Mohon tunggu...
Khari Secario
Khari Secario Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

biasa berpikir lebih cepat daripada gerakan mulut dan lidah~ blog saya: http://kharisecario.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemanakah Moral Kita?

17 April 2014   02:16 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:35 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13976477191162033618

Baru-baru ini saya mendapatkan postingan melalui sebuah jejaring sosial mengenai cuplikan gambar komentar seorang wanita yang mengeluh perihal kursi di KRL. Miris membacanya, terlebih lagi yang berkomentar adalah seorang wanita. Yang nantinya akan mengalami hal serupa: menjadi ibu hamil!

Di satu sisi, saya memahami alasan kenapa ia bisa berkata seperti itu. Sebagai (mantan) pengguna KRL, saya paham perjuangan menggunakan moda transportasi massal ini. Tidak lepas juga masalah mengenai moral dan etika penggunanya. Seorang teman wanita saya pernah menyaksikan sendiri di gerbong khusus wanita, bagaimana seorang ibu hamil "disindir" untuk pindah ke gerbong campuran hanya untuk mendapatkan sebuah tempat duduk. Meskipun di tiap gerbong terdapat kursi prioritas, nyatanya seperti menjadi prioritas untuk diperebutkan.

Seseorang yang menghargai kehamilan, tentu akan menjaganya dengan baik. Kehamilan merupakan fase yang rentan. Kelelahan, tidak menjaga makan ataupun kesehatan, dapat berakibat keguguran, atau setidaknya gangguan pada janin. Namun kenyataannya menjaga kehamilan tidak mudah, seringkali wanita masih memiliki kewajiban-kewajiban lain. Terlebih jika ia adalah wanita karir. Jika kita menempatkan diri pada posisi wanita hamil, kita akan sadar betapa berat menjalani keseharian seperti itu. Coba anda naik KRL membawa tas seberat 2 kg saja, bagaimana rasanya? :D Tapi semua itu harus dijalani oleh mereka, mau tidak mau! Bermula dari rasa empati dengan keadaan tersebut, maka dibuatlah kursi prioritas. Hal yang sama juga mendasari fasilitas bagi penyandang disabilitas.

Namun meski sudah ada kursi prioritas, seringkali keadaan tidak mendukung. Seperti padatnya penumpang yg menyulitkan kita untuk menuju kursi prioritas. Walaupun menurut saya, desain posisi kursi prioritas pada KRL sudah sangat tepat. Di sinilah empati kita bermain. Jika semua pihak mau peduli, maka tidak sulit untuk wanita hamil mendapatkan tempat duduknya. Hal menarik selama saya menjadi penumpang KRL: yang lebih banyak peduli dengan wanita hamil justru pria (bapak-bapak)! Meski tetap ada wanita yang peduli, menjadi pertanyaan besar bagi saya. Mengapa justru pria yang memiliki rasa empati yang tinggi? Mungkin karena pria terbiasa menjadi pengayom di keluarganya? Saya tidak tahu pasti.

Sebagai perbandingan, selama saya menggunakan MRT di Taiwan, baik saat jam sibuk atau sepi, kursi prioritas hampir bisa dipastikan kosong! Umumnya benar-benar hanya lansia ataupun ibu hamil/membawa anak yang duduk di kursi tersebut. Sungguh berlawanan dengan Indonesia yang katanya negara beragama. Ketika saya berkata demikian, orang-orang yang merasa dirinya beragama harusnya merasa tersindir :)

Menanggapi komentar lanjutannya di path, saya bisa berargumen: semua penumpang pun merasakan bagaimana rasanya berdesak-desakkan, bangun pagi, menuju stasiun dan mungkin mengalami cidera. Saya pun demikian, selalu berangkat sehabis shubuh, pun saya sampai rumah pada pukul 21.30 malam. Esok harinya juga demikian, senin-sabtu. Terlebih saya melaju melalui rute Tangerang-Depok yang intensitas keretanya tidak sesering rute Bogor-Kota, dan membutuhkan waktu perjalanan minimal 1,5 jam. Tapi saya bersyukur hal tersebut tidak sampai merontokkan nilai-nilai moral saya.

Semoga moral dan empati masyarakat tidak terkikis habis...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun