Yogyakarta, jika mendengar kata Yogyakarta tentunya hal yang pertama terlintas adalah "istimewa".
Yogyakarta dengan banyak keistimewaan dari berbagai sisi seperti kebudayaanya, pendidikanya, dan pastinya kuliner-kuliner menarik yang ada di setiap sudut Kota ini. Sebagai perantau yang baru saja menapakkan kaki ke Kota ini tentunya banyak hal istimewa yang ingin di explore dari kota istimewa ini. Sembari menyusuri keindahan Kota ini saya tiba di satu tempat yang disebut Stadion Mandala Krida.
Stadion Mandala Krida, stadion ini berada di Jalan Kenari, Semaki, Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta. Stadion Mandala Krida memiliki lokasi strategis yang berada di pusat kota dan mudah diakses karena tempatnya yang berada tidak jauh dari lokasi wisata Malioboro, stasiun Tugu dan Kampus Universitas Gadjah Mada. Stadion ini berfungsi sebagai tempat masyarakat Yogyakarta melakukan berbagai macam aktivitas olahraga. Selain digunakan sebagai sarana untuk berolahraga, ada banyak aktivitas lain yang dapat ditemui di stadion ini salah satunya aktivitas penjual makanan yang berada disepanjang sisi stadion. Kita dapat menemui banyak variasi kuliner yang ditawarkan oleh penjual makanan disepanjang sisi stadion ini, dan konsep penyajian untuk makanan ini juga menggunakan budaya yang umum ditemui di Yogyakarta yaitu makan dengan cara duduk diatas tikar yang digelar disepanjang trotoar atau dengan kata lain kita sebut ngemper. Hal ini tentunya menarik, karena setelah berolahraga atau hanya sekedar mampir kita bisa ngemper untuk mencicipi banyak pilihan makanan yang disediakan disepanjang jalan Stadion Mandala Krida.
Saya sebagai seorang pendatang sangat tertarik untuk ikut merasakan sensasi makan ngemper di sepanjang Stadion ini, namun sayangnya ada hal yang membuat saya mengurungkan niat untuk itu yaitu SAMPAH. Ya, ketika kita mengunjungi Stadion ini kita akan mendapati adanya tempat pembuangan sampah yang berada di sebelah utara stadion. Bau busuk yang ditimbulkan tempat sampah ini sangat menganggu indra penciuman siapa saja yang melewatinya, hal ini tentunya akan membuat kita mengurunkan niat untuk makan disekitar stadion tersebut. Â Saya pun sedikit terkejut dengan fenomena yang saya temukan ketika berada di lokasi tempat sampah tersebut, masyarakat seakan tidak terganggu dengan adanya bau busuk dan pemandangan tidak nyaman yang ditimbulkan oleh tumpukan sampah yang berada di tempat pembuangan sampah Mandala Krida ini. Banyak masyarakat tetap santai ngemper menikmati makanan yang disajikan oleh pedagang disekitar TPS Mandala krida meskipun jarak antara lokasi penjual makanan dan TPS ini hanyak berjarak sekitar 10 meter.
Adanya fenomena ini tentunya membuat saya berpikir "apakah Yogya memang se slow living itukah? Atau dengan kata lain apakah masyarakat disini sebegitu tenangnya sampai melupakan masalah krusial seperti kesehatan, hygiene dan sanitasi  sehingga bisa se-santai itu menikmati makanan yang berada sangat dekat dengan tempat pembuangan sampah. Seperti yang kita tahu selain menimbulkan polusi seperti bau busuk sampah juga menjadi tempat berkembang biaknya berbagai hama seperti lalat, kecoak, tikus, bakteri, jamur dan virus .
Karena adanya rasa penasaran dan banyak pertanyaan "mengapa masyarakat masih makan disini?" "apa yang menarik dari makanan yang disajikan disini?" saya pun mencoba untuk memghampiri salah satu stand makanan yang ada, dan kembali lagi kita akan dibuat terkejut dengan kecoa dan tikus yang lalu Lalang di sekitar tempat ngemper ini. Hal ini tentunya berbahaya bagi masyarakat terutama dari segi kesehatan, berdasarkan jurnal kesehatan komunitas "Dampak Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terhadap Gangguan Kesehatan Masyarakat" yang dilakukan oleh Astry Axmalia dan Surrahma Asti Mulasari yang menggunakan metode literatur review. Melalui jurnal ini diketahui bahwa gangguan kesehatan yang yang ditimbulkan akibat adanya penumpukan dan penimbunan sampah yaitu : penyakit kulit, diare, gangguan pernapasan, nyeri dada, mata pedih, tenggorokan kering, tenggorokan panas, kepala pusing, batuk-batuk, cacingan dan sesak napas.
Menilik fenomena ini tentunya miris bagi kita, mengingat Yogyakarta selain kota wisata yang kaya akan budaya dan kulinernya, kota ini juga menjadi tujuan pelajar dari berbagai daerah untuk untuk mencari ilmu, karena reputasi akademiknya yang berkualitas dan dikenal secara nasional maupun internasional. Â Saya sendiri merupakan salah satu dari banyaknya orang yang memutuskan untuk menempuh Pendidikan di Kota yang istimewa ini. Sebagai mahasiswa yang sedang mengenyam ilmu dibidang kesehatan masyarakat, saya pun tertarik untuk menganalisis masalah sampah yang ada di Stadion Mandala Krida terutama terkait sikap masyarakat yang terlihat cuek dan tetap asik mengonsumsi makanan yang ada di sekitar stadion ini. Ada teori yang disebut Health Belief Model (HBM), teori ini berfokus pada persepsi kerentanan, keparahan, manfaat dan persepsi hambatan yang mempengaruhi seseorang untuk bertindak atau melakukan perubahan. Berdasarkan hasil observasi yang saya temui di stadion Mandala Krida dan kaitanya dengan teori Health Belief Model ditemukan bahwa masyarakat sekitar tidak menemukan adanya dampak yang dirasakan secara langsung oleh mereka sehingga merasa biasa saja ketika menyantap makanan yang berada dekat dengan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) tersebut.
Dari segi hambatan juga ditemukan kondisi infrastruktur dari TPS Mandala Krida yang sudah tidak cukup untuk menampung sampah yang sudah overload juga kondisi bangunan yang terbuka. Kemudian sepengamatan saya tidak ditemukan adanya regulasi tertulis yang mengatur terkait masalah sampah disekitar TPS. Melihat hasil temuan secara observasi awal ini penulis merasa sangat perlu adanya perhatian pemerintah mengenai kondisi ini baik terkait perbaikan infrastruktur, mekanisme pembuangan sampah di Mandala Krida ke tempat pembuangan akhir dan pengawasan akan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat. Serta perlu adanya pemasangan media kampanye untuk mengedukasi masyarakat sekitar mengenai dampak dari tumpukan sampah, pentingnya hygiene dan sanitasi terhadap kesehatan yang akan dirasakan jangka pendek maupun panjang. Semoga dengan adanya perbaikan-perbaikan tersebut dapat membuat Yogyakarta semakin istimewa khususnya bagi pendatang baru seperti saya dan yang lainya.
/dok. pri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H