Mohon tunggu...
Khanza Aqilla
Khanza Aqilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Gadjah Mada

Saya adalah mahasiswa UGM yang senang menjelajahi banyak hal baru. mengirimkan artikel adalah hal baru yang saya sangat ingin coba

Selanjutnya

Tutup

Trip

Menjelajahi Bangunan pada Abad ke-10 Masehi

9 Oktober 2024   14:46 Diperbarui: 9 Oktober 2024   14:54 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ppppppribadipribadi

Pada hari yang cerah, aku serta teman-temanku bergegas untuk menaiki perbukitan untuk melihat bangunan bersejarah pada abad ke-10 masehi. Mata kami dimanjakan dengan pemandangan menuju destinasi utama kami. Terdapat banyak destinasi lain yang kami pandang, seperti Tebing Breksi yang mana merupakan bekas pertambangan batu alam yang menjadi destinasi wisata dan juga Candi Prambanan yang menjadi salah satu candi Hindu termegah. Selama perjalanan kami sangat bersenang-senang dengan menaiki motor dan disambut angin sepoi-sepoi khas bukit dengan ketinggian 425 meter diatas permukaan laut. Kami semua juga saling bersenandung dan terbahak-bahak dengan candaan yang dilontarkan teman kami selama perjalanan.

Setelah perjalanan yang menyenangkan, akhirnya kami sampai pada destinasi kami yaitu Candi Ijo. Mengapa sih dinamakan ijo? Karena kata penghuni setempat, candi ini berlokasi di bukit Gumuk Ijo. Sembari kami memarkirkan motor, kami disambut oleh warga yang ada di area parkir, begitu ramahnya warga di sekitar sini. Kami masih harus mendaki sedikit dari parkiran menuju ke candi nya. Meskipun kaki sudah mulai terasa bergetar, tetapi dilakukan bersama teman-teman jadi tak terasa lelah sama sekali. 

Begitu sampai di tempat, bulu yang ada di badan langsung berdiri semua alias merinding. Bersihnya udara dan lingkungan yang ada disana, udara yang segar, dan bangunan yang elok menjadi penyebab utama nya. Untung saja kami tak lupa membayar tiket karena saking terpukau nya. Setelah melakukan pembayaran, kami mulai mengeksplorasi berbagai sudut. Candi hindu dengan berdenah dasar persegi empat ini tak henti-hentinya membuatku kagum, jujur saja kekaguman itu sulit untuk dideskripsikan. Betapa ajaib nya manusia-manusia jaman dulu, membuat bangunan semegah ini tanpa bantuan alat modern.  

Ukiran-ukiran yang terlihat diukir secara hati hati dengan menggunakan hati terlihat sangat indah, tak terasa air mataku sudah jatuh ke pipi. Bau kelembapannya yang khas membuat hidung ini tak ingin berhenti untuk mengeksplorasi lebih lama lagi. Tak hanya satu, terdapat banyak candi-candi lain yang berada di kawasan Candi Ijo. Terdapat tiga candi perwara yang dibangun untuk memuja Dewa Brahma, Wishnu, dan Siwa. Candi perwara yang tengah melindungi arca nandi atau kendaraan Dewa Siwa. Sinar cahaya matahari sore yang memancarkan ke candi seperti berkata bahwa Tuhan memberkati bangunan ini. Balutan cahaya matahari memberi kesan gagah pada setiap candi disana. 

Untuk mencapai pintu yang terletak sekitar 120 cm dari permukaan tanah dibuat tangga yang dilengkapi dengan pipi tangga berbentuk sepasang makara, makhluk mitos berbentuk bertubuh ikan dan berbelalai seperti gajah. Kepala makara menjulur ke bawah dengan mulut menganga. Di atas ambang pintu terdapat hiasan kepala Kala bersusun. Pada bagian pintu masuk terdapat ukiran kala makara, berupa mulut raksasa kala yang tersambung makara. Pola kala-makara ini lazim ditemukan dalam ragam hias candi-candi Jawa Tengah. Sebagaimana yang terdapat di candi-candi lain di Jawa Tengah dan Yogyakarta, kedua kepala Kala tersebut tidak dilengkapi dengan rahang bawah. Di atas ambang kedua jendela palsu juga dihiasi dengan pahatan kepala Kala bersusun. (wikipedia)

Disela-sela waktu yang ada, kami duduk berjejer pada ujung lantai atas sembari memandangi pemandangan yang indah. Candi Prambanan pun terlihat dari atas Candi Ijo. Kami berbincang-bincang ditemani dengan angin-angin yang mengitari kami. Pembicaraan yang ringan pun menjadi bahasan yang lebih dalam dan sangat menyentuh hati kami masing-masing. Kami bercerita mengenai  kehidupan kuliah kami dan tantangan apa saja yang kami hadapi selama ini. Rasa kekeluargaan pun tumbuh dalam diri kami yang diselimuti dengan kedamaian. 

Kembali lagi, kami menyusuri lebih lanjut sudut-sudut yang belum kami jelajahi. Tidak hanya bangunan candi saja, bahkan rumput-rumput yang kami injak sangat indah. Warna hijau yang sangat menyehatkan mata dan membangun gairah untuk dapat melanjutkan aktivitas disana. Selain menikmati landscape Candi Ijo, kami juga mendokumentasikan keindahan tersebut dengan menjadikannya konten yang kami unggah di instagram. Kami semua berpartisipasi dalam pembuatan konten itu, konten kami juga berisi informasi-informasi mengenai destinasi wisata tersebut. 

Matahari detik demi detik mulai menghilang, sinaran nya mulai meredup. Para pengelola pun sudah menghimbau kami untuk pulang karena tempat tersebut akan segera ditutup. Sedih hati ini karena merasa belum puas untuk bermain-main di kawasan Candi Ijo ini. Sayangnya, Candi Ini masih belum banyak yang tahu dan sangat overrated, padahal candi ini tidak kalah dengan Candi Prambanan, walaupun luas wilayah nya sangat berbeda jauh. Kami berterima kasih kepada pengelola yang sudah merawat tempat ini dengan sepenuh hati, sehingga tempat ini menjadi indah. Setelah itu kami bergegas untuk jalan menurun menghampiri kendaraan kami dibawah. 

Lagi-lagi rasa lelah kami terbayar dengan keindahan Candi Ijo. Dalam perjalanan menuju kota, langit sudah mulai gelap dan rasa lapar mulai terasa pada masing-masing perut kami. Akhirnya kami memutuskan untuk makan malam. Akhirnya kami makan di warung makan lesehan pinggir jalan. Walaupun warung biasa, rasa makananya sedap dan luar biasa. Kami sangat puas dengan trip kami pada hari itu. Kami sangat merekomendasikan kamu yang membaca untuk mendatangi candi ini. Meskipun sedikit jauh, tetapi pengalaman yang akan kalian dapatkan tidak dapat tergantikan. Dengan mengunjungi destinasi wisata yang tidak terkenal juga membantu mensejahterakan para pedagang lokal yang berjualan di sekitar sana. Tiket masuk juga tidak mahal, sehingga tidak memberatkan bagi wisatawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun