Mohon tunggu...
Khasan Ashari
Khasan Ashari Mohon Tunggu... Diplomat - Liverpool FC | ASN | Penulis

Penulis buku "Pernah Singgah: Inspirasi dari Perjalanan Keliling Eropa" (Elex Media Komputindo, 2019)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Presiden yang Rendah Hati, Privasi yang Dihormati

8 November 2019   09:12 Diperbarui: 8 November 2019   09:17 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi malam saya melihat postingan di media sosial, foto suasana di U-Bahn - kereta dalam kota di Wina, Austria - semacam MRT di Jakarta. Sekilas foto tersebut tampak biasa saja. Penumpang kereta cukup banyak, tapi tidak sampai berdesak-desakan. Tempat duduk lumayan penuh, namun masih tersedia space untuk berdiri.

Yang membuat foto ini istimewa adalah sosok lelaki tua dengan coat warna hitam dan celana abu-abu. Dia terlihat berdiri dengan nyaman sambil membaca map bersampul kuning. Lelaki itu adalah Alexander Van der Bellen, presiden Austria.

Keberadaan Pak Presiden di kereta tentu saja menarik dikomentari. Pertama, dia terlihat tidak canggung naik commuter line - bukan kereta khusus kepresidenan - berbaur dengan masyarakat biasa. Dia juga terlihat berdiri dengan santai di area pintu kereta dan sepertinya tidak minta diistimewakan - misalnya dengan minta tempat duduk khusus.

Bagaimana dengan aspek keamanan? Tentu saja pengawalan terhadap seorang kepala negara tetap melekat. Bisa jadi sosok berjaket hitamdi seberang Pak Presiden, yang hanya terlihat tangannya, adalah anggota Paspampres. Sekilas tangannya masuk ke dalam saku. Mungkin posisi stand-by memegang senjata untuk berjaga-jaga. Namun jelas sekali tidak terlihat pengawalan yang berlebihan. Bahkan cenderung terlalu biasa untuk pejabat sekelas presiden.

Kedua, penumpang kereta terlihat biasa-biasa saja. Tidak ada ekspresi excited berlebihan karena ada seorang presiden di antara mereka. Apa karena para penumpang tidak mengenali presiden mereka? Tentu bukan itu alasannya. Mereka pasti mengenali sang presiden. Alasannya adalah karena dalam budaya mereka pejabat publik memang tidak mendapatkan pelayanan yang berlebihan. Sebaliknya, pejabat publik dipilih untuk memberikan pelayanan. Jadi sikap ke presiden pun biasa aja kaleeee...

Ketiga, penumpang kereta terlihat sangat menjaga privasi. Sepertinya tidak ada yang mengajak presiden selfie. Padahal bisa saja sebenarnya Pak Presiden diam-diam ingin diajak selfie dan ingin eksis juga hehehe...

Keempat, transportasi publik di Wina memang sudah mencapai level super nyaman. Jadi tidak ada kerepotan yang ditimbulkan saat seorang kepala negara memilih bepergian naik kereta. Tidak perlu penutupan dan pengalihan jalur. Tidak perlu juga dipasang detektor khusus di pintu masuk stasiun.

Foto di atas tentu hanya menangkap satu momen dari sekian banyak kejadian saat Presiden Van der Bellen naik kereta. Bisa saja sebelumnya, atau saat dia turun, ada penumpang yang menyapa dan menyalaminya. Atau siapa tahu kemudian dia dikerumuni wartawan yang sedang memburu berita.

Namun ada satu pelajaran penting yang dapat dipetik. Menjadi pejabat publik tidak identik dengan pelayanan dan pengawalan yang berlebihan. Publik juga tidak menganggap pejabat publik sebagai super human. Serta, ada kesepakatan tentang privasi harus tetap dijaga.

Ah, itu kan di Austria. Di Indonesia tentu saja berbeda hehehe... Betul sekali. Namun tidak ada salahnya kita mulai mencoba menirunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun