Kulanjutkan cerita ini..Â
Siapa sebenarnya engkau? Mengapa aku yang tak menggubris dan tak berniat mencari teman sejalan kau buat penasaran? Ada apa dengan diriku? Banyak sekali tanya saat itu mendatangi pikiranku, kalian akan bosan membacaranya jika kutulis semua.Â
Diatas sebuah logika, hati tetap pemimpin perang.
Entah sejak kapan menunggu pesan dari sang kupu-kupu mulai menjadi salah satu hobiku kala itu. Sungguh aku tak pernah merencanakannya. ia mungkin juga tak tahu siapa aku, mungkin ia juga kebingungan. Aku tak berani bicara bahwa aku mengaguminya, tidak.. Aku biasa saja.
Setiap tempat yang kutuju dan setiap memori yang terekam kubayangkan jika kulakukan itu bersamanya. Kusadari itu berlebihan, namun siapa yang dapat melawan saat hati dan otak bersatu untuk menyerang? Jika kalian berfikir aku mulai menyukainya, kalian salah. Tak semudah itu bagiku menyimpulkan hal yang sedang kualami. Idealisme sekali kan? Begitulah..
Aku masih remaja, banyak hal yang ingin kucoba, banyak sekali tempat yang ingin kujelajahi. Dan sifat remaja yang memiliki ego tinggi, itulah permasalahannya.Â
Malam ini kawanku mengajakku pergi untuk nongkrong, aku berangkat. Disana kawan-kawan lain sudah memegang rokoknya masing-masing dan segelas kopi didepan mereka. Bagai anak indie, kalimat manis mulai terucap dariku.
Kopi pahit yang didepanmu tak sepahit jenuhku menunggu.
Mereka tertawa dan bingung apa yang kutunggu. Sebenarnya aku juga asal mengucap, tak bermaksud menyinggung hal lain. Saat tengah asik bercanda, handphone ku menyala. Kulihat ada notifikasi muncul di layar utama. Iya, itu dari sang kupu-kupu.
Kawanku bertanya siapa ia, aku tak menjawab. Dengan celetukan serius salah satu kawanku berkataÂ