Mohon tunggu...
Khasbi Abdul Malik
Khasbi Abdul Malik Mohon Tunggu... Guru - Gabut Kata.

Panikmat Karya dalam Ribuan Tumpukan Kertas.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menjaga Kebhinnekaan Bangsa Indonesia

7 Mei 2017   10:27 Diperbarui: 7 Mei 2017   16:34 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia dikenal dengan kemajmukan; suku, agama, dan ras (SARA). Kemajmukan ini sering kali sering menimbulkan berbagai konflik dibeberapa daerah ataupun kota. Namun, kita harus mengakui bahwa kemajmukan adalah sunatullah. Maka, setiap manusia hidup berdampingan saling menghargai antara satu suku dengan suku lain, satu agama dengan agama lain, dan satu ras dengan ras lain.  

Faktannya, dewasa ini Negara Indonesia sedang sakit akibat sara. Sebenarnya ditimbulkan bukan karena sara, tetapi sebagai gejolak keagamaan masyarakat beragama. “Ini bangsa yang sangat religious, secara ratusan lalu dikenal sebagai komunitas masyarakat yang tidak bisa mimisahkan nilai-nilai keagamaan dari kehidupan kesehariaannya. Sehingga lalu kemudian agama dengan berbagai faham yang muncul, itu juga ikut mempengaruhi dan juga mewarnai dinamika ini.” Ujar Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama Republik Indonesia, Mata Najwa (2/11) 

Sehingga, membangun kebhinnekaan bangsa ditengah- tengah kemajmukan harus dengan berbagai upaya keras yang dilakukan semua konponen masyakarat. Rasa khawatir pun ada dalam menjaga kebhinnekaan bangsa ini. Seperti yang dikatakan Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhamadiyyah, “Kalau Tidak khawatir, berarti tidak ikhtiyar. Supaya Ada ikhtiyar, harus ada khawatir,” ujarnya, Mata Najwa (2/11)

Menyikapi demokrasi 4 November,  Ir. Jokowi mengatakan bahwa ini sebagai hak biokratis setiap warga, tetapi bukan untuk memaksakan kehendak. Apalagi sampai berbuat anarkis, merusak fasilitas negara. Maka, hal demikian diperbolehkan dilakukan untuk menyampai pendapat atas tragedi penistaan Al-Qur’an, al-Maidah: 51 oleh Ahok, calon Gubernur DKI Jakarta. 

Kendatinya demikian, tuntutan yang dilakukan oleh umat Islam adalah suatu kewajaran dalam menjalankan proses hukum. Karena, munurut Jenderal Tito Karnavian, proses hukum yang dilakukan oleh kepala lembaga eksekutif, itu suatu kewajaran. “Tapi kalau agar persiden melakukan memenjarakan saudara Basuki Cahaya Purnama itu jelas keluar dari domein sebagai pimpinan eksekutif”, ujarnya, Mata Najwa (2/11).

Dalam hal ini, ada beberapa pihak menganggap bahwa ada ketidak adilan yang dilakukan oleh lembaga hukum. Banyak dari pelanggaran hukum dilakukan oleh pihak-pihak pemerintahan terkait beberapa kasus korupsi, mereka langsung dipenjarakan. Tetapi, menyikapi tragedi yang terjadi oleh Ahok. Proses hukum sangat diperlambat dan begitu ribet. Bahkan dari tragedi ini, semua kalangan lembaga ikut andil dalam memberikan solusi seperti: Prabowo, Susilo Bambang Yudhoyono, dan para pemuka agama-agama. 

Tetapi, guna menjaga kebhinnekaan bangsa ini. Kita harus memiliki sikap percaya diri bahwa permasalahan ini akan segera terselesaikan. Tidak terinterfensi oleh pihak manapun, bahkan ikut menekan lembaga hukum untuk memenjarakan Ahok atau tidak memenjarakannya. Biarkan lembaga hukum bekerja dengan baik sesuai aturan negara. Sehingga proses hukum yang dilakukan sesuai dengan gugatan umat Islam terkait penistaan al-Qur’an. Dan lembaga hukum pun tidak berpihak kepada siapa pun, meskipun banyak tekanan dari berbagai kalangan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun