Terlalu liar, pikiran yang melanda diiringi dengusan nafas panjang sebagai simbol kepenatan diri dalam perasaan.
Terlalu berprinsip, jika memang itu bukan sebuah prinsip yang sebenarnya tidak perlu dianggap sebagai prinsipil belaka.
Namun, sebuah kalimat yang bersastra dan diawali oleh rasa yang bersyarat, terkadang menimbulkan sebuah budaya rasa yang tak ber adat.
Lantas, apakah masih diizinkan? Rasa yang tak bersyarat namun terus menerus dirundung sebuah kegalauan untuk tegak berdiri dengan penuh kebebasan tanpa pengawalan.
Kemudian, tiba-tiba muncul sebuah goresan sastra yang bertanya, namun tanpa harapan pasti dalam menantikan jawaban yang dapat dirasakan oleh mata yang terpejam.Â
Dengan goresan yang lantang, pertanyaan itu dihaturkan 'Bolehkah Aku Memikirkanmu?'.
Ya, pertanyaan yang tersurat namun makna yang sangat tersirat, makna yang sangat dalam dan tak terjangkau untuk sebuah kedalaman rasa. Rasa penantian yang terkadang jenuh namun diharapkan.
Bolehkah aku memikirkanmu? Dan apakah pikiran itu untuk ku?
Brebes, 12 Maret 2020
KBC-24 | Kompasianer Brebes
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H