Pagi begitu cerah, berganti awan gelap yang menyelimuti, diiringi suara bangau penguasa rawa yang berdiri tegak diatas bakau.
Sesekali kewat sang petarung air tanpa kenal kalah, tanpa kenal lelah dan tanpa kenal rasa salah.
Hilir mudik para pengguna sungai, mereka berperahu dengan riang gembira, walau sesekali diiring harapan cemas sang penunggu kedamaian.Â
Suara desing mesin perahu pun menggelegar tanpa ampun. Tarikan tuas berkeringat nahkoda menjadi saksi akan sigapnya gesitan sang pembawa perahu.
Tiba-tiba suara menggelegar, dicampur kebisingan alam yang biasa tak ramai, jeritan-jeritan tak kenal lantang serta tangisan hisak histeris tanpa iringan menyelimuti sungai Sebangau.
Hari cerah berubah menjadi kelam, awan biru berubah menjadi hitam, burung bangau rawa diatas bakau pun terbang tak terlihat menjadi saksi.
Tuhan telah menggariskan untuk sebuah penjemputan kepada mu kawan, Tuhan telah merencanakan tanpa gagal, Tuhan telah berucap tanpa terdengar dan Tuhan telah mengadili tanpa perlu pengadilan, Tuhan telah memilih tanpa banyak pilihan.
Kini, engkau telah tenang bersamaNYA. Tak ada lagi kesakitan yang engkau rasakan, hanya senyum kedamaian yang akan terus engkau lontarkan kepada kami para rimbawan tanpa kepentingan.
Kawan, engkau adalah pahlawan perjuangan. Engkau adalah lentera yang tak pernah padam, dan engkau adalah sukma bangsa tanpa perlu balas jasa.
Kami singsingkan lengan baju, kami angkat topi dan penghangat di leher, sebagai penghormatan akhir kepada mu kawan, sebagai pelepas kerinduan yang berakhir pada jasad.
Kawan, pergilah. Pergilah dengan damai dan tenang. Pergilah dengan bekal yang telah engkau siapkan tanpa ketakutan. Pergilah dengan kesiapan tanpa kecemasan. Pergilah dengan senyuman kedamaian.