Ketika komunitas blogger berkumpul, pernahkah menelisiki kesamaan mereka? Meskipun asal daerah, hobi, usia, pekerjaan, dan status mereka bermacam-macam, keberagaman itu diikat oleh—paling tidak—dua hal: menulis dan IT. Mungkin mereka semua bukanlah penulis (dalam pengertian yang sempit), bukan pula pakar IT. Tetapi, mereka sama-sama punya motivasi, ketertarikan, minat, dan usaha yang kuat untuk menjadi penulis dan bisa memanfaatkan IT. Dua hal ini tidak bisa dilepaskan dari jiwa seorang blogger. Itulah modal utama mereka bernarsis ria untuk mendapatkan personal branded melalui kegiatan yang disebut nge-blog.
Kedua modal tersebut di atas sangatlah mendasar. Apa yang terjadi bila seorang blogger hanya menguasai salah satu dari keduanya?! Menguasai teknolgi, tetapi tidak cukup terampil menuangkan gagasan, pikiran, dan ide ke dalam kalimat, bisa menjadikan blog yang didirikan sebatas ruang-ruang kosong tak berpenghuni. Sebaliknya, terampil menulis, tetapi tidak diimbangi dengan penguasaan teknologi, menjadikan pikiran, ide, dan gagasan terpenjara di atas kertas dan dalam ruang pribadi, alias tidak bisa dishare kepada khalayak. Blogger yang baik pastilah memenuhi kedua kualifikasi tersebut.
Nge-blog bukanlah kegiatan sekadar mengisi waktu luang, apalagi untuk mengalihkan perhatian dari persoalan hidup. Jika dikelola secara apik, sungguh-sungguh, dan konsisten, nge-blog bisa mendatangkan profit. Hal ini telah banyak dibuktikan oleh para blogger yang istiqamah. Dengan nge-blog, mereka bisa gratis jalan-jalan ke luar negeri. Selain itu, tulisan-tulisan dalam blog bisa dipublikasikan dalam bentuk buku, kemudian pundi-pundi rupiah dari royaltinya mengalir ke rekening pribadi. Pengakuan itu aku dengar langsung dalam dua pelatihan blog yang disponsori dua operator telekomunikasi ternama di Indonesia, dari mereka yang sudah mengalami. Dua pelatihan itu mengasah kedua modal utama untuk menjadi blogger yang baik.
Pelatihan Pertama:
Dalam pelatihan pertama, Telkomsel mensponsori pelatihan blog bagi para kompasianer. Acara yang berlangsung di XXI Theatre Club ini berlangsung pada hari Sabtu, 29/10/2011 kemarin. Aku beruntung menjadi bagian dari 136 kompasianer yang diberi kesempatan istimewa itu. Pelatihan yang mengusung tema learning by blogging ini menghadirkan tiga pembicara yang luar biasa. Mula-mula, untuk menyemangati pembaca, Kang Iskandar Zulkarnaen menyuguhkan ice breaking yang berhubungan dengan relativisme sudut pandang manusia. Slide demi slide foto yang mengundang multitafsir ditayangkan, kemudian peserta diminta menebak gambar dimaksud sesuai sudut pandang masing-masing. Tampaknya, Kang Is telah menyiapkan ini sebagai pintu masuk ke materi yang disajikan di akhir acara menyangkut etika nge-blog. Sungguh pemaparan yang elegan!
Selanjutnya, Kang Pepih Nugraha membakar antusiasme peserta. Sebagai jurnalis yang berpengalaman, Kang Pepih membidik sisi kepenulisan. Dari sekian banyak jenis tulisan, tampaknya ia lebih memilih share—karena tidak mau disebut mengajarkan—tentang penulisan cerita. Materi kepenulisan yang disuguhkan lebih banyak mengupas tuntas soal plot, penokohan, konflik, krisis, dan sebagainya. Yang paling menarik, ia tidak hanya melontarkan teori-teori yang oleh sebagian besar kita dinilai rumit, tetapi juga memberikan tips-tips yang tidak banyak diketahui, seperti membuat paragraf pembuka, menciptakan konflik, menegaskan karakter tokoh, dan mengakhiri sebuah cerita. Intinya, bagaimana menyusun kalimat yang tidak kaku dan beku. Beberapa contoh tulisan ia tampilkan untuk memberikan kepuasan kepada para peserta. Di akhir sesi, Kang Pepih membuka ajang kompetisi bagi para peserta untuk membuat satu tulisan, tentu sesuai materi yang disajikan. Tulisan terpilih berhak mendapatkan satu buah tablet. Fantastis!
Setelah mendapatkan modal kepenulisan dari Kang Pepih, peserta diberi suntikan motivasi oleh seorang penulis novel Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna, Ahmad Fuadi. Novelis yang satu ini berbagi cerita tentang suka duka yang dialami dalam proses menyusun buku yang sukses gemilang itu. Siapa sangka, Negeri 5 Menara disusun berdasarkan riset masa lalunya, dengan mengumpulkan perca kenangan yang terpendam dalam lembaran-lembaran kertas surat kepada orangtuanya, semenjak ia nyantri di Pondok Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo hingga melanglang buana ke berbagai negara sewaktu mendapatkan beasiswa untuk belajar di sana. Jujur, hati kecilku berteriak, “Harusnya aku yang menulis itu!” Sebab, dengan latar belakang pendidikan pesantren yang sama, membaca Negeri 5 Menara seperti membuka album kenangan pribadiku sendiri. Bukan hanya masa lalu Ahmad Fuadi, novel itu juga cermin kehidupan masa laluku, mungkin juga ratusan bahkan ribuan masyarakat Indonesia yang lainnya. Tetapi, saat gamelan sudah berhenti ditabuh, mana mungkin aku baru akan mulai menari.
___________________________________________
Saat gamelan sudah berhenti ditabuh,
mana mungkin aku baru akan mulai menari?!
___________________________________________
Di akhir acara, Kang Is mengetengahkan etika nge-blog. Dunia maya itu tidak berbatas. Dalam istilah Kang Is, flat. Menurutnya, itulah gambaran Globalisasi 0.3 (zero point three). Dunia yang dulu dinilai sempit, kemudian dibuktikan bulat oleh Colombus, kini kembali menyempit. Sebab, dunia bisa dihadirkan dalam sebuah layar datar berdiameter 14 inch, bahkan lebih kecil lagi. “Karena itu, nge-blog di dunia maya tetap diperlukan aturan main,” pungkas Kang Is.
Pelatihan Kedua:
Tak mau kalah dengan prakarsa Telkomsel, Indosat bersama IGI Bekasi juga menfasilitisai terselenggaranya pelatihan blog. Acara ini berlangsung pada hari Ahad, 30/10/2011 di Islamic Centre Bekasi. Dengan mengusung tema Menjadi Guru Kreatif dengan Memanfaatkan Blog sebagai Media Pembelajaran, acara ini dihadiri para guru dari berbagai sekolah di wilayah Bekasi dan sekitarnya. Tampil sebagai pembicara dalam acara ini: Amril Taufik Gobel (blogger Bekasi yang meraih penghargaan blogger terbaik sedunia), Nunuk (blogger yang juga dosen Fakultas Kedokteran UI), admin blogger Bekasi, dan Wijaya Kusumah—yang lebih akrab disapa Omjay (blogger dan guru TIK Labschool Rawamangun).
Dalam pemaparannya, Omjay menekankan agar para guru kreatif dalam menyampaikan pelajaran. Sebagai contoh, daripada siswa ke warnet untuk main game, lebih baik diberi pekerjaan rumah yang bisa diakses melalui blog sang guru. Berdasarkan pengalamannya, ulangan pun bisa dimediasi oleh blog. Dengan begitu, sekolah tidak perlu menghabiskan berlembar-lembar kertas. Dengan menghemat kertas, itu artinya kita juga menyelamatkan bumi.
Akan tetapi, fakta menunjukkan, tidak semua guru melek teknologi. Juga tidak semua sekolah menyediakan fasilitas komputer, apalagi koneksi internet. Oleh karena itu, kegiatan pelatihan ini dimaksudkan untuk merangsang kreatifitas para guru dalam pemanfaatan teknologi, khususnya blog, sebagai media pembelajaran. “Jangan sampai murid lebih pintar nge-blog dibandingkan gurunya,” seloroh Omjay disambut tawa para peserta.
Melihat rundown acaranya, pelatihan ini lebih menitik-beratkan pada blogging. Setelah mendapatkan pencerahan tentang mengapa guru diharapkan bisa dan punya blog, selanjutnya para peserta dibimbing secara detail untuk membuat blog, mulai dari pembuatan email, account blog, dan membuat tulisan dalam blog hingga mengatur tampilannya. Usai pelatihan, semua peserta bisa dipastikan punya blog. Sebab, jika tidak, berarti tidak bisa mengikuti kompetisinya. Padahal, bagi blog terbaik disediakan satu buah Samsung Galaxi Tab.
***
Dengan mengikuti kedua pelatihan itu, berarti aku telah mengasah dua modal utama untuk menjadi penulis dan blogger seperti Pepih Nugraha, Iskandar Zulkarnaen, Ahmad Fuadi, Amril Taufik Gobel, Ajeng, dan Omjay. Why not?!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H