Mohon tunggu...
Khansa Zhafira Ulayya
Khansa Zhafira Ulayya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi/Universitas Jember

Suka menonton berita

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Komisi Yudisial sedang Mengalami Krisis Sumber Daya Manusia?

11 Mei 2024   13:29 Diperbarui: 11 Mei 2024   13:31 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada Maret 2022, Presiden Joko Widodo meminta Komisi Yudisial untuk segera mengambil tindakan cepat untuk mengatasi kekurangan hakim, termasuk Hakim Ad Hoc tindak pidana korupsi dan hakim tata usaha negara. Menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Hakim Ad Hoc adalah hakim sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang. Dalam hal ini Komisi Yudisial harus berusaha mengisi kekurangan hakim tata usaha negara yang bertanggung jawab untuk menjaga penerimaan negara dari sektor perpajakan. Maka Komisi Yudisial harus memastikan bahwa hakim Agung, Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung, dan hakim yang berintegritas tersedia melalui proses pemilihan yang transparan, objektif, dan profesional.  Komisi Yudisial juga harus dapat menjalankan tugasnya secara mandiri untuk memastikan bahwa kekuasaan hakim yang independen dapat berjalan selaras dengan akuntabilitas peradilan.  Selain itu, Komisi Yudisial juga sebaiknya memastikan bahwa setiap tindakan yang merendahkan kehormatan hakim akan diselesaikan semaksimal mungkin untuk menjaga kehormatan institusi dari peradilan.

Tetapi terdapat permasalahan lain yang timbul setelah kejadian itu, yaitu ternyata lembaga Komisi Yudisial hanya memiliki sumber daya manusia sebanyak 300 anggota untuk mengawasi 8.000 hakim di seluruh Indonesia. Pengertian dari pengawasan sendiri merupakan sebuah proses untuk memastikan bahwa tujuan organisasi atau lembaga dan manajemen dapat tercapai. Hal ini berkaitan dengan bagaimana melakukan kegiatan sesuai dengan rencana. 

Di pengawasan terdapat sebuah hubungan yang sangat erat antara pengawasan dan perencanaan. Oleh karena itu, dalam manajemen fungsional, pimpinan atau unit kerja harus melakukan kontrol atau pegawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan atau pegawai yang melaksanakan tugas pokoknya masing-masing. Kurangnya sumber daya manusia dalam Komisi Yudisial tersebut dapat menimbulkan kekhawatiran tentang kinerja Komisi Yudisial yang berdampak pada upaya Komisi Yudisial untuk menjaga keadilan di sistem peradilan dan mengawasi para hakim. 

Selain itu, mereka juga memiliki kewenangan yang terbatas, seperti hakim yang mendapat intimidasi dari penegak hukum. Dan pada rasio yang tidak adil ini terjadi akibat dari konsekuensinya seperti Komisi Yudisial yang tidak dapat mengawasi secara efektif semua hakim di Indonesia yang memungkinkan hakim yang berperilaku tidak pantas untuk lolos dari hukuman. Kekurangan staf juga dapat menunda penyelesaian kasus dan dapat menghambat upaya untuk menegakkan kode etik hakim. Selain itu, jika Komisi Yudisial tidak dapat secara efektif mengawasi perilaku hakim, kepercayaan publik terhadap hakim dan sistem peradilan dapat menurun. Akibat dari hal tersebut, investigasi dan sidang etik di Komisi Yudisial dapat memakan waktu lama. Maka dari kekuasaan yang diberikan kepada Komisi Yudisial tersebut harus diatur dengan baik termasuk pembagian tugas dan responsabilitas yang jelas. Dalam hal pengawasan juga harus diatur agar dapat menjadi pengawasan yang bernilai transparan dan efektif dengan membutuhkan sumber daya manusia yang cukup termasuk pengawasan dan ahli hukum yang memiliki keterampilan dan pengalaman yang diperlukan. Dalam melakukan  manajemen pengawasan perlu memperhatikan hal-hal berikut:

  • Memahami Sasaran dan Tujuan Pengawasan.
  • Penentuan sumber daya yang cukup termasuk waktu, tenaga, dan dana keuangan, karena penting untuk menentukan apa yang dibutuhkan dan memastikan bahwa sumber daya tersebut tersedia.
  • Pilihan metode pengawasan, seperti pengawasan langsung, pengawasan tidak langsung, dan pengawasan elektronik, bervariasi. Tujuan dan sasaran pengawasan, serta kondisi dan lingkungan tempat pengawasan dilakukan karena dapat memengaruhi pilihan metode yang tepat.
  • Diperlukannya pengembangan prosedur dan standar yang jelas dan konsisten agar dapat memastikan bahwa pengawasan yang dilakukan dapat berjalan secara sistematis dan konsisten. Pengembangan tersebut juga berlaku untuk prosedur mengumpulkan, menganalisis, dan menyampaikan hasil pengawasan.
  • Penggunaan teknologi di era digital menjadi semakin penting dalam pengawasan, termasuk penggunaan sistem informasi manajemen audit untuk mengelola proses pengawasan dan memastikan komunikasi yang efektif antara pengawas dan pihak yang diawasi.
  • Pengawasan secara etis karena untuk memastikan bahwa pengawasan dilakukan dengan cara profesional dan etis, termasuk memastikan bahwa pengawas tidak memiliki konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi hasil pengawasan dan bahwa pengawas menghormati hak dan martabat pihak yang diawasi.
  • Melaporkan dan menyelesaikan hasil pengawasan dengan cara yang jelas dan akuntabel. Ini juga mencakup memastikan bahwa pihak yang diawasi memahami dan menerima hasilnya.
  • Pengembangan dan pelatihan untuk memastikan bahwa pengawasan bekerja dengan baik dan efektif serta untuk pihak yang diawasi. Ini juga termasuk pelatihan tentang etika pengawasan, teknik pengawasan, dan penggunaan teknologi dalam pengawasan.  

Jadi, sudah seharusnya Komisi Yudisial untuk terus berupaya dalam meningkatkan advokasi dengan meningkatkan pengawasan dan evaluasi, melakukan pembelaan ketika hakim diintimidasi saat memutuskan kasus, dan memperbaiki pembagian tugas dan tanggung jawab. Selain itu, pemerintah harus meningkatkan anggaran pada Komisi Yudisial untuk perekrutan dan pelatihan sumber daya manusia baru. Dengan ini akan memungkinkan Komisi Yudisial untuk meningkatkan jumlah anggota yang dapat diawasi, memungkinkan juga Komisi Yudisial untuk memberikan pelatihan khusus tentang etika dan perilaku profesional hakim, dan meningkatkan efisiensi proses Komisi Yudisial untuk mengurangi beban kerja staf. Menggunakan sistem informasi manajemen (SIM) untuk mengelola data hakim, melaporkan kasus, dan memantau perilaku hakim juga dapat membantu Komisi Yudisial menjalankan tugasnya. Komisi Yudisial dapat menjalankan kerja sama dengan lembaga lain, seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi untuk meningkatkan pengawasan hakim serta dengan adanya institusi pendidikan hukum, ini berguna untuk mengadakan program magang atau pelatihan khusus untuk mahasiswa hukum yang ingin menjadi anggota Komisi Yudisial. Hal ini akan meningkatkan jumlah karyawan dan memastikan karyawan baru memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan. Komisi Yudisial juga dapat mengembangkan kebijakan dan standar yang lebih ketat untuk pengawasan hakim, termasuk peningkatan kuantitas dan kualitas pengawasan, peningkatan pengalaman dan kualifikasi hakim yang diawasi, serta peningkatan kualitas pelaporan dan pemantauan dalam bidang pendidikan dan kepelatihan. Selain itu, Komisi Yudisial dapat membantu hakim memahami peran dan tanggung jawab mereka dalam menjaga martabat dan kehormatan hakim serta dapat membantu mereka untuk merencanakan tindakan yang diperlukan untuk menjaga martabat dan kehormatan hakim.

Dengan keterbatasan jumlah anggota Komisi Yudisial maka perlu dilakukan terobosan untuk mengefektifkan pengawasan yang dilakukan dengan membangun sebuah sistem yang memanfaatkan penggunaan teknologi informasi. Selain itu juga perlu dilakukannya kerjasama dengan penegak hukum yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun