Mayoritas negara-negara di Asia dan Afrika mengemukakan bahwa mereka bukanlah pihak-pihak yang membuat ketentuan hukum internasional, hukum yang berlaku pada negara mereka biasanya adalah hasil ratifikasi atau peninggalan hukum pihak penjajah oleh karena nya negara dalam lingkup Asia dan Afrika yang dalam sejarahnya menjadi wilayah koloni seringkali mengeluarkan sentimen negatif terhadap hukum-hukum yang berlaku didunia karena menanggap hukum tersebut merupakan bentuk legitimasi dan pengaruh bangsa penjajah.
Pada masa orde lama hal tersebut terjadi pula pada Indonesia dan hukum internasional pada masa itu, Indonesia mempercayai bahwa hukum internasional adalah alat hukum yang menunjang kepentingan-kepentingan barat. ini terjadi karena pada masa orde lama sentimen nasionalisme dan gerakan anti kolonialisme sangat santer di seluruh Indonesia. contohnya adalah pada tahun 1956 indonesia memutuskan untuk berhenti patuh kepada hasil dari konferensi meja bundar (KMB). selanjutnya sikap Indonesia dianggap melanggar perjanjian internasional dan melanggar asas pactavsunt servanda namun indonesia menyanggah dengan menyebut terjadi perubahan fundamental pada sistem dan hirearki negara maka hal itu sesuai dengan asas rebus si stantbius dalam hukum internasional.
Selanjutnya pada deklarasi Djuanda yang diundangkan menjadi UU No.4 PRP 1960 Indonesia dianggap melanggar hukum kebiasaan internasional mengenai batas batas wilayah laut sebuah negara namun pada hukum kebiasaan internasional tersebut Indonesia merasa dirugikan karna jika mengikuti nya akan ada wilayah perairan internasonal ditengah tengah perairan milik Indonesia dikarenakan bentuk negara Indonesia yang berupa pulau-pulau, selanjutnya pada bab IV konvensi hukum laut PBB 1982 baru dijelaskan lebih rinci mengenai batas-batas laut untuk negara kepulauan khusus.
Pada tahun 1958, Indonesia mengeluarkan PP No.23 Tahun 1958 yang menasionalisasikan semua bentuk usaha atau perusahaan Belanda yang ada di Indonesia, pada saat itu di depan dunia internasional Indonesia dianggap telah melanggar Hak-hak warga asing yang salah satunya adalah hak untuk memiliki properti namun, pada pengadilan Bremen Indonesia mengatakan bahwa hal itu merupakan hak Indonesia sebagai negara yang berdaulat yang mempunyai program perubahan struktur ekonomi kolonialis menjadi ekonomi nasional.
Tahun 20 Januari 1965 Indonesia menyatakan mundur dari PBB karna merasakan adanya ketidakseimbangan kekuatan pada tubuh PBB yang mana pada saat itu terjadi perang dingin dan di PBB mayoritas pemilik kekuatan adalah blok barat, sesungguhnya sikap Indonesia ini tidaklah bermaksud memusuhi blok barat tetapi Indonesia mencari keseimbangan dalam suatu forum internasional karena hal yang Indonesia sadari dalam perang dingin antara blok barat dan timur adalah negara-negara berkembang selalu menjadi korban dalam konflik yang berlangsung.Â
Sikap Indonesia terhadap hukum internasional selama Orde Lama mencerminkan semangat kemerdekaan, anti-imperialisme, dan keinginan untuk berperan aktif dalam diplomasi internasional. Bagaimanapun, setiap analisis harus mempertimbangkan bahwa sikap ini berkembang dalam konteks politik dan sejarah regional dan global pada masanya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H