehidupan sehari-harinya sehingga sulit untuk membedakan mana kebudayaan masyarakat yang timbul akibat interaksi sosial, dan mana kebudayaan yang memang seharusnya ada karena sudah ditentukan oleh agamanya, perbedaan kebudayaan juga dipengaruhi oleh perbedaan orang-orang atau komunitas dalam menafsirkan kehidupan dan agama kaitannya dengan kebutuhannya sebagai mahluk individu dan kelompok.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perbedaan-perbedaan seperti itu sudah menjadi kekayaan bangsa indonesia. Hidup berdampingan dan saling menghormati sudah menjadi cirri khas masyarakat kita, karena atas dasar itulah Indonesia ada, namun akahir-akhir ini kehidupan yang damai dan saling menghormati sudah terusik, inipun tidak lepas dari terlalu antisipatifnya agama yang mengklaim dirinya sebagai social control yang tidak menginginkan semakin jauh ummatnya mengikuti arus modernisasi.

Masyarakat dan agama yang eksklusif serta mengasumsikan hanya agamanyalah merupakan jawaban dari modernisasi, merupakan faktor utama dalam degradasi toleransi antar ummat beragama. Pada tahun tujuh puluhan para pengikut agama sangat sedikit, namun sikap saling menghormati tidak sulit untuk diciptakan dibanding sekarang ini yang secara kuantitas pengikut agama sangatlah banyak, dari itulah kemudian pengklaiman wilayah kekuasaan terjadi, masyarakat di berikan dua pilihan apakah agama Islam atau non-Islam, agama Kristen atau non-Kristen, agama Hindu atau non-Hindu dan agama-agama lain yang diakui keberadaanya di Indonesia, disinilah masyarakat dan agama dalam arti eksklusif.

Pengasumsian agamanya yang fundamentalis serta merupakan jawaban dari modernisasi juga merupakan potensi bagi terjadinya degradasi toleransi antar ummat beragama, kita sebagai pengikut suatu agama kurang pintar melihat adanya kebenaran agama lain justru menganggap kebenaran yang ada pada agama lain merupakan bagian dari kebenaran agama yang kita anut, dari asumsi-asumsi semacam itulah fanatisme dan kecemburuan agama akan muncul, para pengikut agama tidak menginginkan agamanya dianggap lemah dan hanya cerita dongeng semata untuk itu para pengikut agama berlomba-lomba berdakwah (mensosialisasikan) agamanya agar dapat diterima oleh masyarakat secara totaliter karena di zaman seperti sekarang ini dimana paternalisme serta meng-iakan suatu ajaran hampir relatife tidak ada, agama atau suatu kepercayaan akan dapat bertahan dan diterima oleh masyarakat apabila agama tersebut dapat menunjukkan eksistensinya dan dapat dirasionalisasikan.

Ada beberapa hal yang mungkin dapat membantu mengikis kecemburuan-kecemburuan agama yang berujung pada konflik di masyarakat, misalnya diadakannya dakwah lintas kultural, kalau para pemuka agama selama ini hanya berdakwah di dalam agamanya sendiri, tetapi sekarang bagaimana pemberian informasi juga dimungkinkan untuk disampaikan pada ummat pemeluk agama lain, hal ini dirharapkan adanya dialog yang intensif yang membuka ruang terbuka bagi toleransi antar agama.

Kedua, para pemuka agama yang kalu boleh saya sebut sebagai agent of change, dalam memberikan pemahaman agama pada ummatnya haruslah jauh dari intervensi subjektif dirinya sendiri, karena selama ini banyak para pemuka agama dalam menjustifikasi sebuah masalah selalu mengatasnamakan dari agamanya untuk mendapatkan pembenaran padahal itupun masih perlu penafsiran ulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun