RAMAI pemberitaan di media massa atau kabar dari mulut kemulut tentang Danau Lut Tawar yang memakan korban nyawa. Terakhir terdengar kabar tenggelamnya 1 unit perahu (boat) wisata bertepatan dengan hari pertama tahun 2012.
Saat itu warga tumpah ruah di semua lokasi wisata di Danau Lut Tawar. Naas, 1 boat yang ditumpangi puluhan orang terbalik dan 4 orang diantaranya baru berhasil ditemukan keesokan harinya oleh tim penyelam dari Gayo Diving Club (GDC) dan sejumlah penyelam dari Badan SAR Aceh.
Kasus lain, seorang siswa SMP tenggelam di Danau Lut Tawar, Sabtu, 28 September 2009 sore. Anak tersebut ditemukan dalam keadaan meninggal 1 jam setelah tengelam.
Seperti kejadian-kejadian tenggelam sebelumnya, serius tidak serius pembicaraan orang-orang yang berdiam di Tanoh Gayo selalu mengkait-kaitkannya dengan keberadaan “makhluk” yang menghuni danau Lut Tawar bernama “Lembide.”
“Lembide kembali meminta dan memakan korban di Lut Tawar,” demikian yang terdengar dimana-mana sesaat setelah setiap kejadian meninggal karena tenggelam di Danau Lut Tawar.
Kini Lembide mulai jarang disebut orang, mungkin karena sudah jarang terjadi tenggelamnya seseorang di Danau berpenghuni ikan Depik (Rasbora Tawarensis) tersebut. Namun kita coba menggali cerita Lembide yang konon berupa makhluk halus yang suka mengisap darah ini dengan meminta keterangan orang Gayo yang terkait langsung dengan proses evakuasi korban tenggelam di danau yang konon juga dihuni Peteri Ijo (Puteri Duyung-red).
Konon, Peteri Ijo adalah penjelmaan Peteri Bensu yang malu hati teryata menikah dengan saudara kandungnya, Malim Dewa. Peteri Bensu lalu menceburkan diri ke Danau Lut Tawar dan menjelma menjadi Peteri Ijo.
Adalah almarhum Radot yang bernama asli M. Rasyid Ahmad, seorang warga kampung Boom Kecamatan Lut Tawar, penyelam yang biasa dipanggil untuk mencari korban di Lut Tawar, setidaknya ada 14 korban tenggelam sejak 1952-1983.
Radot, tak asing lagi ditelinga warga Gayo, penyelam legendaris, bapak dari enam anak tersebut telah mencatatkan sejarah bagi masyarakat Gayo dengan tinta emas. Khususnya bagi keluarga korban meninggal yang tenggelam di Danau Laut Tawar.
Betapa tidak, Radot menjadi penyelam alami tanpa alat bantu alat selam apapun. Namun dikisahkan, Radot mampu menyelam selama berjam-jam. Kemampuan Radot menyelam memang berwarna “mistis” karena layaknya makhluk amphibi, dapat hidup didarat dan didalam air.
Dengan kelebihan tersebut, Radot telah banyak menolong menemukan kembali jasad korban yang tenggelam di danau. Hampir seluruh korban yang tenggelam di Danau dievakuasi Radot sudah dalam keadaan meninggal.
Dari pengalaman langsung Sadri (37), putra ketiga dan sebagai anak kesayangan karena sering bersama Radot dalam berbagai evakuasi korban, pernah suatu ketika, saat Sadri masih berusia sekitar 12 tahun bersama ayahnya, berperahu persis di tengah danau di kawasan Kelitu dan Ujung Baro, terjadi keanehan.
Perahu mereka terbalik dan seluruh perlengkapan yang ada diperahu tenggelam termasuk sebuah kampak yang dipinjam dari orang lain. Radot merasa bertanggung jawab atas kapak yang merupakan milik orang lain yang dipinjamnya. Radot mencari kapak tersebut ke dasar danau yang diperkirakan berkedalaman lebih 50 meter. Sadri takjub, kapak tersebut berhasil ditemukan kembali oleh ayahnya.
Kisah Radot juga diceritakan sang istri tercintanya, Selamah (72). Menurut Selamah, kelebihan lain dari Radot adalah kemampuannya menangkap ikan tanpa alat sama sekali dan yang paling luar biasa adalah tangkapannya berupa ikan denung (sidat) selebar dan sepanjang papan yang beredar di pasaran (0,25 x 4 m) di kawasan Otong-Otong Kelitu. Ikan-ikan tangkapan Radot karena kelebihannya tidak pernah dijual, tapi hanya dikonsumsi sendiri dan dibagikan pada tetangga, ungkap Selamah.
Tak hanya di Lut Tawar, bahkan di laut lepas, Radot mampu menyelam dengan baik, cerita Selamah. Ditahun 1991 pernah diminta mencari sepucuk pistol milik Wakapolres Aceh Timur yang jatuh diperaian laut Aceh Timur. Pistol tersebut berhasil ditemukan, pemiliknya sangat berterima kasih dan berhutang jasa terhadap Radot sampai-sampai setelah meninggal dunia wakapolres tersebut mengirimkan batu nisan untuk makam almarhum Radot.
Setelah mengabdi untuk masyarakat atas kelebihan yang diberikan Sang Penguasa Alam kepada Radot dengan kemampuan menyelam lebih lama dari manusia biasa. Penyelam legendaris yang dilahirkan di kampung Jongok Kebayakan tahun 1921 meninggal dunia karena sakit kanker hati di bulan Oktober 1997.
Pihak keluarganya tidak ingat lagi kapan Radot mulai menyelam. Tapi setidaknya selama tidak kurang dari 30 tahun menyelam menentang bahaya di kedalaman danau Lut Tawar mencari sosok korban tenggelam di danau yang masih penuh misteri baik sisi ilmiah maupun mistisnya. Dan dari 14 orang korban yang pernah dicari radot jasadnya, delapan korban merupakan anak-anak.
Di era selanjutnya hingga tahun 2005 tercatat ada tiga orang korban meninggal tenggelam di Lut Tawar. Tentu bukan Radot lagi yang mengevakuasinya. Anak-anak Radot, Mitra, Hazarul Aswadi dan Sadri, terpanggil penuhi tugas yang biasa diemban ayahnya. Walau ketiganya tak mewarisi kelebihan ayahnya, bisa menyelam tanpa alat selam.
“Lembide” Sang Penunggu Lut Tawar
Lalu apa yang pernah dikatakan Radot kepada orang-orang terdekatnya terkait “Lembide” ? Makhluk yang oleh sebagian orang dianggap sebagai penunggu Danau Lut Tawar yang kerap meminta korban nyawa manusia, bahkan setiap tahun.
Berdasarkan cerita rakyat yang beredar di Gayo, “Lembide” adalah sejenis mahluk air yang kerap meminta korban nyawa manusia, bentuk rupa Lembide ini biasanya menyerupai “alas” (tikar) yang saat beraksi menggulung korbannya kemudian menghisap darah korbannya melalui bagian diantara dua jari kaki, bisanya jempol yang ditandai dengan adanya lubang seperti bekas gigitan.
Bila ada kejadian orang tenggelam di Danau dan meninggal saat ditemukan, maka masyarakat Aceh Tengah umumnya selalu menyebut ipangan, i ketni Lembide (dimakan, digigit Lembide). Orang-orang tua dulu selalu mengingatkan anak-anak yang mandi di Danau dengan mengamanahkan “inget ipangan lembide” (awas dimakan Lembide).
Kisah Lembide yang menjadi misteri dan dongeng di Danau Lut Tawar, pernah diceritakan istri Radot, Selamah. Menurut keterangan Selamah, suatu ketika saat berada di kawasan Sintep Kelitu bersama suaminya, Radot menunjuk ketengah danau dimana terlihat bentuk gelombang kecil tunggal yang menepi kepinggir danau. Gelombang kecil itu mirip alas kertan (tikar tradisional Gayo) berwarna kuning dengan ukuran sekitar 1,5 x 4 meter. Menurut Radot kepada Selamah, itulah sosok Lembide.
Lebih lanjut dipaparkan Selamah yang didampingi anak ketiganya, Sadri, dirumahnya Desember 2008 silam di kawasan Boom Takengon Kecamatan Lut Tawar, seluruh korban tenggelam di Danau Lut Tawar saat ditemukan Radot, semuanya sudah meninggal dunia.
Beberapa keanehan sering terjadi, sang korban biasanya bukan penduduk sekitar danau Lut Tawar alias pendatang. Beberapa bagian tubuh korban biru seperti kehilangan darah, dan sebagian besar korban memiliki luka kecil dibagian pangkal jari jempol kaki seperti luka bekas gigitan lintah.
Kepada anak kesayangannya Sadri, Radot juga pernah bercerita bahwa dalam sebuah mimpi, Radot merasa sedang berenang di danau dan bertemu makhluk mengerikan berwujud lintah sebesar manusia dan mempunyai banyak mulut dibagian muka mirip mulut lintah. Wallahu a’lam bisshawab.
Kejadian korban tenggelam terkadang tak masuk akal karena tenggelam diair dangkal. Dari waktu kejadian, biasanya saat menjelang hari meugang Idul Fitri dan Idul Adha. Almarhum Radot, kata Selamah sering mengingatkan kepada masyarakat untuk berhati-hati pada saat itu bila melancong atau mengadakan kegiatan lainnya di danau Lut Tawar.
Selanjutnya terkait Lembide, apa kata Munawardi, salah seorang sosok penyelam yang biasa menyelam di danau Laut Tawar sejak tahun 2006. Bahkan juga sudah pernah melakukan evakuasi ditengah malam terhadap dua orang korban tenggelam di danau Laut Tawar di waktu dan tempat yang berbeda. Pertama di kawasan Mendale Kecamatan Kebayakan dan kedua di Toweren kecamatan Lut Tawar.
Tentang keberadaan Lembide di Lut Tawar, dikatakan Munawardi, dirinya tidak percaya dengan hal-hal mistis. Menurutnya, Danau Lut Tawar adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada masyarakat Aceh Tengah khususnya, karena dengan eksistensinya sejak dari dulu masyarakat sekitar Danau Lut Tawar dapat mengais rezeki dari danau tersebut.
Pun jika ada kasus tenggelam di Lut Tawar, menurut Munawardi kemungkinan besar karena korban kurang atau tak mahir berenang. Kemungkinan lain, korban mengalami kram atau kaku otot saat bersentuhan dengan air danau yang dingin sehingga tidak bisa menyelamatkan diri dengan berenang.
Menurut Munawardi, semua itu bisa dikatakan sebagai legenda dan cerita rakyat belaka, benar atau tidaknya kita tidak bisa buktikan, Munawardi sendiri sering menyelam di Danau Lut Tawar dan belum pernah menemukan hal-hal aneh dan janggal. Namun sebagai umat muslim yang beriman kepada yang ghaib kita wajib percaya setiap tempat ada makhluk Allah termasuk Jin yang mendiami lembah dan lautan, tetapi tidak membesar-besarkan mitos dan cerita rakyat apalagi sampai kepada perbuatan syirik. Walaupun sudah sering menyelam di Danau Lut Tawar tetapi tidak semua wilayah Danau Lut Tawar terselami, karena banyak alasannya, diantaranya sulitnya medan dan terbatasnya peralatan dan hal-hal lainnya.
Dijelaskan, pada dasarnya semua titik perairan pada Danau Lut Tawar bisa dimasuki untuk diselami atau berenang namun khusus untuk orang yang tidak bisa berenang sebaiknya tidak berenang pada perairan yang melebihi kedalaman satu meter, wilayah danau yang memiliki pantai dan tidak banyak berlumpur lebih baik untuk tempat berenang karena secara geologis danau Lut Tawar merupakan danau Vulkanis yaitu danau yang terbentuk akibat letusan gunung berapi salah satu cirinya adalah memiliki perairan yang dalam. Menurut data dari Wikipedia tahun 2008 kedalaman maksimum danau Lut Tawar sampai dengan 80 meter sementara kedalaman rata-rata 51,15 meter (Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah).
Atas dasar pengamatan Munawardi, bagian tepi Danau Lut Tawar banyak yang tidak memiliki pantai atau alias terjal, dan ada juga yang memiliki bidang pantai yang sempit dengan kemiringan yang curam, untuk daerah seperti ini sebaiknya jangan dimasuki untuk berenang apalagi bagi pendatang yang belum mengenal lingkungan dan kondisi Danau Lut Tawar.
Disamping itu, disarankan Munawardi, agar berhati-hati diwilayah yang memiliki pantai yang cukup landai dan dianggap cukup aman untuk berenang masih rawan sebagai penyebab kecelakaan tenggelam, karena banyak lumpur yang tidak tentu berapa kedalamanannya. Wilayah yang banyak lumpur biasanya ditandai dengan banyaknya tumbuhan air seperti rumput air (Gayo : Sepot. Latin : Hydrilla verticilata), tumbuhan ini biasanya terdapat di kedalaman seperempat meter sampai dengan kedalaman enam meter, hal ini karena pengaruh sifat tumbuhan yang biasa melakukan fotosintesis dengan bantuan sinar matahari.
Munawardi dengan GDC-nya, Ambil Alih Peran Radot
Hingga tahun 2006, Radot sudah belasan tahun tiada, usaha pencarian korban tenggelam di Lut Tawar tidak pernah memakai alat modern sampai saat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi NAD menetapkan Kabupaten Aceh Tengah sebagai tuan rumah PORDA X barulah perlengkapan selam modern dikenalkan secara luas di Danau Lut Tawar.
Sejak saat itu bermunculan atlit-atlit selam di Aceh Tengah, salah satunya Munawardi, S.St.Pi yang muncul sebagai salah seorang atlit sekaligus pelatih di Pengurus Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI) Aceh Tengah.
Belakangan, Munawardi dan adiknya Mude Angkasa, serta rekan-rekannya Usmar Effendi, Putra dan lain-lain kerap dipanggil untuk melakukan penyelaman dengan ditemani ketiga bersaudara anak-anak Radot untuk mencari korban tenggelam atau keperluan lainnya di Lut Tawar. Pada bulan Februari 2008, mereka kemudian membentuk sebuah klub selam dengan nama Gayo Diving Club (GDC) dengan kini ditahun 2012 sudah puluhan anggota yang bergabung.
Dalam melakukan tugasnya menyelam, Munawardi tak punya kelebihan seperti Radot, Munawardi harus memakai alat selam moderen. Akan tetapi dari 2 misi penyelaman mencari korban tenggelam di Lut Tawar, Munawardi melakukannya pada tengah malam hari, yang tentu sangat langka mencari sosok orang yang mau dan mampu menempuh resiko menyelam di kegelapan dan dinginnya air Lut Tawar yang katanya berpenghuni Lembide.
Upaya pencarian korban tenggelam yang dilakukan Munawardi panggilan Munawardi, semata-mata panggilan jiwa dan hanya untuk menolong orang, itu saja. “Tugas menolong atau mengevakuasi korban tenggelam dilakukan karena kewajiban moral bagi saya. Kalau saya diminta mengevakuasi korban, dengan sukarela akan membantu sebisanya tanpa pamrih apapun terutama dari pihak keluarga korban”, kata Munawardi yang juga aktif bersepeda gunung (MTB) ini.
Dia belajar renang dan selam sudah sejak dari kecil, namun Munawardi belajar teknik menyelam yang sebenarnya yang menggunakan peralatan SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Aparatus) semenjak mengikuti kursus selam ketika masih kuliah di Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta dan ikut bergabung di Barracuda Diving Club STP Jakarta. Munawardi kemudian memiliki sertifikat selam Star One (A1) Indonesian Subaquatic Sport Association (ISSA).
Untuk pertama kali melakukan pencarian terhadap korban tenggelam dan berhasil ditemukan di danau Lut Tawar dilakoni Munawardi beserta Mude Angkasa dan Usmar Effendi pada 8 Juni 2008 di kawasan Kala Toweren Desa Toweren Toa Kecamatan Lut Tawar. Mereka menyelam pada malam hari.
Dan untuk mengurangi kesan mistis danau Lut Tawar yang katanya tiap tahun meminta korban, secara teknis GDC terus mengkampanyekan perlunya menguasai olahraga renang. Setidaknya 3 kali dalam seminggu puluhan anak-anak muda anggota club tersebut secara rutin melakukan latihan berenang dan menyelam di sejumlah lokasi di Danau Lut Tawar.
Dalam mengkampanyekan penyelamatan kelestarian Danau Lut Tawar, GDC juga melakukan aksi penanaman pohon dan yang agak menjadi kejutan bagi warga Tanoh Gayo adalah saat puluhan anggota GDC melakukan renang melintasi (Swim Crossing) di Danau Lut Tawar bertepatan dengan hari air sedunia (World Water Day) tahun 2010 silam. Mereka berenang sejauh 4 kilometer dari selatan hingga utara Danau tersebut.
Tahun 2012 ini, dalam menyambut Festival Danau Lut Tawar 2013, sebuah even sepanjang tahun yang digelar Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah untuk mendorong perkembangan wisata Danau Lut Tawar, di bulan Oktober 2012 GDC kembali akan menggelar Swim Crossing dari sisi timur hingga barat danau Lut Tawar sejauh 17 kilometer.
Kegiatan ini direncanakan akan dirangkai dengan melakukan penyelaman ke dasar danau untuk memungut sampah-sampah anorganik seperti plastik sampah rumah tangga serta jaring-jaring (Doran:Gayo-red) milik nelayan yang menjadi Ghost Net pembunuh ikan-ikan danau tanpa dikonsumsi oleh manusia. (Khalisuddin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H