[caption id="attachment_342143" align="aligncenter" width="433" caption="Kami tetap optimis memandang ke depan."][/caption]
Polemik tentang peninjauan kembali Kurikulum 2013 (Kurtilas) oleh Mendikbud RI, Anies R. Baswedan masih saja menggelinding. Terutama di sekolah yang memang sejak dari awal sudah menyiapkan diri secara serius. Termasuk di sekolah dimana saya mengajar. Meski sekolah kami tak termasuk 6.221 yang tetap menjalankan Kurtilas, tetap saja hal ini menjadi beban tersendiri.
Jerih payah kami selama setahun untuk belajar 2013 seolah menjadi sesuatu yang sia-sia. Mengapa kami tak diberi kesempatan untuk jalankan satu tahun pelajaran dulu? Mengapa harus dihentikan di tengah jalan? Masih saja pertanyaan ini menempel erat di batin saya. Namun keputusan berat pun harus diambil oleh kepala sekolah kami.
Meski sekolah kami adalah sekolah keagamaan swasta, kami tetap menjunjung nillai-nilai semangat pengajaran dan pendidikan. Apapun yang terbaik bagi anak didik kami, pasti akan berusaha kami lakukan. Sebagaimana kami harus kembali (lagi) kepada Kurikulum 2006 (KTSP). Â Sebagaimana alasan yang disampaikan oleh kolega kami, mengapa kembali ke Kurikulum 2006.
Berikut alasan-alasan yang beliau sampaikan:
1. Penghentian Kurikulum 2013 (Kurtilas) di sekolah yang baru menjalankan selama 1 (satu) Â semester, menurut saya, bukan karena sekolah dan guru tidak siap untuk menjalankannya tetapi karena memang kurikulum tersebut bermasalah. Hal ini bisa dicermati dari rumusan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sehingga menimbulkan masalah juga dalam penyusunan silabus dan buku. Itu salah satu contoh masalah.
2. Dari proses pembelajaran, sebetulnya tidak berbeda secara signifikan antara Kurikulum 2006 / Kuriklum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurtilas. Pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, menggunakan berbagai media dan strategi, belajar dari alam, percobaan di laboratorium, tematik, integratif, dan keunggulan-keunggulan yang  dianggap sebagai keunggulan Kurtilas  sebetulnya merupakan prinsip pengembangan dan pelaksanaan KTSP.
3. Prinsip 5 M (Mengamati, Menanya, Mencari informasi, Mengasosiasi, dan Mengomunikasikan) yang dianggap keunggulan Kurtilas sebetulnya sudah ada dalam Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi (EEK) dalam KTSP.
4. Penilaian di Kurtilas juga tidak hanya dalam bentuk tes tertulis saja, tetapi juga penilaian otentik.
5. Sosialisasi KTSP Â dan pelatihan guru-gurunya pun sangat kurang sehingga cukup banyak para guru yang tidak paham tentang pembelajaran dan penilaian di Kurikulum 2006 sehingga menganggap prinsip-prinsip pembelajaran dan penilaian di Kurikulum 2013 sangat berbeda dari Kurikulum 2006.
Bisa dibaca di Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Jadi jelasnya, saya tak akan mengatakan setuju atau tidak setuju dengan Kurtilas. Tapi ikhtiyar terbaiklah yang akan kami lakukan bersama. Termasuk jika harus kembali (lagi) ke Kurikulum 2006.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H