Budaya Indonesia yang beragam dari Sabang hingga Merauke adalah sesuatu yang unik tentang Indonesia. Secara umum, budaya berfungsi untuk menyatukan masyarakat melalui nilai, tradisi, dan identitas dari berbagai suku, agama, ras, dan golongan. Tidak dapat disangkal bahwa budaya memainkan peran penting dalam menyatukan Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu", adalah konsep yang telah digunakan oleh Indonesia untuk menggambarkan keberagaman budaya sebagai dasar bagi persatuan bangsanya. Konsep ini bukan sekadar semboyan atau semboyan; itu adalah filosofi yang menegaskan bahwa perbedaan adalah kekayaan yang memperkuat jati diri bangsa.
Budaya, di sisi lain, dapat menjadi alat pemecah belah jika dieksploitasi untuk kepentingan tertentu. Dalam beberapa kasus, budaya dapat digunakan untuk kepentingan tertentu, yang dapat menyebabkan konflik. Misalnya, ketika elemen budaya tertentu dikonsumsi sebagai barang dagangan tanpa mempertimbangkan makna atau konteks aslinya, hal ini dapat menimbulkan kemarahan dan ketidakpuasan di antara anggota komunitasnya. Budaya juga dapat dieksploitasi melalui pembentukan stereotip yang merugikan terhadap kelompok tertentu. Kadang-kadang, media dan konten budaya populer mendorong persepsi yang tidak adil terhadap kelompok etnis atau budaya tertentu. Ini dapat memicu ketidakpercayaan dan kebencian, yang dapat menyebabkan diskriminasi dan konflik sosial.
Pada akhirnya, budaya memiliki banyak potensi untuk memperkuat persatuan NKRI, tetapi jika disalahgunakan, juga dapat menjadi alat pemecah belah. Kemampuan kita untuk menangani perbedaan dengan bijak dan adil memainkan peran budaya yang penting dalam menjaga persatuan. Budaya akan terus menjadi pilar penting dalam memperkuat NKRI di tengah tantangan modernisasi dan globalisasi jika dikelola dengan baik. Namun, keberagaman budaya Indonesia dapat menyebabkan konflik dan melemahkan persatuan bangsa jika diabaikan atau dieksploitasi. Oleh karena itu, kita sebagai bangsa harus senantiasa menjaga dan merawat keberagaman budaya Indonesia dengan mengedepankan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan bukanlah ancaman; itu adalah kekayaan yang memperkuat bangsa kita.
Seperti yang tercantum pada Undang-undang yang menekankan budaya sebagai alat pemersatu Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam undang-undang ini, kebudayaan tidak hanya dilihat sebagai warisan yang harus dilestarikan, tetapi juga sebagai alat penting dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Berikut beberapa poin penting dari undang-undang tersebut yang relevan dengan tema persatuan Indonesia:
Kebudayaan sebagai Pemersatu Bangsa
Pasal 4 dari Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari pemajuan kebudayaan adalah “memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa”.
- Kebudayaan Indonesia yang beragam dianggap sebagai kekayaan yang harus dirawat untuk memperkuat identitas nasional dan menghindari perpecahan
- Keragaman budaya, dari Sabang sampai Merauke, dilihat sebagai unsur yang memperkaya budaya nasional, yang mencerminkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
Salah satu contoh kasus pemecah belah budaya di Indonesia adalah konflik berbasis identitas, seperti konflik horizontal antar etnis atau suku. Konflik ini sering kali melibatkan pertentangan budaya, agama, dan etnis yang berujung pada kekerasan dan disintegrasi sosial. Contoh nyata yang mencerminkan hal ini adalah konflik Poso
Kasus Konflik Poso (Sulawesi Tengah)
Latar Belakang:Konflik Poso terjadi di wilayah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an. Konflik ini melibatkan dua kelompok besar: umat Islam dan umat Kristen. Meskipun awalnya bermula dari masalah kriminal dan ekonomi, konflik ini kemudian berkembang menjadi konflik berbasis agama dan etnis, yang juga melibatkan unsur budaya lokal.
Faktor Pemecah Belah Budaya:
- Perbedaan agama dijadikan sebagai pemicu utama yang diperkuat dengan propaganda dan isu-isu yang mengaitkan agama dengan identitas budaya.
- Polarisasi antar komunitas lokal menyebabkan perpecahan budaya. Umat Islam dan Kristen yang sebelumnya hidup berdampingan dengan budaya masing-masing, mulai terpecah karena sentimen keagamaan yang diperparah oleh kelompok radikal.
- Penghancuran simbol-simbol budaya lokal: Beberapa tempat ibadah dan bangunan yang terkait dengan tradisi lokal dihancurkan, memperdalam perpecahan.
Data Konflik Poso:
- Waktu kejadian: 1998-2001 (puncak konflik), meskipun dampaknya terasa hingga tahun-tahun berikutnya.
- Korban jiwa: Diperkirakan sekitar 1.000 orang tewas dalam konflik ini.
- Pengungsi: Lebih dari 100.000 orang terpaksa mengungsi karena kekerasan.
- Kerugian: Banyak bangunan, rumah, sekolah, dan tempat ibadah dihancurkan, memperparah kerugian ekonomi dan sosial di wilayah tersebut.