Mohon tunggu...
Khairunnisa Musari
Khairunnisa Musari Mohon Tunggu... lainnya -

"Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) mampu menembus jutaan kepala" - Sayyid Quthb. Untuk artikel 'serius', sila mampir ke khairunnisamusari.blogspot.com dan/atau http://www.scribd.com/Khairunnisa%20Musari...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pentingnya Inovasi di Sukuk Ritel 2011

24 Januari 2011   01:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:15 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1295832830684817613

Berikut saya kutipkan artikel tentang Sukuk Ritel di Harian Kontan, Sabtu, 22 Januari 2011, Hlm. 19. Semoga share ini dapat menjadi sarana sosialisasi dan edukasi bagi Kompasioner tentang perkembangan sukuk di tanah air.

Oleh: Khairunnisa Musari*

Akhir pekan lalu, Kementerian Keuangan telah melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama dengan 21 pihak dalam rangka penerbitan Sukuk Ritel (SR) 003. Menurut rencana, masa penawaran SR 003 dengan tenor 3 tahun ini akan dimulai tanggal 7 hingga 18 Februari. Selanjutnya akan dilakukan penjatahan pada 21 Februari dan kemudian dilakukan penerbitan pada 23 Februari.

SR 003 adalah sukuk ritel ketiga yang diterbitkan pemerintah di setiap bulan Februari. Dari 21 pihak yang akan terlibat dalam penerbitan SR 003, 20 agen penjual diantaranya terdiri dari 10 bank konvensional, 1 bank syariah, dan 9 perusahaan sekuritas. Agen penjual sukuk ritel ini terus bertambah. Pada penerbitan perdananya di tahun 2009, agen penjual sukuk ritel (hanya) sebanyak 13 agen yang terdiri dari 4 bank konvensional, 1 bank syariah, dan 8 perusahaan sekuritas.

Untuk menjaga keadilan dalam distribusi, patut direspon positif itikat pemerintah yang mengincar investor ritel yang memiliki kemampuan pembelian Rp 5 juta. Bahkan kabarnya pemerintah akan melakukan pembatasan jika ada investor kelas kakap yang banyak membeli SR 003.

Untuk penerbitan SR 003, Kementerian Keuangan telah menyiapkan underlying asset senilai Rp 10,8 triliun. Nilai ini tidak sebesar tahun 2010 yang senilai Rp 20,3 triliun. Namun demikian, seperti tahun-tahun sebelumnya, SR 003 ini berakad ijarah sale and lease back dan dijual dengan harga nominal per unit Rp 1 juta dengan minimum pembelian Rp 5 juta dan kelipatannya serta tidak ada batas maksimum pembelian. SR 003 pun membidik investor individu warga negara Indonesia.

Butuh Inovasi

Jika disimak, penerbitan SR 003 tahun 2011 tampaknya tak berbeda jauh dengan SR 001 dan SR 002 yang diterbitkan 1-2 tahun sebelumnya. Dari sisi akad, harga nominal per unit, minimum pembelian, tenor, dan target pasar semuanya tak berbeda.

Pemerintah sejauh ini optimis penerbitan SR 003 akan mendulang sukses. Hal ini mengingat penerbitan sukuk ritel sebelumnya memperoleh respon positif di pasar dan tren dana yang terhimpun terus meningkat. Pada penerbitan sukuk ritel perdana SR 001 tanggal 25 Februari 2009, dana yang terhimpun sebesar Rp 5,556 triliun. Pada penerbitan SR 002 tanggal 10 Februari 2010, dana yang terhimpun meningkat menjadi Rp 8,03 triliun.

Untuk penerbitan SR 003, diprediksi akan terjadi peningkatan pula atau setidaknya akan berada dalam kisaran himpunan dana SR 001 dan SR 002. Dalam penerbitan SR 003 kali ini, pemerintah tidak menetapkan target indikatif. Pemerintah lebih memilih wait and see seberapa besar penjualan jumlah instrumen yang dilakukan agen penjual.

Namun demikian, meski optimisme akan pasar sukuk ritel yang cukup besar dan menunjukkan tren meningkat, pemerintah tidak boleh mengabaikan pentingnya inovasi. Meski sukuk ritel memiliki keunggulan dalam hal underlying asset, bebas resiko gagal bayar (default risk), dan dapat diperdagangkan (tradeable), tetap saja sukuk ritel membutuhkan inovasi untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya shocks yang unpredictable akibat kejenuhan.

Tantangan

Terdapat sejumlah tantangan bagi pemerintah dalam melakukan inovasi penerbitan sukuk ritel. Pertama, selayaknya investor ritel memperoleh pemanfaatan yang lebih besar dari peruntukan sukuk ritel. Kebutuhan akan hadirnya sukuk berbasis proyek hingga saat ini belum juga terealisasi. Padahal, pemanfaatan dana berbasis aset akan lebih bermakna dan bernilai tambah daripada sekedar untuk menambal defisit anggaran.

Kedua, tidak hanya sukuk ritel, kebanyakan akad sukuk negara yang telah diterbitkan pemerintah Indonesia berbasis ijarah. Hal ini tidak lepas dari tujuan penerbitannya untuk membiayai APBN secara umum. Pemerintah seyogyanya berupaya untuk menggunakan akad lain untuk memperoleh manfaat yang lebih besar. Hal ini mengingat implikasi dari akad ijarah relatif minim kepada sektor riil. Apalagi, dana penjualan sukuk yang diterima pemerintah cenderung tidak digunakan untuk sektor produktif.

Ketiga, meski sukuk merupakan instrumen pembiayaan berbasis syariah, namun faktanya keikutsertaan bank syariah dalam penerbitan sukuk masih sangat kecil. Sejak terbit perdana tahun 2009, hanya ada 1 bank syariah yang menjadi agen penjual. Meski sejumlah bank syariah di tahun 2010 sudah mulai melakukan kerjasama untuk menjadi sub-agen penjual, pemerintah tetap saja perlu memikirkan bagaimana memberi diskresi bagi bank syariah untuk terlibat lebih besar dan ikut menerima manfaat sukuk. Meski bank syariah dinyatakan tahan terhadap badai krisis, namun realitas menunjukkan bahwa bank syariah juga dapat mengalami tekanan likuiditas dan membutuhkan instrumen likuiditas. Untuk itu, pemerintah perlu memikirkan bagaimana menjadikan sukuk sebagai instrumen likuiditas bagi bank syariah.

Keempat,pasar sekunder sukuk ritel di Indonesia tidak terlalu likuid karena pangsa pasar yang masih relatif kecil. Untuk itu, pengembangan pasar sekunder harus distimulus. Pemerintah dapat mencoba memposisikan diri menjadi stand by buyer.

Kelima, pemerintah perlu mengupayakan jenis underlying asset sukuk ritel yang produktif. Beberapa tahun belakangan ini, mulai marak sejumlah negara menerbitkan sukuk dengan return yang berasal dari kegiatan produktif. Salah satunya adalah bandara dan pesawat. Sukuk yang menggunakan bandara maupun pesawat sebagai underlying asset lebih menjanjikan daripada return sukuk yang berbasis properti. Tidak terelakkan, meski pemerintah menjamin sukuk ritel bebas resiko gagal bayar, tetap saja investor ke depan akan lebih jeli memperhatikan kualitas pendapatan arus kas dari dana yang mereka investasikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun