Mohon tunggu...
Alkhalil Ramadhan
Alkhalil Ramadhan Mohon Tunggu... -

hanya seorang anak 14 tahun yang ingin berbagi informasi dan sekarang bersekolah di boarding school di daerah cikarang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Boarding School

5 Februari 2010   06:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:05 2388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sesungguhnya term boarding school bukan sesuatu yang baru dalam konteks pendidikan di Indonesia. Karena sudah sejak lama lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia menghadirkan konsep pendidikan boarding school yang diberi nama "Pondok Pesantren" . Pondok Pesantren ini adalah cikal bakal boarding school di Indonesia. Dalam lembaga ini diajarkan secara intensif ilmu-ilmu keagamaan dengan tingkat tertentu sehingga produknya bisa menjadi "Kiyai atau Ustadz" yang nantinya akan bergerak dalam bidang dakwah keagamaan dalam masyarakat. Di Indonesia terdapat ribuan pondok pesantren dari yang tradisional sampai yang memberikan nama pondok pesantren modern.

Ketika dipertengahan tahun 1990 an masyarakat Indonesia mulai gelisah dengan kondisi kualitas generasi bangsa yang cenderung terdikotomi secara ekstrim-yang pesantren terlalu keagama dan yang sekolah umum terlalu keduniawian-ada upaya untuk mengawinkan pendidikan umum dan pesantren dengan melahirkan term baru yang disebut boarding school atau internat yang bertujuan untuk melaksanakan pendidikan yang lebih komprehensif-holistik, ilmu dunia(umum) dapat capai dan ilmu agama juga dikuasai. Maka sejak itu mulai munculah banyak sekolah boarding yang didirikan yaitu SMA Madania di Parung Bogor, SMA Al-Azhar di Lippo Cikarang, SMA Insan Cendekia di Serpong, SMA Dwiwarna di Parung Bogor, SMP dan SMA Al-Kautsar di Sukabumi, SMA Salman Al-Farisi, SMA IIBS di Lippo Cikarang.

Dari banyak sekolah-sekolah boarding di Indonesia, terdapat 3 corak yaitu bercorak agama, nasionalis-religius, dan ada yang nasionalis. Untuk yang bercorak agama terbagi dalam banyak corak ada yang fundamentalis, moderat sampai yang agak liberal. Hal ini lebih merupakan representasi dari corak keberagamaan di Indonesia yang umumnya mengambil tiga bentuk tersebut. Yang bercorak militer karena ingin memindahkan pola pendidikan kedisiplinan di militer kedalam pendidikan disekolah boarding. Sedangkan corak nasionalis-religius mengambil posisi pada pendidikan semi militer yang dipadu dengan nuansa agama dalam pembinaannya di sekolah.

Kehadiran boarding school telah memberikan alternative pendidikan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya. Seiring dengan pesatnya modernitas, dimana orang tua tidak hanya Suami yang bekerja tapi juga istri bekerja sehingga anak tidak lagi terkontrol dengan baik maka boarding school adalah tempat terbaik untuk menitipkan anak-anak mereka baik makannya, kesehatannya, keamanannya, sosialnya, dan yang paling penting adalah pendidikanya yang sempurna. Selain itu, polusi social yang sekarang ini melanda lingkungan kehidupan masyarakat seperti pergaulan bebas, narkoba, tauran pelajar, pengaruh media, dll ikut mendorong banyak orang tua untuk menyekolahkan anaknya di Boarding School. Namun juga tidak dipungkiri kalau ada factor-faktor yang negative kenapa orang tua memilih boarding school yaitu keluarga yang tidak harmonis, suami menikah lagi, dan yang ekstrim karena sudah tidak mau mendidik anaknya dirumah.

Keunggulan Boarding School

Buku Harry Potter yang telah laris terjual dalam jumlah sangat besar di seluruh dunia sangat membantu dalam mempopulerkan sekolah berasrama(boarding school). Hal ini disebabkan setting cerita itu diambil dari petualangan di sekolah berasrama. Banyak "petualangan" dalam sekolah berasrama karena waktu yang panjang berada dalam lembaga pendidikan memungkin siswa untuk dapat mengekspresikan apa yang diinginkannya di sekolah. Ada beberapa keunggulan Boarding School jika dibandingkan dengan sekolah regular yaitu:


  • Program Pendidikan Paripurna

Umumnya sekolah-sekolah regular terkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan akademis sehingga banyak aspek hidup anak yang tidak tersentuh. Hal ini terjadi karena keterbatasan waktu yang ada dalam pengelolaan program pendidikan pada sekolah regular. Sebaliknya, sekolah berasrama dapat merancang program pendidikan yang komprehensif-holistic dari program pendidikan keagamaan, academic development, life skill(soft skill dan hard skill) sampai membangun wawasan global. Bahkan pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis, tapi juga implementasi baik dalam konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.


  • Fasilitas Lengkap

Sekolah berasrama mempunyai fasilitas yang lengkap; mulai dari fasilitas sekolah yaitu kelas belajar yang baik(AC, 24 siswa, smart board, mini library, camera), laboratorium, clinic, sarana olah raga semua cabang olah raga, Perpustakaan, kebun dan taman hijau. Sementara di asrama fasilitasnya adalah kamar(telepon, TV, AC, Pengering Rambut, tempat handuk, karpet diseluruh ruangan, tempat cuci tangan, lemari kamar mandi, gantungan pakaian dan lemari cuci, area belajar pribadi, lemari es, detector kebakaran, jam dinding, lampu meja, cermin besar, rak-rak yang luas, pintu darurat dengan pintu otomatis. Sedangkan fasilitas dapur terdiri dari: meja dan kursi yang besar, perlengkapan makan dan pecah belah yang lengkap, microwape, lemari es, ketel otomatis, pembuat roti sandwich, dua toaster listrik, tempat sampah, perlengkapan masak memasak lengkap, dan kursi yang nyaman.


  • Guru yang Berkualitas

Sekolah-sekolah berasrama umumnya menentukan persyaratan kualitas guru yang lebih jika dibandingkan dengan sekolah konvensional. Kecerdasan intellectual, social, spiritual, dan kemampuan paedagogis-metodologis serta adanya ruh mudarris pada setiap guru di sekolah berasrama. Ditambah lagi kemampuan bahsa asing: Inggris, Arab, Mandarin, dll. Sampai saat ini dalam penilaian saya sekolah-sekolah berasrama(boarding school) belum mampu mengintegrasikan guru sekolah dengan guru asrama. Masih terdapat dua kutub yang sangat ekstrim antara kegiatan pendidikan dengan kegiatan pengasuhan. Pendidikan dilakukan oleh guru sekolah dan pengasuhan dilakukan oleh guru asrama.


  • Lingkungan yang Kondusif

Dalam sekolah berasrama semua elemen yang ada dalam komplek sekolah terlibat dalam proses pendidikan. Aktornya tidak hanya guru atau bisa dibalik gurunya bukan hanya guru mata pelajaran, tapi semua orang dewasa yang ada di boarding school adalah guru. Siswa tidak bisa lagi diajarkan bahasa-bahasa langit, tapi siswa melihat langsung praktek kehidupan dalam berbagai aspek. Guru tidak hanya dilihatnya di dalam kelas, tapi juga kehidupan kesehariannya. Sehingga ketika kita mengajarkan tertib bahasa asing misalnya maka semuanya dari mulai tukang sapu sampai principal berbahasa asing. Begitu juga dalam membangun religius socity, maka semua elemen yang terlibat mengimplementasikan agama secara baik.


  • Siswa yang heterogen

Sekolah berasrama mampu menampung siswa dari berbagai latar belakang yang tingkat heteroginitasnya tinggi. Siswa berasal dari berbagai daerah yang mempunyai latar belakang social, budaya, tingkat kecerdasan, kempuan akademik yang sangat beragam. Kondisi ini sangat kondusif untuk membangun wawasan national dan siswa terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya yang berbeda sehingga sangat baik bagi anak untuk melatih wisdom anak dan menghargai pluralitas.


  • Jaminan Keamanan

Sekolah berasrama berupaya secara total untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Makanya, banyak sekolah asrama yang mengadop pola pendidikan militer untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Tata tertib dibuat sangat rigid lengkap dengan sangsi-sangsi bagi pelanggarnya. Daftar "dosa" dilist sedemikan rupa dari dosa kecil, menengah sampai berat. Jaminan keamanan diberikan sekolah berasarama, mulai dari jaminan kesehatan(tidak terkena penyakit menular), tidak NARKOBA, terhindar dari pergaulan bebas, dan jaminan keamanan fisik(tauran dan perpeloncoan), serta jaminan pengaruh kejahatan dunia maya.


  • Jaminan Kualitas

Sekolah berasrama dengan program yang komprehensif-holistik, fasilitas yang lengkap, guru yang berkualitas, dan lingkungan yang kondusif dan terkontrol, dapat memberikan jaminan kualitas jika dibandingkan dengan sekolah konvensional. Dalam sekolah berasrama, pintar tidak pintarnya anak, baik dan tidak baiknya anak sangat tergantung pada sekolah karena 24 jam anak bersama sekolah. Hampir dapat dipastikan tidak ada variable lain yang "mengintervensi" perkembangan dan progresivits pendidikan anak, seperti pada sekolah konvensional yang masih dibantu oleh lembaga bimbingan belajar, lembaga kursus dan lain-lain. Sekolah-sekolah berasrama dapat melakukan treatment individual, sehingga setiap siswa dapat melejikan bakat dan potensi individunya.

Problem Sekolah Berasrama

Sampai saat ini sekolah-sekolah berasrama dalam pengamatan saya masih banyak mempunyai persoalan yang belum dapat diatasi sehingga banyak sekolah berasrama layu sebelum berkembang dan itu terjadi pada sekolah-sekolah boarding perintis. Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:


  1. Ideologi Sekolah Boarding yang Tidak Jelas

Term ideology saya gunakan untuk menjelaskan tipologi atau corak sekolah berasrama, apakah religius, nasionalis, atau nasionalis-religius. Yang mengambil corak religius sangat beragam dari yang fundamentalis, moderat sampai liberal.Masalahnya dalam implementasi ideologinya tidak dilakukan secara kaffah. Terlalu banyak improvisasi yang bias dan keluar dari pakem atau frame ideology tersebut. Hal itu juga serupa dengan yang nasionalis, tidak mengadop pola-pola pendidikan kedisiplinan militer secara kaffah, akibatnya terdapat kekerasan dalam sekolah berasrama. Sementara yang nasionalis-religius dalam praktik sekolah berasrama saya melihatnya masih belum jelas formatnya.


  1. Dikotomi guru sekolah vs guru asrama (pengasuhan)

Sampai saat ini sekolah berasrama kesulitan mencari guru yang cocok untuk sekolah berasrama. Pabrikan guru (IKIP dan Mantan IKIP) tidak "memproduksi" guru-guru sekolah berasrama. Akibatnya, masing-masing sekolah mendidik guru asrmanya sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Guru sekolah (mata pelajaran) bertugas hanya untuk mengampu mata pelajarannya, sementara guru pengasuhan adalah tersendiri hanya bicara soal pengasuhan. Padahal idealnya, dua kompetensi tersebut harus melekat dalam sekolah berasrama. Ini penting untuk tidak terjadinya saling menyalahkan dalam proses pendidikan antara guru sekolah dengan guru asrama.


  1. Kurikulum Pengasuhan yang Tidak Baku

Salah satu yang membedakan sekolah-sekolah berasrama adalah kurikulum pengasuhannya. Kalau bicara kurikulum academicnya dapat dipastikan hampir sedikit perbedaannya. Semuanya mengacu kepada kurikulum KTSP-nya produk DEPDIKNAS dengan ditambah pengayaan atau suplemen kurikulum international dan muatan local. Tapi kalau bicara tentang pola pengasuhan sangat beragam, dari yang sangat militer(disiplin habis) sampai ada yang terlalu lunak. Kedua-duanya mempunyai efek negative(Sartono Mukadis), pola militer melahirkan siswa yang berwatak kemiliter-militeran dan terlalu lunak menimbulkan watak licik yang bisa mengantar sang siswa mempermainkan peraturan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun