Mohon tunggu...
Khalda Livia Zahrah
Khalda Livia Zahrah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Komunikasi - Universitas Nasional

Sebaik baiknya manusia adalah berguna bagi orang banyak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Polarisasi dan Indentitas Politik Mengancam Demokrasi

5 Mei 2022   20:58 Diperbarui: 12 Mei 2022   02:43 2051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Khalda Livia Zahrah 

NPM : 203516516493

Program Studi : Ilmu Komunikasi 

Universitas Nasional

BAB I 

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang  

Indonesia merupakan yang negara yang kaya akan keberagaman suku, agama dan ras. Akan tetapi keberagaman tersebut dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Salah satu dampak yang berpengaruh adalah kondisi Demokrasi di Indonesia. Tujuan utama Demokrasi adalah menciptakan keadilan, kesejaterasaan dan kebebasan berpendapat. Salah satu yang menjadi tolak ukur negara tersebut dikatakan sebagai negara Demokrasi ialah berjalannya sistem pemilihan yang ada dimana hal ini menentukan pemimpin atas pilihan rakyat dan dampaknya dirasakan oleh Rakyat. Akan tetapi sistem Demokrasi tidak selalu berjalan sempurna, terdapat beberapa hal yang dapat mengancam sistem Demorkasi seperti Polarisasi dan Indentitas politik.

Polarisasi tidak hanya terjadi di Indonesia dibeberapa negara polarisasi juga dapat di rasakan seperti di negara Amerika dan Brazil. Polarisasi umumnya terjadi ketika mendekati pemilihan umum calon presiden dimana masyarakat membentuk dua kubu yang saling bertentangan. Polarisasi dalam pemilihan yang memberikan perubahan yang signifikan terhadap partisipasi politik di Indonesia akan tetapi polarisasi juga berpotensi menimbulkan perpecahan dan disharmoni sosial. Selain itu juga Polarisasi dapat meningkatkan kesadaran politik mesikipun berbasis identitas yang secara tidak langsung dapat meningkatkan partisipasi politik (Wibisono et al., 2019). Polarisasi merupakan hal yang cukup baru terjadi di Indonesia, hal ini dilatar belakangi oleh lahirnya reformasi 1998 yang mana sejak zaman Soeharto salah satunya melalui kebijakan partai politik tidak boleh mempunyai cabang di bawah tingkat kabupaten serta Pancasila menjadi asas tunggal, perdebatan dan ideologi pada sebuah kebijakan dalam politik di negara ini.

Politik di Indonesia cenderung mengarah pada indentitas politik. Hal ini dilihat melalui perkembangannya seperti indentitas politik yang terjadi pada masa pemilihan gubernur yang menjadi alat belaka saat pemilihan umum.  Indentitas politik diartikan sebagai langkah politik yang memfokuskan terhadap pembedaan dan penggunaan ikatan primordial yang menjadi ketegori utamannya. Indentitas politik dapat minimbulkan toleransi dan kebebasan akan tetapi di lain sisi  dapat menimbulkan pola - pola intoleransi, kekerasan, dan perpecahan etnik. Sebagaimana menurut Buchari melalui Jumadi (2009) menjelaskan bahwa konsep indentitas secara general di pahami sebagai sebuah citra yang membedakan induvidu ataupun kelompok dengan induvidu atau kelompok lainnya. Indentitas dapat menimbulkan pola - pola perpecahan di masyarakat.

Berdasarkan pemaparan diatas indentitas politik terjadi dikarenakan ketika induvidu atau kelompok dari ras, agama dan etnik tertentu membentuk aliansi melalui politik untuk memperjuangankan kepentingan kelompok mereka sehingga dari hal tersebut dapat menimbulkan pola - pola perbedaan di tengah masyarakat dimana hal tersebut dapat meningkatkan partisipasi politik berbasis identitas terlebih pada pemilu akan tetapi di sisi lain dapat menimbulkan perpecahan dan disharmoni sosial di tengah masyarakat.

  • Rumusan masalah

  1. Bagaimana Polarisasi dan Indentitas Politik di Indonesia ?
  2. Apa Pengaruh Polarisasi dan Indentitas Politik di Indonesia ?
  3. Bagaimana Polarisasi dan Indentitas politik Mengancam Demokrasi ?
  • Tujuan 

  1. Mengetahui Polariasi dan Indentitas politik di Indonesia
  2. Mengetahui Pengaruh polarisasi dan Indentitas Politik di Indonesia
  3. Mengetahui Polarisasi dan Indentitas Politik Mengancam Demokrasi

BAB II

PEMBAHASAN

  • Polarisasi dan Indentitas Politik di Indonesia 

Polarisasi menjadi sebuah hal yang melekat dalam sistem Demokrasi. Polarisasi membentuk petakan atas isu, kebijakan ataupun ideologi yang dapat menimbulkan pembedaan di masyarakat yang membagi dua kubu yang bersebrangan baik itu dalam lingkup elite ataupun kelas biasa.  Polarisasi tidak selalu memberikan dampak buruk terhadap sistem Demokrasi khususnya di Indonesia, sebagaimana salah satu dampak positif dari Polarisasi ialah meningkatkan Partisipasi Politik terlebih ketika menjelang pemilu. Polarisasi di tengah perkembangan teknologi saat ini dapat muncul dalam media sosial dimana, pada media sosial Polarasasi sangat terlihat keberadaannya sebagaimana menurut Najwa Shihab dalam Beritasatu 

"Polarisasi menimbulkan partisipanship yang sangat banyak.  Yang dimana sampai saat ini, pujian pada kelompok atau golongan tertentu dianggap sebagai buzzer, Sementara kritik pada kelompok atau golongan tertentu dianggap menjadi serangan dari oposisi"

Polarisasi mempunyai beberapa hal yang menyebabkan kemunculannya dalam sistem Demokrasi. Seperti menurut Slater & Arugay menerbitkan tulisan yang berjudul " Polarizing Figures: Executive Power and Institutional Conflict in Asia Democracies" Dalam tulisan ini memberikan penjelasan mengenai polarisasi politik yang terjadi di beberapa negara seperti Thailand, Filipina, Indonesia dan Taiwan dalam penjelasan ini Slater dan Arugay mencetuskan bahwa 

"Polarisasi politik dapat muncul karena faktor identitas, akan tetapi lebih berfokus pada faktor lainnya, yaitu persepsi atas pengelolaan kekuasaan (Karim, 2019). Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi munculnya polarisasi ialah Identitas"

Indentitas menjadi ciri khas yang menggambarkan suatu induvidu, kelompok, atau golongan. Identitas membentuk karakteristik yang menjadi ciri atau nilai dari induvidu, kelompok atau golongan. Begitupun indentitas politik, indentitas politik adalah induvidu atau kelompok yang memiliki ras, etnik atau agama tertentu yang kemudian membentuk aliansi dan juga berorganisasi secara politik yang bertujuan untuk membela kelompok mereka. Menurut Agnes Heller dalam (Lestari, 2018) Indentitas politik adalah konsep ataupun gerakan politik yang fokusnya terhadap perbedaan sebagai kelompok politik utama.

Indentitas politik di Indonesia memiliki hal yang berbeda penyebab dalam kemunculannya hal ini dikarenakan seiiring dengan dinamika politik yang terjadi di Indonesia yang dimana tidak terlepas dari munculnya rasa ketidakadilan dan keadilan hak yang di dapat oleh masing kelompok ataupun golongan sosal tertentu. Selain itu ialah perbedaan dimana hal tersebut menjadi tolak ukur berdasarkan keberagaman yang telah ada di Indonesia sehingga menjadikan identitas politik di negara ini semakin terlihat nyata perbedaanya. Ketidakpedulian pada konflik yang di sebabkan oleh identitas politik memicu ketidakstabilan negara. Pertentangan dari dua identitas dapat menjadi ancaman kestabilan negara apabila pemerintah tidak dapat mempunyai political will dalam menyelesaikan isu ini. Bukan hanya kepentingan politik yang terancam akan tetapi juga masyarakat luas, karena indentitas politik yang menimbulkan perbedaan akan menjadi tantangan tersendiri untuk mencapai sistem demokratis yang baik

  • Pengaruh Polarisasi dan Indentitas Politik 

Sebagai negara yang memiliki keberagaman suku bangsa, ras, etni dan agama. Persatuan menjadi hal yang di harapkan kehadirannya. Sebagaimana persatuan menjadi hal yang penting oleh karena itu menjadi bagian dalam dasar negara yang merupakan landasan berdirinya suatu negara. Dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya akan banyak tantangan untuk menjadikan negara yang berdaulat sebagaimana tujuan negara Indonesia dalam Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945. Berjalanya sistem Demokrasi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari berbagai macam tantangan yang dihadapi seperti salah satunya Polarisasi dan Indentitas Politik.

Polarisasi dapat di artikan membentuk kelompok atau oraganisasi tertentu menjadi dua kubu yang saling bertentang. Polarisasi di Indonesia di awali sejak zaman Soeharto melakukan politik deideologisasi dan masa mengambang. Umumnya polarisasi menjadi perpanjangan pembeda garis politik yang ada pada kelompok elite di legislatif yang nantinya akan berdampak terhadap perilaku politik masyarakat. Polarasasi mewarnai sistem politik di Indonesia pada setiap mendekati pemilu hal ini dikarenakan dampak dari kampanye ketat yang merebutkan kekuasaan dalam mengolah dan mengatur negara Indonesia.

Polarisasi sangat nyata terlihat khususnya pada kampanye pemilihan presiden 2014 yang dimana calon saat itu yang maju ialah Joko Widodo di usung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP dan Prabowo Subianto yang merupakan pendiri Partai Gerindra. Yang kemudian hal yang sama terjadi lagi pada Pemilihan Presiden 2019 dimana adanya pertarungan simbolik "Cebong" versus  "Kampret" tentunya hal ini tidak asing lagi terdengarnya di telinga terlebih ketika masa kampanye khususnya pada media sosial. Pemilu yang seharusnya menjadi ruang tumbuhnya perbedaan ideologis sehingga pada setiap calon dapat menunjukkan perbedaanya sesuai dengan garis perjuangan partai tersebut. Akan tetapi justru dalam realitanya cenderung mendorong sifat propaganda dan memimbulkan "kebencian".

Begitupun Indentitas Politik yang menjadi ancaman sistem demokrasi yang ada di Indonesia. Indentitas politik yang membagi kelompok atas perbedaan ras, etnik dan agama yang berpotensi radikal sebab hadir langsung dari identitas diri sendiri, sebagai cara untuk menyelesaikan penindasan orang lain. Standford Encyclopedia of Philosopgy menyebutkan bahwa 

"Identitas politik bertujuan untuk menjaga kebebasan politik dari konstitusi tertentu yang terpisahkan dalam konteks yang lebih besar"

Indentitas politik  memunculkan perbedaan di masyarakat seperti pada 2017 ketika pemilihan gubernur DKI Jakarta dimana komunitas muslim melakukan gerakan massa dalam jumlah yang besar untuk melawan mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau dikenal Ahok. Hal ini menjadi sorotan khususnya pada masyarakat Indonesia pada masa pemilu, terlebih setelah pemilu kemudian yang menjadi sorotan utama ketika Gubernur Anies Baswedan yang baru dilantik yang menggunakan istilah "pribumi" dalam pidato publik pertamanya. Dimana hal ini ketika kekuasaan tidak dapat di taklukan dan kekuasaan tidak dapat di capai sebagai tujuan gerakan maka pengecualian diri diambil menjadi jalan keluar untuk menjatuhkan calon pasangan yang lain(Habibi, 2017).

 

  • Polarisasi dan Indentitas Politik Mengancam Demorkasi

Indonesia sebagai negara demokrasi tentunya tidak terlepas dari  keterlibatan warga negara di dalamnya sebagaimana hakikat dari demokrasi itu sendiri dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. yang mana di dalam pemerintahan rakyatlah yang memiliki peran penting. Dalam sistem demokrasi pemilihan umum menjadi tonggak berdirinya suatu negara yang demokratis. Pemilu bertujuan untuk memilih wakil rakyat pada pemerintahan pusat ataupun pemerintahan daerah dan membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan mendapatkan dukungan dari rakyat sehingga dapat mewujudkan tujuan negara sebagaimana tertulis dalam Undang - Undang Dasar 1945.

Dibalik terbentuknya negara yang demokratis pasti memiliki berbagai tantangan yang di hadapi salah satu diantaranya ialah polarisasi. Polarisasi sering kali terjadi dalam pemilihan umum dimana tujuan dari Polarisasi dalam masa pemilihan umum atau kampanye ini memiliki dampak yang sangat besar. Di tambah lagi di tengah perkembangan teknologi saat ini yang mana sebagaian besar masyarakat menghabiskan waktunya dalam media sosial. Sebagaimana dalam sebuah tulisan di vice mengungkapkan bahwa media sosial sudah menjadi alat yang digunakan sebagai senjata di dalam pertarungan politik. Dalam hal ini dikhawatirkan akan semakin mempertajam polarisasi antara pendukung pihak atau kubu yang berbeda.

Polarisasi yang terjadi belakangan ini adalah pada pemilihan presiden di tahun 2019 dimana dalam media sosial terbagi menjadi 2 kubu yang mana dari kedua belah pihak melakukan pertarungan simbolik dengan menyebutkan Cebong versus Kampret yang dapat menimbulkan ketengangan di masyarakat sebagaimana menurut Ross Tapsell  yang merupakan peneliti asal Australia National University mengungkapkan bahwa 

"Kehidupan online dapat mempengaruhi realitas offline dalam hal ini di artikan perang di media sosial memberikan dampak yang serius terhadap hubungan sosial pada masyarakat terlebih berdasarkan survei Polmark dimana sebanyak 4,3 % menganggap pemilu mempu menimbulkan keretakan hubungan pada pertemanan di masyarakat"

Selain hal tersebut polarisasi juga berdampak terhadap sistem demokrasi di Indonesia. Dimana Polarisasi dapat menutup kebebasan hal ini dikarenakan disebabkan munculnya sikap intoleransi dan politik identitas. Hal ini di dukung berdasarkan Survei Nasional Indikator menunjukkan kondisi Demokrasi di Indonesia yakni

"Sebanyak 79,6% kebanyakan warga setuju takut untuk menyuarakan pendapatnya dan kemudian 73,8% sulit untuk melakukan protes dan demostrasi serta 57,7% petugas aparat dianggap semakin semena - mena terhadap orang yang memiliki perbedaan pandangan politik dengan penguasa"

Polarisasi juga bertentangan dengan prinsip demokrasi dimana menurut Kencana dalam (Humaira, 2010) salah satu prinsip Demokrasi adalah 

"Adanya kebebasan induvidu untuk membuktikan bahwa rakyat tidak dihantui rasa takut dan setiap lapisan masyarakat haruslah memiliki kebebasan dalam berbicara, beribadah dan kebebasan mencari nafkah"

Dari penjelasan tersebut dampak dari adanya perbedaan kubu yang bersebrangan atau bertentangan adalah beberapa bagian di masyarakat menjadi enggan untuk mengekspresikan pendapatnya sebagaimana apabila ia membela salah satu kubu yang mungkin bukan berarti mendukung justru akan di serang oleh kubu yang bertentangan dari kubu tersebut.

Polarisasi tidak hanya terjadi begitu saja. Faktor pendorong polarisasi adalah Identitas Politik, yang diartikan sebagai pembagian kelompok atas persamaan ras, etnik dan agama. Identitas Politik juga dapat di rasakan terlebih ketika menjelang pemilihan pemilu khususnya pada tahun 2017 ketika pemilihan calon Gubernur DKI Jakarta dimana komunitas muslim melakukan demostrasi dalam jumlah yang besar untuk melawan mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau dikenal Ahok. Kemudian setelah terjadinya pemilu Gubernur Anies Baswedan yang baru saja dilantik menggunakan istilah "pribumi" dalam pidatonya. Dalam hal ini menurut saya di artikan bahwa salah satu kubu menggunakan identitas politiknya sebagai senjata dalam melawan pihak lain yang dimana mengingat kubu tersebut memiliki mayoritas yang sangat besar yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi suara dalam pemilihan tersebut. Identitas Politik ini dapat menimbulkan intoleren dan perpecahan dimasyarakat apabila tidak dilakukan secara bijak dan benar

Identitas politik dapat mengancam demokrasi di Indonesia. Sebagaimana menurut Irjen Pol Dr. Agung Makbul, Drs., S.H., M.H mengungkapkan bahwa 

"Politik Identitas sangat berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi karena dapat menimbulkan polarisasi tajam pada masyarakat yang berdampak perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa dan merusak nilai pencasila. Politik Idnetitas yang berpotensi memecah belah ialah politik identitas yang mengatasnamakan Agama"

Identitas politik secara jelas dapat mengancam demokrasi yang ada yang menyebabkan perpecahan dalam keberagaman yang telah ada di Indonesia apabila salah dalam penempatannya. Selain itu juga identitas politik menjadi faktor penyebab terjadinya polarisai yang dimana keduanya tentunya dapat mengancam kondisi demokrasi di Indonesia. Kondisi polarisasi dan Identitas Politk menjadi jebakan politik dimana secara esensial tidak menguntungkan warga negara akan tetapi menguntungkan elite politik dengan merebut atau mempertahankan kekuasaanya.

Dalam hal ini demokrasi yang bersendikan pada kekerasan akan memicu pertentangan politik yang sukar untuk di akhiri. Oleh karenanya demokrasi di Indonesia saat ini diperlukan ruang bersama untuk melakukan diaolog gagasan guna membangun kemajuan bangsa ini tanpa adanya paksaan, ancaman dan penindasan.

BAB III

PENUTUP 

 

  • Kesimpulan

Polarisasi membentuk petakan atas isu, kebijakan ataupun ideologi yang dapat menimbulkan pembedaan di masyarakat yang membagi dua kubu yang bersebrangan baik itu dalam lingkup elite ataupun kelas biasa. Polarisasi tidak selalu memberikan dampak buruk terhadap sistem Demokrasi khususnya di Indonesia, sebagaimana salah satu dampak positif dari Polarisasi ialah meningkatkan Partisipasi Politik terlebih ketika menjelang pemilu. Polarisasi di tengah perkembangan teknologi saat ini dapat muncul dalam media sosial dimana, pada media sosial Polarasasi sangat terlihat keberadaannya.

Begitupun Indentitas politik yang menjadi ancaman sistem demokrasi yang ada di Indonesia. Indentitas politik yang membagi kelompok atas perbedaan ras, etnik dan agama yang berpotensi radikal. Identitas politik mengancam sistem demokrasi karena dapat memicu lahirnya polarisasi di tengah masyarakat Indonesia.

Kondisi polarisasi dan Identitas Politk menjadi jebakan politik dimana secara esensial tidak menguntungkan warga negara akan tetapi menguntungkan elite politik dengan merebut atau mempertahankan kekuasaanya. Oleh karena itu untuk menyelematkan kondisi Demokrasi di Indonesia saat ini diperlukan ruang bersama untuk melakukan diaolog gagasan guna membangun kemajuan bangsa ini tanpa adanya paksaan, ancaman dan penindasan.


  • Saran

Untuk mengantisipasi terjadinya polarisasi dan indentitas politik diperlukan edukasi mengenai bahaya polarisasi dan indentitas politik. Tentunya perbedaan dalam berpolitik diperlukan dan diperbolehkan akan tetapi perlu di sikapi secara bijak dan kedewasaan berfikir.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Habibi, M. (2017). Analisis Politik Identitas Di Indonesia. Jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 1(3), 1--22. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.16590.66887

Humaira, A. (2010). Konsep Negara Demokrasi. 3(1), 288.

Karim, A. G. (2019). Mengelola Polarisasi Politik dalam Sirkulasi Kekuasaan di Indonesia: Catatan bagi Agenda Riset. Politika: Jurnal Ilmu Politik, 10(2), 215. https://doi.org/10.14710/politika.10.2.2019.200-210

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun