Mohon tunggu...
Khaldaa Alyaa
Khaldaa Alyaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ilmu Komunikasi FISP ULM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggali Kearifan Lokal: Budidaya Kerbau Rawa Sebagai Pilar Kesejahteraan dan Identitas Desa Tampakang, Kecamatan Paminggir, Kalimantan Selatan

20 Mei 2024   19:51 Diperbarui: 20 Mei 2024   21:01 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kearifan lokal adalah bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Indonesia. Setiap daerah memiliki cara unik untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana, dan menjaga keseimbangan ekosistem. Praktik praktik tradisional ini tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan alam dan kehidupan komunitas. Kearifan lokal mencakup berbagai aspek, seperti pertanian, perikanan, pengelolaan hutan, dan peternakan, yang semuanya saling berhubungan dan memperkuat keberlangsungan budaya serta ekonomi masyarakat.


Desa Tampakang Kecamatan Paminggir Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan, desa yang terkenal dengan budidaya kerbau rawa, sebuah praktik umum yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat. Kerbau rawa bukan hanya merupakan sumber pendapatan bagi penduduk desa, tetapi juga simbol identitas budaya dan keberlanjutan lingkungan. Metode tradisional yang digunakan dalam pemeliharaan kerbau rawa mencerminkan pemahaman mendalam tentang ekosistem rawa dan cara terbaik untuk memanfaatkannya tanpa merusak keseimbangan alam.

Kerbau rawa (B.bubalis carabanesis) merupakan jenis kerbau khas Asia Tenggara. Penyebarannya meliputi lahan gambut yang menyatu dengan rawa di Sumatera dan Kalimantan. Di Borneo sendiri, kerbau rawa banyak dijumpai di Kecamatan Danau
Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan. Yang didominasi oleh rawa dan lahan gambut.
Tampakang adalah salah satu desa di kecamatan Paminggir, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Indonesia.
Destiniasi Wisata perairan rawa dengan pemandangan menarik di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) saat ini mulai dikembangkan warga dengan harapan menjadi objek wisata tujuan masyarakat.
Keindahan perairan rawa nampaknya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Kecamatan Paminggir tepatnya di Desa Tampakang. Disini pula banyak pemandangan ternak Kerbau rawa yang unik di kembangkan oleh warga sekitar.


(Narasumber: Bapak Abdul Jawad)

1. Pembudidayaan dan pengelolaan kerbau rawa oleh warga Desa Tampakang.
Dari penjelasan bapak Abdul Jawad ada tiga kelompok peternak kerbau rawa di Desa Tampakang yaitu, Berkat mandiri (2009), rawa makmur (2013), rawa bersinar (2014). Dari pengakuan narasumber ada tiga kelompok peternak kerbau rawa di desa Tampakang yaitu : Berkat mandiri (2009), rawa makmur (2013), rawa bersinar (2014). Kerbau rawa memiliki peran penting dalam ekosistem lahan basah. Mereka membantu menjaga keseimbangan lingkungan dengan cara-cara alami seperti membantu aerasi tanah dan pengendalian pertumbuhan tanaman air. Praktik budidaya yang berkelanjutan memastikan bahwa ekosistem rawa tetap sehat dan produktif.
Uniknya, kerbau rawa ini nyaris menghabiskan sepanjang harinya berada di dalam air rawa. Itu karena Kabupaten Sungai Hulu Utara yang sering dijuluki sebagai "Negeri di Atas Air" tempat di mana kerbau-kerbau Amuntai menghabiskan waktu mencari makan, melepaskan kerbau rawa biasanya jam 7 pagi dan kerbau rawa akan kembali kendangnya pada jam 5 sore, uniknya kerbau rawa ini memliki ingatan yang kuat sehingga dapat mengingat kandangnya sendiri.

Para penggembala akan menggunakan jukung atau perahu kecil sebagai transportasinya. Mengawal kerbau agar tidak tersesat dan menjauh dari wilayah merumput. Kerbau-kerbau rawa ini selalu berpindah untuk mencari rumput segar. Mengharuskan kawanan kerbau melintasi berbagai kedalaman air rawa.

2. Kontribusi usaha budidaya kerbau rawa dalam mempengaruhi perekonomian warga Desa Tampakang
Kerbau rawa biasanya dijual ketika mendekati hari raya idul adha, dengan harga 170rb/kg. 2015 dan 2016 adalah tahun paling banyak penghasilan kerbau smpai 2000 ekor kerbau, 2017 ada wabah tsunami dan setengahnya 1000 ekor mati. Dengan budidaya kerbau rawa, penduduk Desa Tampakang mampu meningkatkan pendapatan mereka secara signifikan. Keuntungan dari penjualan kerbau dan produk olahannya memungkinkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka serta meningkatkan kualitas hidup selain itu budidaya kerbau rawa merupakan bagian integral dari identitas budaya Desa Tampakang. Berbagai upacara adat dan festival sering kali melibatkan kerbau rawa, menjadikannya simbol penting dalam kehidupan sosial da budaya masyarakat setempat. Dengan melestarikan praktik budidaya ini, masyarakat juga menjaga warisan budaya mereka tetap hidup dan berkembang.

Selain sebagai jenis mata pencaharian warga Desa Tampakang, kerbau rawa kerap mendatangkan wisatawan. Namun tak mudah menuju kandang kerbau Amuntai. Selain perjalanan darat, juga diperlukan perjalanan menggunakan perahu dari dermaga satu ke dermaga lainnya. Jika telah berada di Amuntai, perjalanan akan memakan waktu 2 jam menuju Danau Panggang.

Kerbau rawa bukan hanya sekedar hewan ternak bagi sebagian masyarakat desa Tampakang tetapi juga menjadi simbol identias dari keunikan daerah asal mereka, hal ini dibuktikan dengan wisatan yang datang untuk melihat keunikan dari kerbau rawa itu sendiri.

3. Tantangan dan hambatan yang dialami oleh peternak dalam pembudidayaan kerbau
rawa.

Budidaya kerbau rawa di Desa Tampakang, meskipun memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melestarikan budaya lokal, tidak luput dari berbagai tantangan. Perubahan iklim merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dalam budidaya kerbau rawa. Peningkatan suhu, perubahan pola curah hujan, dan fenomena cuaca ekstrem dapat mempengaruhi kondisi lahan basah yang merupakan habitat alami kerbau rawa. Hal ini dapat menyebabkan kekeringan atau banjir yang mengancam kesehatan dan keberlangsungan ternak. 

Kerbau rawa rentan terhadap berbagai penyakit, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit. Penyakit seperti antraks, brucellosis, dan penyakit cacing hati dapat menurunkan produktivitas ternak dan menyebabkan kematian. Kurangnya akses terhadap layanan kesehatan hewan yang memadai juga memperburuk situasi ini. Banyak peternak kerbau rawa di Desa Tampakang masih menggunakan metode tradisional yang kurang efisien. Keterbatasan pengetahuan tentang teknologi modern dalam budidaya ternak, manajemen kesehatan, dan pengolahan produk sering kali menjadi kendala dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil ternak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun