Tuhan, engkau memang maha asyik dalam menguji rasa. Rasa itu ada walau tanpa wujud, tanpa bentuk dan tanpa berbau.
Kami, para manusia-manusia kecil yang engkau ciptakan dari setetes mani dan perlahan tumbuh. Setes mani yang telah engkau takdirkan sebagai awal dari pertarungan dan persaingan. Pertarungan dalam alam yang hanya engkaulah yang bertindak sebagai pelatih, penonton bahkan hakim Tuhan.Â
Semua itu telah engkau tuliskan sebagai takdir kehidupan dari para manusia-manusia kecil Mu ini tuhan.
Tuhan, engkau arsitektur ulung, yang terus bekerja tanpa algoritma, tanpa teori dan tanpa metodologi bumi.
Maafkan atas kepicikan kami Tuhan, kami hanya para manusia kecil yang numpang di atas kebesaranmu Tuhan.Â
Kami hanya manusia-manusia kecil yang tak sempurna dalam proses kehidupan. Kami hanya manusia-manusia kecil yang selalu lalai akan waktu kereta jemput. Kami hanya manusia kecil yang selalu terpesona dan lalai dengan keindahan lukisan yang ada di ruang tunggu stasiun kehidupan mu Tuhan. Kami lalai, bahwa keabadian Mu kekal setelah kereta jemput mu tiba di stasiun kehidupan ini Tuhan.
Brebes, 27 Februari 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H