Mohon tunggu...
Blue Orchid
Blue Orchid Mohon Tunggu... -

Hanya Mahasiswa Semester akhir yang hobi nulis...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pembelaan Mahasiswa Yaman atas Hujatan Media di Indonesia...

1 Maret 2012   08:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:41 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13305887332103985981

Oleh: Wira Bachrun Al Bankawy)* Mungkin ada di antara kita yang menonton acara wawancara di salah satu stasiun TV berita dengan judul “Bom waktu dari Yaman”. Saya baca beberapa komentar teman-teman di Facebook, mereka bilang bahwa narasumber di acara tersebut mengatakan bahwa kami, para pelajar di Darul Hadits Yaman terkait Al Qaeda dan diajarkan untuk menggunakan kekerasan. Malam ini saya baru saja dengar tuntas wawancara tersebut. Penggambaran tentang Darul Hadits (baik di Dammaj, Fyush, Ma’bar, Dzamar dan Syihir) di sana sangat keliru. Saya mengira ini disengaja agar memberi kesan negatif masyarakat di Indonesia terhadap santri dan alumni Darul Hadits. Saya jadi ingat pernyataan bapak duta besar RI untuk Yaman beberapa waktu yang lalu tentang kuatnya pengaruh media massa dalam membentuk opini publik, sehingga yang tergambar di benak masyarakat bahwa orang-orang yang berpegang teguh kepada agama adalah orang-orang yang kaku dan suka kekerasan. Seperti pernyataan mereka kalau para pelajar di Darul Hadits setiap Jum’at dipinjami senapan AK-47 untuk latihan menembak, pelurunya beli sendiri. Habis latihan senapannya dikembalikan ke pondok pesantren. Sejauh yang saya tahu, di sini para orang asing, terutama pelajar Indonesia DILARANG MEMBAWA SENJATA API, jangankan membawa, MENYENTUH saja tidak boleh. Kemudian katanya peluru beli sendiri. Uang darimana? Para pelajar di sini hidupnya sederhana sekali. Semua serba dihemat. Kalau ada uang, pasti uangnya untuk beli kitab-kitab daripada beli peluru. Karena kami jauh-jauh ke sini tujuannya untuk belajar, mendapatkan ilmu agama, bukan untuk latihan senjata. Tentang kejadian di Darul Hadits Dammaj yang juga diangkat oleh para narasumber, bukankah kawan-kawan di sana itu -semoga Allah menjaga mereka- mempertahankan diri mereka dari serangan oleh Syi’ah Hutsi yang disponsori Iran? Bukankah sikap bertahannya mereka itu malah menunjukkan patriotisme, semangat juang anak bangsa yang sudah jarang kita temukan di tengah korupnya bangsa kita? Logikanya kan harusnya orang Indonesia bangga, bukannya malah dijelek-jelekkan sebagaimana yang bisa kita simak dari wawancara tersebut. Keadaan santri Dammaj ini sangat berbeda jauh dengan sebagian mahasiswa yang menurut staf kedubes malah mencari-cari kesempatan di tengah konflik Yaman dengan meminta ‘uang untuk mengungsi’ kepada pemerintah kita, padahal sebenarnya mereka tidak perlu mengungsi karena berada di tempat yang jauh dari konflik. Masalah lainnya yang juga dibahas dalam wawancara tersebut adalah terorisme dan ancaman terhadap NKRI. Saya kira posisi salafiyin, khususnya para ustadz alumni Darul Hadits sangat jelas dalam masalah ini. Sudah berapa banyak buku dan artikel yang ditulis oleh para ustadz salafy yang membantah pemahaman terorisme, seperti buku “Mereka adalah Teroris” yang ditulis oleh guru kami, Al Ustadz Luqman Ba’abduh hafizhahullah sebagai bantahan terhadap buku Imam Samudera, pelaku bom Bali, dan juga buku “Jihad Bukan Kenistaan” yang ditulis oleh guru kami Al Ustadz Dzulqarnain hafizhahullah, serta berapa banyak buku dan artikel yang ditulis untuk mengajak masyarakat patuh kepada pemerintah dan melarang untuk memberontak, bahkan mencela pemerintah di depan umum. ‘Akhirul kalam, saya ingin kembali menegaskan bahwa apa yang digambarkan oleh kedua narasumber dalam wawancara tersebut tidaklah benar dan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di Darul Hadits. Dan sebagai nasihat bagi ikhwah salafiyin, ini semua menunjukkan kepada kita bahwa yang namanya dakwah, mengajak orang kepada kebenaran itu tidaklah mudah. Penuh cobaan dan rintangan. Fitnah yang sedang kita alami ini adalah sebuah ujian dalam lika-liku dakwah. Jalani saja dengan kesabaran dan jangan patah semangat untuk mengajak orang ke manhaj salafus shalih. Kalau ada kejadian yang serupa, untuk menghibur diri, ingatlah firman Allah ta’ala, الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ “Alif Laam Miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al Ankabut: 1-3) Selain itu, pemberitaan ini juga harusnya membuka pikiran kita untuk lebih terbuka dan bergaul dengan masyarakat. Citra negatif itu juga bisa timbul dari terlalu eksklusifnya sebagian kita. Bergaullah dengan masyarakat, bergaullah dengan tetangga antum, aktiflah dalam kegiatan bermasyarakat selama itu tidak menyalahi syariat. Mudah-mudahan itu semua bisa mengikis persepsi negatif masyarakat terhadap kita dan menjadi pintu untuk masuknya dakwah kepada mereka. Rasulullah bersabda, اِتَّقُ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ ، وَأَتْبَعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا ، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ “Bertaqwalah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada, ikutilah kejelekan dengan kebaikan niscaya kebaikan itu akan menghapus kejelekan. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik”. (HR. At Tirmidzi. Hasan). Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, اَلْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِيْ لاَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَلاَ يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar terhadap gangguan mereka itu lebih baik dibanding seorang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar terhadap gangguan mereka.” (HR. Ahmad) Wabillahittaufiq. Washallallahu ‘ala nabiyina Muhammad, wa’ala aalihi wa shahbihi ajma’in. Diselesaikan di Hadramaut-Yaman, 6 Rabi’ul Akhir 1433 H – 28 Februari 2012. )* Penulis adalah pelajar Indonesia di Darul Hadits Syihir, Hadramaut. Alumni Pondok Pesantren Al Bayyinah, Sidayu – Gresik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun