[caption id="attachment_202724" align="alignleft" width="300" caption="Dememir (Foto : Win Ruhdi Bathin)"][/caption]
DEMEMIR, tak asing di telinga dan lidah Urang Gayo. tumbuhan ini sejenis jamur yang tumbuh di kayu yang membusuk dan lembab, agak terlindung dari sinar matahari.
Merujuk kepada beberapa sumber, Dedemir tidak lain adalah jamur kuping (Auricularia auricula). Memiliki khasiat untuk penyakit yang timbul sejalan dengan pertambahan usia. Penyakit-penyakit seperti stroke, darah tinggi, kolesterol, kanker maupun penyakit jantung yang lain dapat diatasi dengan mengkonsumsi Dememir.
Selain itu juga untuk memperlancar peredaran darah dan lendirnya dipercaya sebagai penangkal racun setelah melalui proses pemanasan.
Di Gayo, biasa dijadikan sebagai makanan menjadi sayur masam jing (asam pedas, nama masakan khas Gayo) atau di sambal. Dememir muda biasanya seperti berlendir dan seiring waktu pertumbuhannya berubah menjadi kering dan mengecil sekaligus mengeras.
Warnanya coklat tua dan cenderung kehitaman. Belum pernah dikabarkan dibudidayakan oleh masyarakat di Gayo, padahal peluang bisnisnya sangat menjanjikan. Di pasar tradisional di Takengon seperti di Pasar Pagi jalan Peteri Ijo, pasar Bale Atu dan pasar Inpres biasa dijual dengan harga antara Rp.10 ribu hingga Rp.15 ribu perkatoknya.
Harga ini terbilang mahal dibanding sekitar setahun lalu yang hanya Rp.5 ribu – Rp.6 ribu perkatoknya. (4 katok = 1 bambu).
Tidak terlalu sulit mendapatkan Dememir di ketiga pasar tersebut. Ingin mendapatkan Dedemir, bergegaslah lebih pagi ke Pasar Peteri Ijo, ya sekitar pukul 06.00 Wib atau lebih awal. Jika agak siangan, kemungkinan sudah habis.
Umumnya keluarga Urang Gayo suka Dedemir, terutama jika disambal dengan ikan Depik atau ikan Teri (Karing-red).
Selain Dedemir, tumbuhan sejenis ada juga yang disebut Tutit. Biasa tumbuh di kayu yang sudah mati atau tumbang namun tidak dalam keadaan lembab. Tutit juga digemari Urang Gayo, namun Tutit tidak pernah di sambal orang. Hanya di bumbui Asam Jing.
Tutit berwarna putih keabu-abuan dan jauh lebih liat ketimbang Dedemir. Karena liat, di Gayo kerap menjadi perumpamaan bagi orang yang pelit dengan sebutan “Ucit lagu Tutit Liet”, Pelit seperti Tutit Liat. (Khalisuddin)