Mohon tunggu...
Khairu Syukrillah
Khairu Syukrillah Mohon Tunggu... Relawan - Aceh | khairuatjeh@gmail.com | IG @khairusyukrillah

Berbuat baiklah bukan karena surga, tapi karena tuhan sudah sangat baik kepada kita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Suku Marind, Berburu sebagai Tolak Ukur Kemandirian

11 Februari 2020   07:58 Diperbarui: 11 Februari 2020   08:00 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok Pri Fransiskus Balagaize

Indonesia memang begitu kaya nan indah jika di explore. Sabang hingga Merauke begitu kaya jika digali potensinya, baik dari segi alam maupun adat istiadat. Seperti adat yang dimiliki oleh Suku Marind, Desa Wanam, Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke seperti yang diceritakan oleh Fransiskus Balagaize ketika berkunjung ke Brebes.

Frans adalah salah satu putra daerah dari Suku Marind yang saat ini sedang mengenyam pendidikan Starata 1 (S1) di Prodi Ilmu Komunikasi, Universiras Jenderal Soedirman, Purwokerto. Frans bercerita tentang bagaimana adat istiadat dikampungnya, salah satunya adalah adat berburu sebagai tolak ukur kemandirian khususnya bagi anak laki-laki.

Menurutnya berburu merupakan salah satu adat yang hingga saat ini masih dipertahankan. Tujuan berburu bagi Suku Marind adalah untuk bertahan hidup dengan senjata yang digunakan adalah tombak dan panah. Selain untuk berburu, Tombak dan Busur panah atau disebut bahasa lokal adalah Mii juga masih digunakan dihutan untuk senjata bertahan diri dari serangan hewan buas.

Para orang tua selalu mengajarkan berburu kepada anak laki-laki sejak umur 10 tahun. Dimulai dari proses pengenalan alat berburu hingga tata cara berburu seperti apa. Pada umur 15 tahun sudah wajib dilepas untuk mampu berburu sendiri.

Dok Pri Fransiskus Balagaize
Dok Pri Fransiskus Balagaize
Frans sendiri telah diajarkan berburu sejak umur 10 tahun oleh ayahnya yang bernama Soter Balagaize dan ketika umur 10 tahun sudah dilepas untuk mampu membawa peralatan berburu sendiri.

Keluarga besar Balagaize masih terus berburu dihutan bukam sekedar untuk bertahan hidup dalam mencari bahan makanan, melainkan juga untuk melatih dan mempertahankan adat lokal dari nenek moyang.

Target perburuan utamanya biasanya adalah babi, rusa, kangguru dan tuban (sejenis tikus besar). Moment berburu yang paling menyenangkan adalah setelah hujan, karena hewan-hewan tidak mendengar gerak-gerik para pemburu, misalnya injakan pada daun yang kering namun sudah terkena hujan. Selain habis hujan, biasanya waktu berburu dilakukan ketika malam sekitar pukul 18.00 WIT (Waktu Indonesia Timur) hingga fajar menyingsing.

Dalam berburu, biasanya keluarga Balagaize tidak begitu banyak, kadang 2 hingga 3 orang. Hasil dari perburuan biasanya dibagi ketika sudah tiba di kampung.

Mendengar cerita berburu yang diceritakan oleh Frans, menjadikan wawasan tersendiri bahwa Indonesia ternyata begitu kayanya, ini masih dari satu suku yang berada di paling Timur Indonesia, belum dari suku-suku lain. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun