"Allahu Akbar" takbir berkumandang songsong kemenangan. Tidak ada kalimat terbaik kecuali kalimat Agung ini. Hempaskan semua jelmaan syaitan dari jin dan manusia. Saatnya, kembali kepada fitrah suci. Bukan kembali bermaksiat.
Hari Raya, telah dilaksanakan bersama tadi pagi. Ada yang hanya sekedar di rumah, atau pun berjamaah di beberapa area dengan tetap mengikuti protokoler kesehatan. Tidak mengabaikan, karena masa seperti ini banyak sekali fitnah yang datang dari berbagai arah. Waspada.
Setelah selesai shalat, semua sibuk untuk bersalam-salaman. Ulurkan tangan dan luluhkan ego, karena berjabat tangan akan menghilangkan rasa dengki di hati. Tumbuhkan empati dengan beri kata maaf, lalu memberi kesempatan memperbaiki diri.
Ketahuilah bahwa setiap orang pernah melakukan kesalahan, juga memiliki hak untuk memperbaikinya. Karena kita tidak tahu, betapa sulitnya memperbaiki diri dari kesalahan. Ibarat, satu gelas air jernih diteteskan satu tetes tinta. Maka semuanya akan berubah menjadi hitam.
Begitulah kehidupan sosial. Berapa banyak kebaikan seseorang yang tidak akan pernah dianggap kebaikan karena satu buah kesalahan. Solusinya, hanya dengan terus menerus menuangkan kejernihan yaitu perbuatan baik. Dan itu berproses untuk menghilangkan noda dalam air jernih.
"Tok, tok, tok. Assalamualaikum." Ketuklah rumah kerabat, tetangga, dan sahabatmu dengan segera. Jika saat ini belum dapat dilakukan, bisa dengan menggunakan jalur "Tol langit" atau online. Karena merekalah yang paling banyak berinteraksi dengan dirimu. Siapa tahu ada kata-kata atau perbuatan yang tidak diperkenankan di hatinya.
Bukan hanya itu, di Hari Raya Idul Fitri juga sebagai ajang berdamai terhadap diri sendiri, bukan hanya kepada orang lain. Faktanya, banyak orang yang belum bisa berdamai dengan diri sendiri, padahal dia mampu mendamaikan hatinya dengan orang lain.
Maksudnya adalah terkadang kita belum bisa menerima kenyataan menyambut Hari Raya. Bukan karena tidak bahagia dengan kedatanganannya. Tetapi, kiranya banyak pencapaian yang belum terlaksana atau bahkan Tuhan belum mengabulkan doa-doamu.
Lantas, kita masih belum menerima hal tersebut. Dalam  artian, diri dan hati kita belum berdamai dengan semua kenyataan ini. Contoh, "Tahun ini, Hilal telah  tampak. Tetapi, target menikah harus mundur lagi."
Cobalah untuk menerima semua yang terjadi terhadap dirimu. Mungkin dalam hati sesekali kesal, atau mungkin sulit menerima fakta itu. Bahkan, bisa jadi ingin sekali berteriak lantang untuk meluapkan kekesalan dengan kalimat, "Tuhan, kenapa ini terjadi padaku?"