Indonesia sebagai negara hukum berusaha memberikan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa membeda-bedakan. Produk legislatif berupa kebijakan diperlukan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Lebih jauh, partisipasi masyarakat harus diupayakan dalam merumuskan kebijakan yang dilakukan baik oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Pemerintah serta dalam pelaksanaan dan pengawasannya. Tatanan politik yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 tumbuh dan berkembang sebagai hasil upaya menata kehidupan politik. Untuk membangun kehidupan politik yang tangguh dengan memperluas peran dan memfungsikan suprastruktur dan infrastruktur politik secara efektif, praktis, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab, serta menyadarkan dan meningkatkan partisipasi politik masyarakat, kebijakan dimaksudkan untuk mengembangkan etika dan moral partisipasi politik.
Agar masyarakat dan pranata sosial dapat memainkan tanggung jawabnya dengan mantap dalam tatanan kehidupan politik, dituntut untuk secara konsisten mengembangkan kemampuan, kualitas, dan kemandirian kehidupan politik. Keterlibatan politik, menurut Rush dan Altof (1997), adalah keterlibatan individu pada berbagai tingkatan dalam sistem politik. Selain itu, di Indonesia, sistem politik yang berlaku sangat mempengaruhi cara masyarakat berpartisipasi dalam urusan politik. Metode partisipatif yang mengidentifikasi masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pembangunan harus dibangun dari situasi ini. Strategi yang sering dikenal dengan paradigma partisipasi masyarakat ini lebih bersifat mengembangkan kualitas masyarakat itu sendiri. Dasar dari proses pelibatan masyarakat adalah kemauan masyarakat untuk memperbaiki serta pengalaman dan pengetahuan yang luas dan bermanfaat tentang keberadaannya.
Berbicara tentang produk legislatif, dalam hal ini kebijakan, menurut Berdasarkan Setyawan (2007), kebijakan adalah suatu keputusan yang dibuat oleh suatu organisasi atau kelompok tertentu dengan maksud untuk memecahkan suatu masalah atau mencapai suatu tujuan. Kebijakan biasanya berisi ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku pada saat pengambilan keputusan selanjutnya yang harus dilakukan baik oleh kelompok sasaran maupun organisasi pelaksana kebijakan tersebut. Kebijakan juga dapat diterapkan atau diimplementasikan dalam kaitannya dengan pelaksana dan kelompok sasaran. Untuk memberikan umpan balik selama pembuatan undang-undang atau kebijakan dan memberikan legitimasi hukum, diperlukan keterlibatan publik. Langkah-langkah keterlibatan masyarakat untuk mempengaruhi hasil akhir kebijakan adalah sebagai berikut, menurut Sirajuddin, dkk (2006): Yang pertama adalah manipulasi; yang kedua adalah terapi; yang ketiga adalah informasi; yang keempat adalah konsultasi; yang kelima adalah peredam; yang keenam adalah kemitraan; yang ketujuh adalah wewenang yang didelegasikan; dan yang kedelapan adalah kontrol warga negara.
Setidaknya ada lima model yang dapat digunakan untuk melembagakan partisipasi masyarakat. Diantaranya adalah: pertama, menempatkan anggota masyarakat yang dianggap ahli dalam sebuah tim atau kelompok kerja untuk menulis undang-undang dan peraturan; kedua, melakukan sharing publik (public discussion) melalui seminar, workshop, atau mengundang pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pertemuan untuk menyusun peraturan perundang-undangan; ketiga, menguji validitas gagasan komunitas dengan mengujinya; keempat, dengan menetapkan proses formal untuk mengevaluasi efektivitas partisipasi masyarakat. Kelima, pihak legislatif mempublikasikan rancangan undang-undang dan peraturan sehingga masyarakat umum dapat mengomentarinya. Selama sebuah kebijakan berjalan tentunya masyarakat harus secara aktif pula mengawasi jalannya sebuah kebijakan agar kebijakan tersebut tidak merugikan pihak manapun terutama masyarakat itu sendiri. Disamping itu, sangat penting bagi masyarakat untuk melakukan pengawasan dan evaluasi sebagai mekanisme mengukur pencapaiannya. Di Indonesia, apabila suatu undang-undang atau kebijakan dinilai bertentangan dengan konstitusi, maka masyarakat dapat mengajukan banding ke  lembaga yang berwenang menguji adalah Mahkamah Konstitusi (MK).
Sumber Acuan:
Rush, Michael dan Altoft, Philip. (1997). Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: CV. Rajawali.
Setiawan, Guntur. (2002). Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta: Grasindo.
Sirajuddin. (2006). Hak Rakyat Mengontrol Negara: Mengontrol Model Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Â Â Â Malang: Coruption Watc.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H