Mohon tunggu...
Zaenal Khalid
Zaenal Khalid Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Al-Azhar Mesir Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir.\r\n\r\nchange the world with the words, immortalize the science with writing and familiarize myself to write, because there is no talent but a habit.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlukah Merealisasikan "Ganyang Malaysia" (Slogan Politik 1960-an) Sekarang Juga?

5 Januari 2012   02:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:19 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Waduh! Esemka Diejek Suporter Malaysia" sebuah judul berita di Detik.com  (Rabu, 04/01/2012 19:03 WIB) membuat saya  merasakan geram pada antek kolonialisme ini meskipun saya baru membaca judulnya saja. Bagaimana tidak? Sebuah pernyataan sekaligus pelecehan terhadap hasil karya anak bangsa kitayang mereka lontarkan sungguh sangat memancing emosi. "kalau mahu bandingkan Esemka kalian sama Proton kami..please dehh..Lagi2 mahu bandingkna Proton sama TAWON..waduh..bercermin deh. Esemka Mobil low class," tulis Mr F. (Detik.com. Rabu, 04/01/2012 19:03 WIB) begitulah kira-kira ejekan mereka. Jika melihat sejarah, memang sangat masuk akal kenapa begitu bencinya orang indonesia terutama pada jaman presiden soekarno terhadap anggota negara-negara persemakmuran Inggris ini sehingga pada jaman itu presiden soekarno memutuskan hubungan diplomatik dengan malaysia. panasnya hubungan bilateral indonesia-malaysia adalah bukan tanpa sebab, apalagi dikarnakan ras, bisa dikatakan keduanya mempunyai ras cenderung mirip ato sama. Luka lama indonesia akibat ulah malaysia terkait Klaim sepihak pemerintah negeri jiran terhadap Pulau Sipadan-Ligitan, telah menyebabkan Indonesia kehilangan wilayah tersebut. Serta kasus Ambalat yang bermula dari perlakuan pemerintah Malaysia yang memberi konsesi kepada perusahaan minyak Amerika, Shell untuk melakukan eksplorasi di Laut Sulawesi, Malaysia mengklaim blok Ambalat yang berada di perairan Karang Unarang tersebut adalah milik Malaysia, Padahal berdasarkan deklarasi Juanda 1957, pulau tersebut milik Indonesia. Deklarasi Juanda sendiri pada tahun 1959 telah diadopsi oleh PBB ke dalam Konvensi Hukum Laut. Dengan demikian, PBB pun mengakui kepemilikan Indonesia atas pulau itu. Belum lagi banyaknya kasus TKI yang dianiaya serta kasus-kasus lain yang mengusik amarah Bumi pertiwi. Di sisi lain kebaikan indonesia terhadap malaysia seakan hilang tersapu angin. Bagaimana kebaikan indonesia yang memberikan bantuan politik, Pada era Muhathir banyak bantuan Soeharto terhadap malaysia melalui kerja sama politiknya, Suharto mengirimkan ribuan rakyat indonesia ke malaysia untuk menjadi WN Malaysia memperkuat suara melayu terhadap etnis china dan berlaku hingga sekarang. tanpa indonesia suara pribumi dan china berimbang. Belum lagi bantuan untuk memperbaiki SDM dimalaysia. ketika Malaysia berharap agar mengirimkan tenaga profesional asal indonesia dengan mengirimkan Dosen, Ilmuan, dokter dan tenaga profesional lainnya. Selain menarik tenaga pengajar asal indonesia malaysia juga aktif mengirimkan pelajarnya untuk belajar di indonesia, bisa dikatakan Indonesia Adalah Tolak awal pendidikan malaysia. kemudian Pasar Indonesia yang merupakan pasar potensial malaysia untuk produk-produk dalam negerinya.. Berikut kerja sama perdagangan dua negara dan terdapatnya beberapa perusahaan malaysia yang beroperasi di indonesia (CPO) dan bantuan Bahan Pangan (komodity pertanian), Bahan Baku dll, ini sangat membantu perekonomian mereka. "Tak puaskah kalian dengan semua ini" meski pulau kalian ambil, kebaikan kami berikan. Meski warga kami kalian siksa, ilmu kami ajarkan. Berhentilah jadi tukang maling, maling ikan, maling budaya orang, maling pulau atau maling apapun. berhentilah berulah kau maling atau perlukah “Ganyang Malaysia” kami realisasikan sekarang juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun