Mohon tunggu...
Khairu Syukrillah
Khairu Syukrillah Mohon Tunggu... Relawan - Aceh | khairuatjeh@gmail.com | IG @khairusyukrillah

Berbuat baiklah bukan karena surga, tapi karena tuhan sudah sangat baik kepada kita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Desa Grinting Menuju Desa Pengemas

14 Januari 2020   12:00 Diperbarui: 14 Januari 2020   13:36 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Kondisi Hutan Mangrove | dokpri

Sekitar tahun 1984-1986 masyarakat Desa Grinting diperkenalkan dengan jenis komoditas udang windu. Saat itu terjadi pencapaian produksi budidaya udang windu yang sangat pesat dan mengalami blooming dengan produksi rata-rata sebesar 1 ton per hektar melalui pola semi intensif pada tahun pertama.

Namun seiring berjalannya waktu produksi udang windu mengalami penurunan, yaitu pada tahun 1988 didapat hasil rata-rata sebesar 7,5 kuwintal per hektar dan pada tahun 1989 hanya didapat produksi rata-rata sebesar 3 kuwintal per hektar. 

Hingga akhirnya pada tahun 1990 produksi budidaya udang windu mengalami gagal panen dan dihentikan hingga sekarang dengan alasan tingginya pencemaran yang disebabkan karena pemaikaian obat-obatan dan juga kegiatan budidaya yang melupakan kaidah-kaidah daya dukung lingkungan sehingga mengakibatkan penurunan kualitas tanah pertambakan. Kini masyarakat hanya mengandalkan dari budidaya bandeng dan selebihnya berharap dari perikanan tangkap (sungai & laut).

Dok. Kondisi Hutan Mangrove | dokpri
Dok. Kondisi Hutan Mangrove | dokpri
Selain dari dua dimensi potensi alam diatas, terdapat juga potensi yang dimiliki oleh masyarakat yaitu keberadaan mangrove berjenis Rhizophora mucronata (Lamk) dari suku Rhizophoraceae, Avicennia marina (Forsk) dari suku Avicenniaceae dan Acanthus ilicifolius (Lamk) dari suku Acanthaceae yang telah dikembangkan oleh petani tambak yang tergabung di dalam Kelompok Tani Hutan binaan dari Dinas Kehutanan dengan nama Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP) Desa Grinting pada tahun 2007 silam dan masih terus dikembangkan hingga saat ini dengan dibantu oleh organisasi pemuda yang ada di desa seperti Pokdarwis, Karang Taruna, Pramuka, KPPMG, Forum Paguyuban dll yang juga didukung oleh Pemerintahan Desa Grinting.

Dok. Konidisi pemandangan susur sungai menuju mangrove | dokpri
Dok. Konidisi pemandangan susur sungai menuju mangrove | dokpri
Desa ini juga memiliki potensi sumber daya manusia sebagai objek untuk memanfaatkan potensi yang ada. Potensi ini dapat dibagi menjadi dua fokus utama, yaitu potensi SDM internal dan SDM eksternal. 

Potensi SDM internal yaitu potensi yang dimiliki oleh struktural pemerintahan desa beserta lembaga yang ada didalamnya. Diantaranya BPD, LPM, PKK dan Karang Taruna. Semua organisasi ini selalu bersinergi disetiap kegiatan yang diselenggarakan oleh desa.

Selain itu ada SDM eksternal yaitu SDM yang diluar dari struktural pemerintahan. Desa Grinting memiliki organisasi masyarakat yang juga aktif dan turut serta dalam mensinergikan pembangunan di antaranya: Relawan SID, Pokdarwis Garuda Jaya, Pramuka Gugus Depan Teriorial, KPPMG (Keluarga Pemuda Pelajar Mahasiswa Grinting), Pemuda Muhhammadiyah, Pemuda NU, Fatayat NU, Aisyiah, Banser NU dan Forum Komunikasi Antar Paguyuban (FKAP) yang menaungi 22 Paguyuban di Desa Grinting, GRINJAK, Forum Penggiat Sosial Media, Forum Peduli Pendidikan / Gerakan Kembali Bersekolah dan masih banyak lainnya yang semua organisasi ini bersinergi ketika ada kegiatan apa saja yang diselenggarakan.

Dok. Pelantikan Pramuka Penegak Laksana Gugus Depan Teritorial Grinting | dokpri
Dok. Pelantikan Pramuka Penegak Laksana Gugus Depan Teritorial Grinting | dokpri
Mengubah Stigma Desa Pengemis Menuju Desa Pengemas
Dari potensi yang dimiliki Desa Grinting, berbanding terbalik dengan stigma yang melekat pada desa ini dengan brand image sebagai desa pengemis. Sejarah Desa Grinting dicap sebagai desa pengemis bermula pada awal tahun 80-an dikenal sebagai kampung pengemis karena banyaknya warga yang bermigrasi ke kota-kota besar, khususnya Jakarta, untuk menjadi pengemis. 

Namun stigma kampung pengemis seakan terus tertancap dalam hingga kini. Hal ini terus menerus diberitakan oleh media lokal maupun nasional ketika masuk bulan Ramadhan. Sehingga bisa dikatakan stigma tersebut tidak dapat begitu saja dihilangkan dari pemikiran orang luar desa untuk melabelkan Desa Grinting. 

Sehingga berawal dari stigma Desa Pengemis yang terus menerus melekat di Desa Grinting ini, kini melalui potensi yang ada, Desa Grinting terus berbenah dengan memaksimalkan baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Desa Grinting kini bangkit dengan semangat baru menuju Desa Pengemas.

Melalui dobrakan dari Pemerintah Desa Grinting yang didukung oleh Dana Desa dan Alokasi Dana Desa, APBdes, Bankeu dll, kini pembangunan insfrastruktur terus dikebut. Selain itu juga penguatan masyarakat terus dilakukan. Sinergisitas antara organisasi masyarakat terus dilakukan. Kegiatan besar juga dilaksanakan, bukan hanya event lokal tapi juga event nasional guna menguatkan stigma bahwa desa grinting  merupakan desa pengemas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun