Malam itu, saya benar-benar apes. Atau sengaja dikerjain, melihat saya hanyalah rakyat kecil, kere. Saya dituduh mencuri handphone (HP). Padahal bukan. Saya menemukan HP itu tergelatak di jalan raya.
Namun, saat telepon pintar itu saya raih, pemilik melihat dari balik jendela mobil BMW yang dikemudi. Dia menghampiri saya dan mengatakan "Pencuri". Sambil merekam menggunakan HP digenggamnya.
"Saya tidak mencuri. Saya menemukan," jawab saya.
Saya dihajar oleh orang sekitar. Beruntung tidak babak belur. Karena ada satu orang yang cepat melerai. Saya lihat orang itu juga kena pukul. Orang mengira bila dialah pelakunya. Padahal tidak ada sama sekali pelaku kriminal dalam peristiwa itu. Saya digelandang ke markas petugas berwajib, dalam kondisi baju kaos robek.
"Mengapa saudara mencuri?," interogasinya.
"Saya tidak mencuri. Tapi menemukan," tegas saya.
"Tapi, saudara terbukti memindahkan barang tanpa seizin pemiliknya dengan cara mengambil,"
"Saya mengambil karena menemukan barangnya di tempat umum. Bukan di dalam rumah,"
"Jika saudara tidak kooperatif, hukuman yang saudara terima semakin lama,"
"Saya tidak takut. Saya hanya takut pada ketidakadilan,"
Si pelapor mengurungkan niatnya menjebloskan saya ke sel tahanan alias mencabut laporan. Itu setelah mendengar pengakuan saya, bila berada dalam kelas sosial bawah. Terlantar, jauh dari keluarga. Keseharian bekerja. Tapi tak menentu. Dan nomaden alias pindah-pindah. Kadang ngamen, jadi kuli bangunan, sesekali jadi mandor. Karena saya memiliki ketegasan dalam mengambil keputusan. Masih beruntung.