Media internasional memiliki pengaruh yang signifikan dalam membangun persepsi masyarakat melalui berbagai mekanisme. Media tersebut memiliki kekuatan untuk membingkai (frame) suatu isu atau peristiwa. Cara suatu isu diberitakan, termasuk sudut pandang yang diambil, penggunaan diksi, dan visualisasi, dapat memengaruhi cara masyarakat memahaminya. Jika media menyoroti aspek konflik dari suatu peristiwa, masyarakat mungkin menganggap isu tersebut sebagai ancaman. Framing yang konsisten dapat menciptakan stereotip atau bias tertentu terhadap individu, kelompok, atau wilayah tertentu.
The Guardian merupakan media massa internasional berbasis di Inggris yang dikenal dengan liputan kritis dan mendalam terkait isu-isu global, termasuk politik, lingkungan, hak asasi manusia, dan konflik sosial. Sebagai salah satu media independen terkemuka, The Guardian memiliki reputasi atas investigasi yang mendalam dan pendekatan tertentu terhadap berbagai isu, termasuk isu-isu di Papua. Dalam satu tahun terakhir, pemberitaan mereka menyoroti berbagai aspek, termasuk pelanggaran hak asasi manusia, konflik antara kelompok separatis dan aparat keamanan, serta dampak sosial-ekonomi terhadap masyarakat setempat. The guardian juga mempertegas bagaimana wartawan, baik asing maupun lokal, menghadapi tantangan serius dalam meliput isu-isu sensitif di Papua, termasuk intimidasi, pembatasan akses, dan pengawasan ketat.
Pada halaman utamanya, media The Guardian menyoroti terkait penyanderaan pilot susi air asal Australia yang disandera oleh pemberontak papua barat. Â Dalam pemberitaan The Guardian mengenai penangkapan dan penyanderaan pilot Susi Air oleh para pemberontak di Papua, Media The Guardian membingkai peristiwa tersebut dalam konteks yang lebih luas, sebagai bagian dari konflik yang terus berlangsung di Papua. The Guardian menyoroti aspek kekerasan yang terjadi di wilayah tersebut, dengan penekanan pada krisis kemanusiaan yang muncul akibat penyanderaan, ancaman terhadap warga sipil, serta eskalasi kekerasan yang semakin intens. Papua digambarkan sebagai wilayah yang penuh ketegangan antara pemerintah Indonesia dan kelompok pemberontak.
Dalam penyebab masalah, The Guardian juga menyoroti faktor ketimpangan sosial-ekonomi yang ada di Papua sebagai latar belakang utama konflik, selain tuntutan kemerdekaan yang diusung oleh pemberontak papua barat. Respons pemerintah Indonesia yang lebih mengutamakan pendekatan militer juga mendapat sorotan, dengan kritik terhadap cara ini yang dianggap memperburuk situasi. Penilaian moral dalam pemberitaan ini cenderung kritis terhadap pemerintah Indonesia, menyatakan simpati terhadap pilot Susi Air yang menjadi korban langsung, serta masyarakat adat Papua yang seringkali terjebak dalam kekerasan. The Guardian juga menyuarakan perlunya perhatian internasional untuk melindungi hak asasi manusia di wilayah tersebut. Dalam hal solusi, media ini mendorong dialog damai antara pemerintah Indonesia dan kelompok pemberontak sebagai langkah menuju penyelesaian konflik, serta pengawasan internasional untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia di Papua.
Penggunaan visual yang memperlihatkan dampak penyanderaan, seperti foto pilot atau kondisi lokasi, dan diksi seperti "hostage crisis," "armed separatists," dan "humanitarian concern," semakin memperkuat narasi bahwa situasi ini sangat serius dan membutuhkan perhatian global. Gambar-gambar yang digunakan The Guardian cenderung menonjolkan dampak penyanderaan pada korban, seperti wajah pilot, kondisi lokasi penyanderaan, atau foto aparat keamanan yang melakukan operasi. Dampak dari framing ini dapat meningkatkan kesadaran global terhadap konflik yang telah berlangsung lama di Papua, sekaligus mendorong kritik terhadap kebijakan pemerintah Indonesia, serta memperkuat narasi mengenai pentingnya penghormatan terhadap hak asasi manusia dan penyelesaian konflik secara damai.
The Guardian, sebagai media internasional, memiliki kecenderungan untuk membingkai isu-isu terkait Papua dalam kerangka hak asasi manusia, ketimpangan sosial, dan konflik politik yang berakar dalam sejarah panjang wilayah tersebut. The Guardian sering menggambarkan Papua sebagai wilayah yang terisolasi dengan tingkat kekerasan yang tinggi, baik akibat konflik antara pemerintah Indonesia dan kelompok pemberontak. Â Fokus utama adalah pada pelanggaran hak asasi manusia, ketegangan politik, dan dampak sosial-ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat adat Papua.
Posisi media The guardian dapat dikategorikan sebagai media as issues intensifier, dimana mereka memberitakan isu tersebut untuk menarik perhatian audiens dan memobilisasi respons terhadap isu yang dianggap penting, meskipun cara penyampaian dan dampaknya dapat memiliki konsekuensi yang berbeda. Mereka memberikan sorotan intens terhadap masalah HAM di Papua, sering kali dengan menekankan sisi dramatis, kontroversial, atau emosional dari isu tersebut. Tentunya cara tersebut sangat mempengaruhi opini publik, meningkatkan urgensi, atau bahkan memperluas skala konflik atau masalah yang sedang diberitakan. Penggunaan kata-kata yang kuat, seperti "krisis," "pelanggaran berat," atau "serangan mematikan," untuk memperkuat persepsi urgensi masalah. Dengan posisi tersebut The guardian dapat memobilisasi tindakan atau dukungan, baik dari masyarakat maupun pemerintah, untuk menyelesaikan masalah. Namun, di satu sisi narasi dari The Guardian jika dibaca oleh pihak Nasionalis pro pemerintah dapat berisiko memperburuk konflik atau polarisasi antara pihak-pihak yang terlibat.
Secara keseluruhan, pemberitaan The Guardian cenderung mendukung pandangan bahwa transparansi, kebebasan pers, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah elemen penting yang harus ditegakkan di Papua sebagai bagian dari demokrasi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H