Berikut sedikit ulasan, mengenai nasib rakyat di tangan para penyelenggara negara yang hanya memupuk keuntungan untuk kantong pribadinya. Jarak antara korupsi kecil dan masyarakat sangat berdekatan, bahkan bisa dikatakan telah "membudaya".Â
Bagi masyarakat, ketika dihadapkan dengan situasi tersebut, cukup untuk menolak tindakan korupsi tersebut, seperti pungli, dan bentuk lainnya yang tidak sesuai dengan prosedural yang ada, masyarakat telah ikut berpartisipasi dalam menekan tindakan moral kronis itu.Â
Bisa dikatakan penegakan hukum terhadap korupsi kecil ini kurang mendapat atensi. Kelemahan lembaga anti-rasuah kitapun karena hanya menindak kerugian yang mencapai di atas 1 milyar, tetapi korupsi yang hanya Rp 2000 tetapi intensitasnya besar itu yang sebenarnya berbahaya.
Dilema bagi rakyat, yakni yang mengurusi tindakan pidana tersebut juga melakukan tindak pidana. Yang mengurusi korupsi juga melakukan korupsi, yang mengurusi peredaran narkoba juga ikut ikut mengedarkan atau menggunakannya, hal ini yang paradoks di negeri ini.Â
Seharusnya citra penyelenggara negara, khususnya dalam penegakan hukum memberikan teladan baik, bukanya menciptakan paradoks, dan juga untuk masyarakat agar lebih peduli, dan tidak berpikir individualistis semata. Ketika ini tidak dibenahi, maka suatu negara akan berada diambang kehancuran. Persoalan ini juga bukan hanya dalam perbaikan sistem penyelenggaraan negara, tetapi dari perspektif sosial-budaya masyarakat.