Mohon tunggu...
Kanas
Kanas Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menjadi seorang numismatist adalah hobi yang mengasyikkan. Dengan mengumpulkan koin kuno, Anda tidak hanya mengejar nilai material, tetapi juga menyelusuri jejak sejarah dan budaya. Setiap koin menjadi saksi bisu zaman, membawa cerita unik dari masa lampau. Dalam hobi ini, Anda dapat menemukan keindahan artistik, memahami perubahan politik, dan menggali pengetahuan yang mendalam tentang peradaban yang pernah ada.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Hak Angket dalam Pemilu 2024? Begini Pendapat Priyagus Widodo

26 Februari 2024   13:41 Diperbarui: 26 Februari 2024   13:44 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Priyagus Widodo, SH Dok. Pribadi dikirim via Chat.

Advokat/Konsultan Hukum di Jakarta, Priyagus Widodo, SH, telah memberikan komentar terkait pembahasan yang tengah ramai terkait hak angket dalam konteks Pemilu 2024. Diskusi tentang Hak Angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 pertama kali muncul setelah Ganjar Pranowo (Paslon Pilpres 03) mengklaim bahwa, berdasarkan perhitungan suara Quick Count, ia hanya mendapatkan kurang dari 17% suara dari lebih dari 204 juta pemilih.

Priyagus mengamati bahwa klaim kecurangan dalam pemilu sudah menjadi hal lumrah, terutama dari pihak yang kalah atau mendapatkan suara minim. Paslon 03 didukung oleh PDIP, yang suaranya paling unggul sekitar 16,78%, disusul oleh Partai Gerindra, Golkar, PKB, dan Nasdem. Priyagus menekankan bahwa perselisihan hasil pemilu sudah diatur dengan jelas dalam UUD 1945, khususnya dalam Pasal 24C ayat (1), yang menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk memutus perselisihan terkait hasil pemilihan umum.

Priyagus mengamati bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 oleh KPU dan lembaga terkait telah berjalan baik. KPU didukung oleh Bawaslu, Panwaslu, dan Satgas GAKKUMDU untuk menegakkan aturan dan menindak pidana pemilu. Di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang diduga terjadi kecurangan, telah dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU), menunjukkan niat baik dari KPU untuk menjalankan pemilu sesuai peraturan.

"Saya pikir Seperti di beberapa TPS yang diduga ada kecurangan telah dilaksanakan PSU Pemungutan Suara Ulang, artinya memang ada kehendak baik dari KPU beserta jajarannya, untuk melaksanakan Pemilu ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Bahkan ada berita di Kabupaten Wonosobo, BASAWASLU."Ucap Priyagus Widodo.

Priyagus menjelaskan bahwa Hak Angket adalah hak DPR RI untuk menyelidiki pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai. Meskipun mekanisme Hak Angket dimaksudkan untuk mengawasi lembaga eksekutif, seperti Presiden dan menteri, menurutnya, lembaga terkait Pemilu seperti KPU dan Bawaslu bukan objek dari Pasal 79 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014. Priyagus menyoroti bahwa Hak Angket memerlukan usulan dari minimal 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi, serta dokumen yang memuat materi kebijakan atau pelaksanaan UU yang diselidiki.

"Nah, menjadi pertanayaan apakah KPU, BAWASLU termasuk lembagai yang dimaksud dalam Pasal 79 ayat (3) tersebut, menurut pendapat saya tidak, karena mekanisme tentang Pemilu tidaklah mengenal Hak Angket, sudah ada lembaga/institusi yang berhak menanagani mulai dari BAWASLU, GAKKUMDU sampai dengan MK (Mahkamah Konstitusi) jika ada dugaan kecurangan dan perselisihan hasil Pemilu." Ucap Priyagus Widodo (26/2).

Meskipun Presiden Jokowi telah mempersilahkan penggunaan mekanisme hukum, mulai dari melapor ke Bawaslu hingga menggunakan Hak Angket di DPR, Priyagus menekankan bahwa Hak Angket tidak dapat mengubah hasil pemilu, melainkan untuk penyelidikan terhadap pelaksanaan UU atau kebijakan pemerintah yang memiliki dampak luas pada masyarakat.

"Namun perlu di ingat  Hak Angket tidak bisa mengubah atau menganulir hasil pemilu, melainkan untuk penyelidikan terhadap pelaksanaan UU atau kebijakamn Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara." Tambah Priyagus.

Priyagus berpendapat bahwa pihak yang kalah dalam pemilu seharusnya menerima hasil dengan lapang dada. Dia menekankan pentingnya sikap sportifitas dalam konteks politik. Menurutnya, fokus seharusnya beralih ke Pilkada Serentak 2024, yang melibatkan 545 daerah, termasuk pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang akan dilaksanakan pada 24-26 Agustus 2024 dengan pemungutan suara pada 27 November 2024.

"Menurut saya pihak yang di nyatakan kalah dalam Pemilu, Pilpres dan Pileg, semestinya legowo, Jika siap bertanding berkompetisi ya harus siap menang tetapi juga harus siap kalah, mengakui keunggulan lawan, itu baru namanya sportif." Kata Priyagus Widodo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun