Mohon tunggu...
Khairunnisa Musari
Khairunnisa Musari Mohon Tunggu... lainnya -

"Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) mampu menembus jutaan kepala" - Sayyid Quthb. Untuk artikel 'serius', sila mampir ke khairunnisamusari.blogspot.com dan/atau http://www.scribd.com/Khairunnisa%20Musari...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Nyasar di Bandara, Saya Sering Tuh…

24 September 2011   03:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:40 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_136975" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: Google"][/caption] Bepergian sendirian sudah menjadi hal lumrah untuk saya. Mulai bepergian jarak pendek, jarak menengah, jarak jauh, maupun jarak sangat jauuuuh sekali.

Waktu saya kecil, kalau tidak salah saya naik kelas 1 SMP dan kakak saya naik kelas 1 SMA, kami berdua juga pernah berpetualang berdua Balikpapan-Surabaya tanpa didampingi orangtua. Mungkin bekal bepergian sendirian ini yang tanpa sadar membuat saya sering nekat bepergian jika tidak ada yang bisa menemani.

Btw, belakangan saya mulai menyadari bahwa saya cukup sering nyasar di bandara. Terakhir, ketika perjalanan PP Surabaya-Jakarta beberapa hari lalu, saya kembali mengalami nyasar. Ketika berangkat di Juanda, saya sudah membaca bahwa boarding room untuk flight saya ada di Gate 1. Tapi, ntahlah, saya kok malah masuk ke Gate 3 dan tanpa merasa bersalah ikutan antri. Pas giliran hendak memasukkan travel bag dan ransel ke bagian pemeriksaan, saya baru sadar melakukan kesalahan ketika petugas menegur.

[caption id="attachment_136976" align="alignright" width="300" caption="Sumber: Google"][/caption] “Eh, iya, maaf Mbak, saya ngelamun…,” seru saya sembari meringis.

Nah, pas pulang dari Jakarta, sesampainya di Juanda, saya sudah membaca plang “Transit” dan “Pengambilan Bagasi”. Tapi entahlah, saya kok tidak yakin kalau itu jalan untuk keluar bandara. Saya malah menyusuri jalan hingga ujung, sampai ada yang menegur, “Assalaamu’alaykum, Mbak Nisa…”

“Wa’alaykumsalam…..…,” kata saya gelagapan sembari mengedipkan mata untuk menguatkan penglihatan. Padahal mata saya “hanya” minus 2,5 plus silinder, tapi sering tidak jelas melihat sesuatu kalau tidak benar-benar fokus.

“Eh, Pak Ismed. Mau ke mana, Pak?” tanya saya ketika sudah memastikan bahwa yang menyapa saya adalah Pak Ismed, sang Direktur RIZKI, sebuah lembaga ZISWAF ternama di Jember.

“Dari Jakarta, mau pulang Jember,” jawabnya

“Dari Jakarta? Saya juga dari Jakarta. Tapi, bukannya jalan pulang lewat sana Pak?” sahut saya sembari menunjuk arah berlawanan dengan Pak Ismed.

“Bukan Mbak… Tadi saya keluar dari pesawat dari sana. Kalau jalan pulang, ya lewat sana,” Pak Ismed menunjuk arah yang tadi saya lewati.

“Ya sudahlah Pak, saya ikut Bapak saja. Bapak bertiga, insya Allah saya aman dan gak nyasar,” kata saya yang sudah tidak mampu berpikir tentang jalan pulang.

Ya, faktor kelelahan adalah sesuatu yang tak terelakkan untuk saya kalau bepergian sendirian. Belum lagi jika seharian kita berada di jalan dengan waktu ketat untuk memenuhi agenda kita. Termasuk juga jika ada yang dipikirkan, membuat kita mau tidak mau kerap kali jadi melamun. Meski tak jarang saya luangkan untuk berdzikir, tetapi tetap saja ada saat-saat blank setiap kali melakukan perjalanan sendirian.

Akhirnya… saya dan Pak Ismed berpisah depan lobi bandara. Pak Ismed menanti travel yang akan membawanya ke Jember, dan saya melanjutkan perjalanan dengan DAMRI dan taksi ke kota Surabaya.

[caption id="attachment_136977" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: Google"][/caption] Mmm… nyasar yang lebih tragis terjadi ketika saya melakukan perjalanan perdana Surabaya-Kuala Lumpur. Ketika tiba di lobi LCCT, saya sudah sangat menyadari ada sesuatu yang salah. Saya membatin, masak perjalanan internasional (meski bebas VISA), kok kayak saya naik pesawat ke Jakarta, Surabaya atau Yogya saja. Masak passport saya tidak ditanyain petugas atau dikasih stempel. Masak sih hanya begini…

Kemudian saya telpon-telponan dengan Adji, kawan saya yang hendak menjemput saya. Dia menanyakan posisi saya yang tidak ditemuinya di tempat yang kami sepakati. Dengan PD-nya saya bilang, “Aku sudah keluar dari bandara, Dji. Ini sekarang di lobi di depannya…. (lupa). Kamu di mana? Kamu baru berangkat kali ya, tapi bilangnya sudah di lobi bandara.”

Tak sengaja saya melihat plang “Domestic Arrival”…

“Adjiiiiiiiii, iya, aku yang salah jalan. Pantesan gak ada petugas yang tanya-tanya passportku. Aduuuuuuh, aku balik aja lagi ya Dji. Aku tanyain petugas. Dji, tungguin aku ya. Aduuuuuh, kok gak ada petugas yang curiga kalau aku salah jalan sih…” gelagapan campur panik sudah memenuhi ubun-ubun saya.

Ah….. menyusuri kembali jalan tadi rasanya menyakitkan. Selain jalannya yang panjaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang (tidak seperti di Soetta, Juanda, Sepinggan ato Adi Sutjipto), juga gara-gara pake sepatu pantofel yang baru beli. Saya yang biasa pake kets atau sepatu ceper, memang memutuskan memakai pantofel supaya tidak membawa barang berat-berat. Tapi, gara-gara pantofel, saya tersiksa sekali akibat nyasar-menyasar ini. (Pelajaran penting, sepatu kets jangan sampai ketinggalan kalau bepergian jauh...)

Mmm… Saya tarik nafas dalam-dalam sembari tersenyum ke diri sendiri. “Sabar… Sabar… Berdoa saja semoga semua capek ini jadi pahala. Ya Allah, kasih Iis sabar ya. Tolongin Iis supaya ketemu jalan keluar….”.

---------

Note:

Baru saja menerima kabar dari seorang sahabat di Bahrain. “halo mba,,udah baca berita belum. disini ada sedikit rusuh, banyak orang datang ke city center ingin menyerang mall. dan akhir nya terjadi penangkapan. banyak juga yg tertangkap, laki dan perempuan. sementara jalan menuju manama di block. saya ga brani tulis karna tipi saya antena nya karab. juga line saya lemot. jadi hanya pantau dari wall nya temen, untung mba iis belum kesini. hehehe,,,”

Subhanallah, apa ini salah satu alasan Allah ‘mempersulit’ saya untuk masuk Bahrain demi melindungi saya…?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun