Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta, bahasa kasta Brahmana. Pancasila berarti "lima" dan "perpaduan batu, landasan, asas, dan perbuatan", menurut Muhammad Yamin. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila sudah ada pada masa pra-aksara sebelum abad ke-3 Masehi. Telah dibuktikan bahwa nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan telah berkembang dari sisa-sisa peradaban sebelumnya. Peradaban praaksara dapat ditunjukkan pada lukisan-lukisan di dinding gua Wawena di Papua, Leang-leang di Sulawesi Selatan, bahkan Kalimantan. Kerajaan-kerajaan kepulauan Indonesia abad ke-7 menyaksikan bangkitnya kerajaan-kerajaan besar seperti Dinasti Sanjaya dan Kerajaan Sriwijaya. Kemudian kedua kerajaan tersebut membangun candi Budha terbesar di dunia, Borobudur, dan candi Hindu bernama Prambanan. Kuil ini dipenuhi dengan simbol keadilan sosial, demokrasi, solidaritas, kasih sayang, dan keilahian yang kuat. Ternate, Demak, dan Samudera Pasai termasuk di antara kerajaan Islam berikutnya. Keadilan sosial dan prinsip-prinsip agama dihormati sepanjang masa kerajaan-kerajaan nusantara yang kaya raya. Tiga nilai tambahan Pancasila---kemanusiaan, persatuan, dan demokrasi---juga tumbuh subur. Negara-negara asing mulai dari India, Tiongkok, Arab, dan Eropa tiba di Indonesia pada masa penjajahan. Pada awalnya negara-negara Eropa hanya datang untuk berdagang, namun mereka segera mulai menduduki nusantara. Bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda semuanya berpartisipasi dalam koloni yang berusia 350 tahun ini.Â
Berbagai perlawanan dipicu hal tersebut, antara lain yang dipimpin oleh Cut Nyak Dhien pada Perang Aceh (1873-1904), Sultan Iskandar Muda di Sumatera, dan Imam Bonjol dalam Perang Paderi (1803-1837). Namun, konflik laut berskala besar terjadi di Laut Sulawesi oleh Sultan Hasanuddin, di Selat Malaka oleh Hang Tuah, dan di perairan Maluku dan Papua oleh Sultan Babullah. Para pahlawan ini, yang memiliki cita-cita ketuhanan yang tinggi, membela manusia Perjuangan melawan kolonialisme dilakukan melalui gerakan politik dan bukan melalui pertempuran pada awal abad ke-20, yang merupakan periode kebangkitan nasional. Diantaranya adalah Gerakan Budi Utomo yang didirikan Wahidin Sudirohusodo pada tanggal 20 Mei 1908. Gerakan-gerakan lain kemudian bermunculan, antara lain Muhammadiyah yang dipimpin oleh K.H. Ahmad Dahlan, Nahdlatul Ulama yang dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari, dan Sarekat Islam yang dipimpin oleh Cokroaminoto. Gerakan ini mencapai puncaknya pada tanggal 28 Oktober 1928, ketika para pemuda mengucapkan Sumpah Pemuda, berjanji untuk "menumpahkan darah, berbangsa, dan berbicara satu bahasa, yaitu Indonesia". Nama Indonesia memperoleh popularitas dan penggunaan setelah itu.Â
Sebelum akhirnya diasingkan, Soekarno juga mendirikan Partai Nasional Indonesia. Pada tahun 1942, Jepang mengambil alih kekuasaan penjajah dari Belanda. Untuk mencapai kemerdekaan pada masa penjajahan Jepang, bangsa Indonesia harus jauh lebih tangguh. Memperjuangkan kemerdekaan berarti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan. Ketika hasil panen mereka dirampas secara paksa pada masa penjajahan Jepang, masyarakat Indonesia sangat menderita. Tentara Jepang menyiksa pemuda yang dipaksa bekerja sebagai romusha dengan menculik gadis-gadis dan menggunakan mereka sebagai wanita penghibur, atau jugun ianfu. Maka dalam pemberontakan melawan Jepang, Supriyadi memimpin Pasukan Pertahanan Dalam Negeri (PETA). Para pemimpin nasional semakin bertekad untuk secepatnya menjamin kemerdekaan Indonesia agar usahanya tidak sia-sia. Ketika kekuatan kolonial Jepang mulai menurun, mereka mulai membuka diri peluang bagi Indonesia untuk menjadi bangsa yang mandiri. Selama Perang Dunia II, Jepang terlibat pertempuran dengan Sekutu. dimana tentara Amerika Serikat digabungkan dengan pasukan dari Inggris, Belanda, dan negara lain untuk membentuk kekuatan sekutu.Â
Pada akhir tahun 1944, Jepang berada di bawah tekanan untuk terus memberikan dukungan dan berupaya memenangkan hati rakyat Indonesia. Badan Penyelidikan Upaya Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) didirikan di Jepang. Tanggung jawab lembaga ini adalah merencanakan atau mempersiapkan segala sesuatunya untuk Indonesia merdeka. Pada tanggal 29 April 1945, Badan Penyelidik Upaya Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPK) didirikan di bawah arahan Dr. Radjiman Wedyodiningrat, seorang dokter yang pernah mengenyam pendidikan di Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Belanda. Pendirian ini Ke-69 anggota organisasi ini mewakili berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia, termasuk keturunan Jepang dan asing.
Pada tanggal 28 Mei 1945, BPUPK diresmikan di Gedung Ch Sangi-In, yang sekarang disebut Gedung Pancasila, yang berada di lingkungan Kementerian Luar Negeri Jakarta. Tanggal sidang perdana BPUPK adalah 29 Mei -- 1 Juni 1945. "Prinsip negara apa yang akan digunakan jika Indonesia merdeka?" Demikian pertanyaan yang dilontarkan Dr. Radjiman Wedyodiningrat kepada para hadirin di awal acara. Sesi ini dihadiri oleh para tokoh agama termasuk K.H. Wahid Hasyim dari Nahdlatul Ulama dan Ki Bagus Hadikusumo, membahas sejumlah topik penting.Â
Dalam keterangannya di hari terakhir sidang, Ir Soekarno mengajukan lima konsep yang akan menjadi landasan negara. Yang pertama adalah kewarganegaraan: orang Indonesia. Yang kedua adalah internasionalisme atau humanisme. Ketiga, konsensus atau demokrasi. Tempat keempat ditempati oleh kesejahteraan sosial. Lima dewa kuno. Soekarno pun mengusulkan nama Pancasila sebagai dasar negara. Lima pilar yang mendasari berdirinya negara Indonesia disebut sila, yang berarti "asas" atau "landasan". Seluruh peserta sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945 menyepakati nama Pancasila. Alhasil, hari itu kemudian ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H