Mohon tunggu...
Pendidikan

Pengaruh Scaffolding Terhadap Hasil Belajar Anak

11 April 2019   21:58 Diperbarui: 11 April 2019   22:41 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Scaffolding berkaitan erat dengan ZPD, yaitu Zone of Proximal Development yang berarti daerah yang menjembatani daerah kemampuan menyelesaikan tugas secara mandiri dan daerah ketidakmampuan menyelesaikan tugas secara mandiri (Vygotsky dalam Galloway, 2006). ZDP dapat diartikan sebagai daerah antara apa yang dapat dilakukan sendiri pada actual developmental level (tingkat perkembangan saat ini) dan apa yang dicapai untuk potential developmental level (tingkat perkembangan potensial) bila dibantu oleh orang dewasa/ahli (Wahyuni,2015). 

Scaffolding adalah bantuan yang diberikan kepada anak untuk memahami materi dan cara penyelesaian soal secara bertahap dan sesuai dengan zone of proximal development (ZPD) anak. Scaffolding yang diberikan dalam bentuk bimbingan penyelesaian soal secara berkelompok maupun individu dan pemberian latihan soal yang dapat dikerjakan secara mandiri sesuai zone of proximal development siswa terbukti dapat meningkatkan hasil belajar kognitif. 

Penggunaan  scaffolding sangat efektif untuk membantu guru meningkatkan prestasi siswa (Ayu,2017). Scaffolding juga bisa dilakukan oleh orang tua ketika anak belajar dirumah agar hasil belajar yang dicapai lebih optimal maka guru dan orang tua harus saling bekerja sama dalam memberi dukungan dan batuan saat anak belajar, tidak hanya itu kita juga harus memahami sejauh mana pemahaman yang anak miliki agar kita dapat mengatur seberapa besar dukungan dan bantuan yang akan kita berikan kepada anak. Kita perlu mengetahui kemampuan dan pemahaman yang anak kita miliki agar saat mendampinginya belajar kita tidak terkesan memaksa anak sesuai dengan apa yang kita inginkan tanpa memperhatikan kadar kemampuan yang anak kita miliki.

 Byrnes (Hartman, 2001) menyatakan, Vygotsky telah mengidentifikasi empat fase pembelajaran scaffolding, yaitu (1) pemodelan, dengan penjelasan secara verbal, (2) peniruan terhadap pemodelan oleh guru (3) masa ketika guru mulai menghilangkan bantuannya, dan (4) siswa telah mencapai level penguasaan seorang ahli. Pada fase ke-2, guru harus secara konstan menilai pemahaman dan memberikan bantuannya sesering mungkin. Pada fase ke-3, guru mengurangi bantuannya secara bertahap seperti halnya ketika guru memulai penguasaan materi yang baru (Wahyuni, 2015). 

Setelah beberapa fase ini dilewati oleh anak maka mereka bisa belajar secara mandiri tanpa bantuan dari orang tua atau guru secara terus menerus. Scaffolding dianggap berhasil jika anak sudah memiliki kemampuan seperti apa yang telah diajarkan oleh guru dan mereka memahami materi yang di sampaikan oleh guru. Contohnya seperti saat kita belum bisa membaca kemudian kita diajari membaca oleh guru secara terus menerus lama kelamaan kita bisa membaca, setelah kita sudah lancar membaca maka guru tidak perlu lagi mendampingi secara terus-menerus seperti sebelumnya, guru tinggal mengawasi dan memantau perkemabangan kemampuan membaca anak.

by Milla Pristianti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun