Mohon tunggu...
Khanaya Angelie
Khanaya Angelie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Airlangga

Nama saya Khanaya Angelie, saya berasal dari fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Saya berumur 19 tahun dan ingin membagikan opini tentang masalah dan isu setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Film "Ipar Adalah Maut" Lulus Sensor 13+, Apakah Sudah Tepat?

23 Juni 2024   16:35 Diperbarui: 23 Juni 2024   16:48 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Akhir-akhir ini, ada banyak sekali film bagus yang tayang di negara Indonesia dengan genre film yang bervariasi mulai dari film horor, thriller, romance, hingga film anak-anak yaitu cartoon dan animasi. Akan tetapi, ada satu film Indonesia yang sedang viral dikarenakan kisah nya yang sempat viral di aplikasi bernama TikTok. Film tersebut berjudul “Ipar Adalah Maut” yang dibintangi oleh aktris terkenal Davina Karamoy, Deva Mahenra, serta Michelle Ziudith. Film ini diproduksi oleh Hanung Bramantyo sebagai director dari film drama tersebut. Dengan banyak adegan drama yang mengekang dan membuat para penonton gelisah, film ini diberikan penilaian sebesar 7.7 oleh IMDb dan berhasil meraih penghargaan 1 juta penonton yang telah menyaksikan film tersebut di bioskop.


Sebagai sinopsis, film ini berkisah mengenai seorang kakak adik perempuan yang bernama Nissa dan Rani. Mereka berasal dari keluarga kecil sederhana dan tinggal bersama Ibunya saja karena ayahnya telah meninggal saat kedua kakak adik itu masih kecil. Seiring dengan berjalannya cerita, Sang kakak yaitu Nissa menjalani masa kuliahnya di suatu kampus. Disitulah ia bertemu dengan dosen yang nantinya akan menjadi suaminya bernama Aris. Mereka pun menikah dan memiliki seorang anak bernama Raya dan hidup bahagia sebagai keluarga kecil yang sudah mapan. Nisa memiliki bisnis toko kue dan roti yang awal mula sudah sukses dan ramai akan pelanggan.


Akan tetapi, cerita mulai mengambil arah yang tidak terduga ketika Rani harus mulai kuliah di kampus yang sama dengan Nisa sehingga memunculkan kekhawatiran bagi ibunya yang tidak ingin Rani ngekost. Akhirnya, Nisa diminta untuk menerima adiknya di rumahnya sendiri dan disitulah kabar buruk mulai terlihat. Rani ternyata selingkuh dengan iparnya sendiri dan merusak hubungan rumah tangga yang telah susah payah dibangun oleh kakaknya. Cerita ini tentunya sangat menyesak dan dipenuhi oleh drama dan kesedihan.


Hal yang harus dibahas adalah adanya beberapa adegan dalam film tersebut yang tidak pantas untuk dinyatakan lulus sensor untuk 13 tahun ke atas. Berdasarkan Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF), yang dapat membedakan film kategori 13+ dengan 17+ yaitu film bernuansa dewasa adalah seberapa intensif adegan berdarah dan ciumannya. Semakin banyak adegan darah yang keluar, sebagai contoh ketika ada suatu perkelahian, maka akan dikategorikan menjadi film 17+. Begitu juga dengan adegan ciuman atau adegan yang ada nuansa seksualnya, jika hanya bersifat informatif makan film tetap dapat dikategorikan sebagai 13+. Akan tetapi, jika adegan tersebut bersifat eksploratif, maka harus dikategorikan sebagai 17+.


Dalam film tersebut, adegan ciuman bisa dinyatakan sebagai informatif karena memang penting untuk menyatakan alur cerita dan untuk menandakan bagaimana kelanjutan dari hubungan antara Rani dan Aris. Akan tetapi, film tersebut memiliki banyak adegan selingkuh dimana Rani dan Aris berada di satu kasur dan dapat dilihat secara jelas oleh penonton bahwa mereka sedang melakukan persetubuhan. Tidak hanya dari kasur namun banyak adegan ketika mereka sedang di hotel, hingga di dalam bak mandi. Hal ini tentunya harus ditinjau kembali oleh LSF karena adegan seksual tersebut seharusnya tidak lagi dinyatakan sebagai informatif, namun eksploratif.


Anak-anak yang baru berusia 13+ ke atas tidak tahu apa yang harus diekspektasi dari film tersebut. Adegan persetubuhan yang ada bisa dibilang sangat jelas meskipun kedua aktor masih menutupi tubuhnya dengan pakaian ataupun selimut. Akan tetapi, bagi seorang anak yang masih berusia 13 tahun, adegan tersebut dapat memberikan dampak mental yang negatif khususnya bagi anak-anak yang belum pernah terekspos terhadap adegan-adegan bernuansa seksual. Sebagai seseorang yang telah menonton film “Ipar Adalah Maut”, saya ikut terkejut bahwa adegan seperti itu bisa lulus sensor 13+.


Tidak berarti adegan tersebut harus ditiadakan karena tidak hanya film ini yang memiliki adegan bernuansa seksual. Akan tetapi, LSF tidak semestinya membiarkan film ini untuk lulus sensor 13 tahun ke atas dan mengubahnya menjadi 17 tahun ke atas karena adegan seksual dan persetubuhan yang ada dalam film tersebut sangat tidak tepat untuk disaksikan bagi anak kecil yang masih berusia 13 tahun.

Tidak bermasalah jika film tersebut dinyatakan film dewasa, LSF seharusnya membantu melindungi konsumennya yang masih ada kemungkinan anak kecil yang menonton sehingga orang tua nya dapat lebih mengawasi dan memberi tahu anaknya ketika akan menonton film tersebut. Secara keseluruhan, “Ipar Adalah Maut” termasuk salah satu film Indonesia yang sangat baik dan memiliki pesan moral yang sangat jelas. Sayang sekali, film ini seharusnya dijadikan film dewasa dan bukan untuk 13 tahun ke atas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun