Pemuda berdarah biru kelahiran Dolopo, Madiun, 15 Juni 1897, yaitu Abikoesno Tjokrosoejoso. Beliau merupakan cucu dari Bupati Ponorogo R.M. Adipati Tjokronegoro, trah Kyai Ageng Hasan Besari. Karena diberkati dengan peruntungan darahnya Abikoesno dapat bersekolah di salah satu sekolah termasyur, yaitu Koningin Emma School pada jurusan arsitektur. Briliansi sang pejuang sebagai insinyur dibuktikan dengan Abikoesno dinobatkan menjadi insinyur bangunan otodidak lokal pertama yang berhasil lulus mendapat izin praktik sebagai arsitek melalui ujian BOW. Selain karirnya sebagai insinyur, Abikoesno mengikuti jejak kakaknya menjadi aktivisme kemerdekaan. melalui majalah mingguan Sri Jayabaya, kritik pedas terhadap Belanda Ia publikasi dengan berani.Â
 Pada 17 Desember 1934 adanya kabar duka dengan berpulangnya H.O.S Tjokroaminoto (pemimpin pertama sarekat islam), hal ini menyebabkan jabatannya sebagai pemimpin PSII (Partai Serekat Islam Indonesia) diwariskan kepada Abikoesno. Pada saat itulah mulai terlihat keseriusan Abikoesno berkecimpung di dunia politik. Hal tersebut Beliau lakukan tanpa melupakan kemahirannya di bidang perancangan dan pembangunan, selama tahun 1930-an Abikoesno menjadi salah satu anggota pendiri GAPI (Gabungan Politik Indonesia) sambil merancang salah satu karya terbaiknya, yaitu Masjid Asy-Syuro di Kampung Cipari, Desa Sukarasa, Kecamatan Wanaraja Garut.
  Remy Maninier dalam Partai Masjumi: Antara Godaan Demokrasi & Islam Integral (2013), menuliskan tak lama setelah berkuasa Jepang memulai Gerakan Tiga A (pemimpin, pelindung, dan cahaya Asia), demi menarik simpati bangsa Indonesia, salah satu subseksi Islam yang mereka buat dinamakan Persiapan Persatuan Umat Islam yang diketuai oleh Abikoesno. Pada tulisan Suratmin, Abikoesno dengan kemampuan arsitekturnya ditunjuk menanggungjawabi beberapa proyek, salah satunya adalah perbaikan Istana Merdeka, terletak di Jalan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat dan menghadap ke Taman Monumen Nasional.
  Dilandasi dengan kuatnya keinginan untuk merdeka serta keadaan Jepang yang terdesak sekutu (penyebabnya terjadi pengeboman yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki) perlu menarik simpati masyarakat Indonesia, akhirnya mereka menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia. Bertepatan pada 29 April 1945 mereka mengarahkan untuk membuat Dokuritsu Junbi Cosakai atau yang lebih dikenal sebagai BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia). Abikoesno terdaftar menjadi salah satu dari 62 anggota badan tersebut. Komitmen Abikoesno pada organisasi tersebut dibuktikan dengan adanya partisipasi beliau sebagai anggota Panitia Sembilan, yakni pada 1 Juni 1945, yang mana menghasilkan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Bahkan, saat pembahasan sumpah presiden, Ialah yang menjadi penggagas pertama sumpah presiden. Sebab jerih payahnya bersama seluruh rakyat NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) pada 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berhasil dilaksanakan.Â
  Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Abikoesno aktif mengambil perannya di bidang politik. 19 Agustus 1945, Beliau dilantik Soekarno sebagai Menteri Perhubungan Republik Indonesia (Menhub RI) pertama, jabatan tersebut ditekuninya melalui 2 periode. Pada periode pertama tugasnya lumayan berat saat itu, yakni membangun sarana transportasi antardaerah. Walau begitu, dengan kedisiplinan dan kepintarannya sebagai insinyur, Abikoesno berhasil membangun jalur kereta api Jakarta-Merak, yang sampai sekarang terus digunakan walau telah melalui berbagai penyempurnaan.Â
  Harry A. Poeze dalam Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia (2008), mereka tidak puas dengan lambannya diplomasi yang dilakukan oleh Perdana Menteri Indonesia saat itu, Sutan Sjahrir. Perselisihan antara pemerintah parlementer dengan Persatuan Perjuangan berujung fatal dengan adanya percobaan kudeta pada 3 Juli 1946. Organisasi tersebut dibubarkan dan tokoh utamanya seperti M. Yamin, Buntaran, Ahmad Subardjo, Iwa Kusuma Sumantri, Tan Malaka, beserta Abikoesno ditangkap. penahanan mereka berlangsung secara berpindah dari Tawangmangu, Ponorogo, lalu ke Madiun. Tragedi ini berakhir dengan grasi dan para pejuang dibebaskan pada 17 Agustus 1948.Â
  Peran terakhir Abikoesno pada politik nasional adalah 1953-1955, dengan kembalinya dipercayakan jabatan Menteri Perhubungan kepada Abikoesno. Namun, bertepatan pada 19 November 1954 ia mengundurkan diri, Ia mengakui hal ini disebabkan oleh kesibukannya dalam PSII dan ingin kembali menekuni karir arsitekturnya. Peran dan perjuangannya untuk memajukan bangsa Indonesia berakhir bersama dengan bertutup usianya pada, Surabaya, 11 November 1968. Wafatnya pahlawan nasional tersebut disebabkan oleh penyakit darah tinggi, Abikoesno Tjokrosoejoso dimakamkan secara kenegaraan di TMP Surabaya.Â
 Â
  Tokoh Abikoesno Tjokrosoejoso merupakan salah satu contoh nyata hebatnya tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan jenius pada bidang pendidikan serta politik yang menerapkan segala ilmunya untuk memajukan Indonesia. Dengan demikian, beliau merupakan suri tauladan sempurna bagi pelajar Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H