Mohon tunggu...
Khalis Rista Wibowo
Khalis Rista Wibowo Mohon Tunggu... Administrasi - Analis Anggaran

Berpikir Sebelum Bertindak

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gedung Laterio Perspektif Anggaran

4 April 2022   22:30 Diperbarui: 4 April 2022   22:37 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

       Tonggak awal wajah baru riset kelautan sudah tiba. Hal ini ditandai dengan diresmikannya Gedung Laterio oleh Kepala BRIN, Dr. Laksana Tri Handoko, M.Sc, pada hari Selasa, 22 Februari 2022. Dikutip dari situs resmi BRIN, Handoko mengungkapkan, terkait infrastruktur riset, Laterio merupakan perwujudan atas kebijakan open laboratory yang diusung oleh BRIN. Perwujudan kebijakan tersebut menyasar salah satu platform penelitian global. Platform penelitian global yang dimaksud ialah digital green and blue economy.

       Adanya gedung Laterio ini bukan merupakan proyek mercu suar  belaka. Dikutip dari situs resmi BRIN, Laterio jika diibaratkan sebagai ASN, memiliki tugas sebagai regional hub riset kelautan. Tidak hanya itu, Laterio juga bisa bertindak sebagai walidata nasional untuk ekosistem terumbu karang dan lamun. Dalam sudut pandang BRIN, Laterio berperan sebagai hub bagi platform E-Layanan Sains BRIN Kawasan Ancol.

     Untuk mewujudkan tugas dan peran tersebut, Laterio dilengkapi dengan beberapa item. Item tersebut bisa berupa peralatan, ruangan laboratorium, dan instrumentasi. Ruangan laboratorium yang ada dalam Gedung Laterio berupa Laboratorium Instrumentasi Terpadu dan empat belas laboratorium preparasi. Untuk peralatan, Gedung Laterio dilengkapi dengan trinocular stereo microscope, automated digital microscope, trinocular compound microscope with phase contrast, dan fluorescence microscope. Beberapa instrumentasi yang ada pada Gedung Laterio antara lain fluorescence imaging system, nductively coupled plasma -- optical emission spectrometer, mercury analyzer, graphite furnace atomic absorption spectrometer, fourier transform infrared spectrometer, gas chromatography--mass spectrometry, autoanalyze and  microbalance, raman spectrometer, scanning electron microscope, total organic content analyzer, particle size analyzer, colony counter, microplate spectrophotometer, dan accelerated solvent extractor. Mendengar nama -- nama item yang berupa laboratorium, instrumentasi, dan peralatannya saja membuat kita berdecak kagum. Mengingat konsep yang diusung oleh Laterio ialah open laboratory dan coworking space, maka segala fasilitas yang ada di dalamnya boleh digunakan oleh para periset, akademisi, mahasiswa dari seluruh Indonesia secara berkelanjutan. Dengan berbagai fasilitas yang boleh dibilang berkualitas, Laterio wajib menjadi 'wadah' bagi pelaksana kegiatan riset untuk mewujudkan kegiatan riset kelautan mereka

       Jika dalam beberapa paragraf, kita fokus ke Gedung Laterio secara umum. Setelah ini, kita fokuskan pada anggaran yang disediakan untuk Gedung Laterio. Fokus yang paling utama dalam penganggaran Gedung Laterio ini berkaitan dengan perencanaan. Mengapa ? Karena pada kenyatannya, anggaran yang dibelanjakan bahkan melebihi pagu anggaran yang disediakan. Kita sudah mengenal seluk beluk Gedung Laterio dari A sampai Z. Sampai saat ini, belum ada laporan dari BPK RI mengenai Gedung Laterio. Namun, Gedung Laterio seakan menyimpan hal -- hal yang menjadi masalah jika hal -- hal tersebut tidak segera ditelusuri dan dievaluasi. Dalam tulisan ini, penulis akan memfokuskan pada dana yang dianggarkan untuk membiayai pembangunan gedung ini.

       Berbicara tentang pendanaan untuk pembangunan Gedung Laterio, tidak akan terlepas dari COREMAP -- CTI. Gedung Laterio dalam perspektif COREMAP -- CTI merupakan salah satu indikator dari target dan volume komponen. Perlu diketahui, COREMAP -- CTI ini merupakan tahap ketiga dari COREMAP dan mulai berjalan sejak 2014. Pendanaan  untuk pembangunan gedung Laterio akan terasa benar  jika sudut pandang yang dipakai ialah COREMAP - CTI. Hal tersebut bukan suatu kesalahan.  Dari segi komposisi pendanaan yang dipakai, COREMAP (tidak hanya untuk COREMAP -- CTI), 100 % menggunakan Pinjaman Luar Negeri Bank Dunia. Ketahuilah bahwa Gedung Laterio merupakan salah satu dari belanja modal yang pendanaannya memakai Pinjaman Luar Negeri Bank Dunia.

       Timbul pertanyaan kenapa harus seutuhnya pinjam dari luar negeri. Pertanyaan tersebut menghasilkan pertanyaan kenapa pemerintah juga seakan -- akan hanya memberikan seporsi kecil dalam hal yang berhubungan dengan penelitian. Hal ini bisa diterangkan dengan menggunakan tiga sudut pandang, yakni anggaran, etika, dan riset Dalam kacamata anggaran, menggunakan pinjaman, entah itu luar negeri maupun dalam negeri merupakan hal yang tidak terlarang. Poin yang menjadi perhatian dalam hal tersebut ialah bagaimana cara melunasinya. Jika menggunakan kacamata etika, penggunaan dana pinjaman luar negeri merupakan cerminan bahwa pemerintah seakan -- akan (jika tidak ingin dikatakan acuh) menganaktirikan suatu bidang. Jika menggunakan kacamata penelitian, tentunya dana pinjaman, entah darimana asalnya, menjadi hal yang memang harus ada. Porsi pendanaan APBN atau Rupiah Murni untuk  bidang riset memang hanya sekitar 10 %. Hal ini mengingat tingkat keberhasilan riset secara keseluruhan hanya berkisar 20 %.

       Dalam penganggaran secara umum, dana yang ada idealnya digunakan secara efisien dan efektif. Dalam kasus COREMAP CTI Gedung Laterio, efektifitas penggunaan dana akan mengacu minimal pada perjanjian antar pihak yang terlibat dalam COREMAP -- CTI. Dalam efisiensi dana, hal tersebut tercermin pada proses HPS dan pengadaan jasa konstruksi pembangunan Gedung Laterio. Bila tidak ada arahan dari Kepala BRIN tentang fasilitas riset terbuka, bisa jadi Gedung Laterio ini cuma sebongkah gedung. Lebih lengkapnya sebongkah gedung yang dibangun demi mencapai suatu kinerja yang telah ditetapkan dalam suatu perjanjian.

       Berapa jumlah dana yang dianggarkan menjadi perhatian utama. Pagu anggaran untuk pembangungan Gedung Laterio ialah Rp 22.994.085.000, dan sudah termasuk Laboratorium Instrumentasi Terpadu dan empat belas laboratorium preparasi. Namun, pagu tersebut belum termasuk Rp 242.790.000 yang digunakan dalam membayar jasa konsultasi perencanaan DED dan UKL-UPL.  Untuk peralatan laboratorium dan instrumentasi, pagu anggarannya sekitar  Rp 28.671.793.000. Secara keseluruhan, total pagu anggaran untuk Gedung Laterio ini ialah Rp 69.762.086.000. Sampai di sini memang, angka -- angka tersebut tidak menjadi masalah, terutama untuk pagu utama.

       Hal yang dapat disimpulkan ialah bahwa Gedung Laterio tidak menimbulkan (sampai saat ini) masalah dalam hal penganggaran. Penganggaran untuk pembangunan Laterio dilakukan secara efektif dan efisien. Dana seluruhnya menggunakan Pinjaman dari Bank Dunia.  Terlibatnya Bank Dunia dalam pembangunan Gedung Laterio karena gedung tersebut merupakan salah satu indikator dari target yang akan dicapai oleh COREMAP-CTI yang mana untuk pendanaannya melibatkan Bank Dunia.

        Adanya Gedung Laterio diharapkan menjadi tonggak baru wajah riset kelautan di Indonesia. Berbagai peralatan, ruangan laboratorium, dan instrumen menjadi bukti bahwa Laterio bisa diandalkan dalam kegiatan riset kelautan. Harapan kita ialah bahwa Gedung Laterio bukan sekadar proyek mercu suar atau apa pun itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun