Mohon tunggu...
khairullah aka
khairullah aka Mohon Tunggu... -

senang membaca dan berusaha untuk bisa menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

"Jaksa Juga Butuh Kontrol"

21 Desember 2011   06:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:57 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Unjuk rasa ribuan warga Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan beberapa
hari yang lalu di kantor Kejaksaan Negeri Kalianda, mengejutkan semua
pihak. Betapa tidak, biasanya, demonstrasi yang digelar menuntut
penuntasan kasus korupsi, akan tetapi pada unjukrasa kali itu, warga
menuntut pencopotan salah seorang oknum jaksa yang dituding telah
memeras dan mengancam sejumlah pejabat pemerintah kabupaten Lampung
Selatan.

Sebuah tamparan besar bagi institusi penegak hukum, terlepas apakah
tudingan belum atau masih dalam proses pembuktian oleh internal
Kejaksaan. Ribuan warga Lampung Selatan datang dan menyampaikan
tuntutan mereka bukan tanpa alasan, demonstran mengaku mengantongi
sejumlah bukti kuat atas tindak-tanduk oknum jaksa yang mereka desak
untuk dinon aktifkan itu.

Setidaknya ada 2 pendapat besar yang beredar luas dimasyarakat paska
demonstrasi tersebut. Pertama; unjukrasa yang menggalang sedikitnya
dua ribu orang tersebut sebagai bentuk kepedulian masyarakat terhadap
proses penegakan hukum di Lampung Selatan, yang dinilai sejauh ini
mulai menunjukkan tajinya, oknum jaksa yang dituding bermasalah itu,
dianggap bisa menghambat upaya pengungkapan dugaan korupsi ditubuh
pemkab Lampung Selatan, yang bernilai puluhan milyar rupiah.

Tetap bercokolnya oknum jaksa nakal ditubuh institusi penegak hukum
merupakan ganjalan dan duri dalam daging yang bisa membawa upaya
penegakan hukum ke jurang permainan dan penguangan kasus. Kasus-kasus
dugaan korupsi milyaran rupiah disebut-sebut sebagai "ATM" berjalan
yang dimanfaatkan oleh para jaksa nakal untuk meminta sejumlah uang
agar kasus tersebut dipeti eskan atau tuntutannya diperingan.

Atas dalil itu, rupanya warga Lampung Selatan, tidak ingin aparat
penegak hukum lain, yang masih terbilang baik, dan benar-benar punya
etikat tulen untuk memberantas kejahatan kerah putih, ikut tercemar
namanya, akibat keberadaan jaksa yang tak bertanggung jawab.
Masyarakat, sepertinya tak ingin, ada nila setitik merusak susu
sebelanga, ditubuh adhiyaksa itu.

Atas dasar itu, Institusi Kejaksaan mempunyai tugas lebih mulai, yakni
membuktikan sendiri tindak tanduk salah satu jaksanya, yang dilaporkan
oleh masyarakat bermasalah. Pembuktian awal yang paling mungkin bisa
dilakukan adalah dengan memeriksa rekening milik pribadi atau kerabat
dekat dari oknum jaksa nakal dimaksud, dengan terlebih dahulu
menonaktifkan jaksa bersangkutan.

Pemeriksaan internal oleh pihak Kejaksaan ini perlu dilakukan agar
kepercayaan masyarakat pencari keadilan bisa terjaga. Jika kesan
pembiaran terbaca masyarakat luas, maka ada dua hal yang bisa terjadi,
pertama arus demonstrasi yang menginginkan pembersihan ditubuh
Kejaksaan, akan lebih besar mencuat, kedua, akan muncul kecenderungan
menganggap remeh institusi Kejaksaan, karena lembaga penegak hukum
saja sudah mengabaikan persoalan hukum. Kejaksaan akan dinilai seolah
melindungi seseorang yang diduga kuat “bermain: dan mengotori nama
harus Kejaksaan.

Sementara pendapat kedua menilai, unjukrasa sengaja digerakan oleh
mereka yang gerah atas upaya Kejaksaan mengungkap berbagai dugaan
korupsi yang terjadi di lingkungan pemerintah daerah, yang selama ini
tidak terjamah. Namun jika ditilik seksama, pendapat kedua ini sangat
kecil kemungkinannya.

Merujuk dari berbagai upaya pengungkapan kasus dugaan korupsi di
Lampung Selatan, sejauh ini Kejaksaan sepertinya baru menyeret "ikan
teri" dalam berbagai kasus dan belum mampu menangkap "paus" yang
sebenarnya, dan jika dilihat seksama, sepertinya unjukrasa pada hari
senin lalu di kantor Kejaksaan negeri Kalianda, secara tersirat justu
menginginkan adanya pengungkapan menyeluruh dan terhadap siapapun,
dengan pertama kali, menyingkirkan oknum jaksa nakal yang diduga kuat
bisa menggagalkan upaya pengungkapan "paus" korupsi di Kabupaten ini.

Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 2004,
tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pasal 8 ayat 4 menyatakan; dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak
berdasarksan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan,
kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa
menjaga kehormatan dan martabat profesinya.

Terlepas dari pro dan kontra dibalik demonstrasi di Kejaksaan beberapa
hari yang lalu, apa yang dilakukan oleh masyarakat Lampung Selatan
sudah sesuai dan didukung oleh peraturan yang ada. Terkait adanya
tanggapan miring tentang unjukrasa, negara telah mengaturnya dalam
undang-undang RI nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum. Dengan jelas dinyatakan dalam pasal 1 dan pasal
2, bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga
negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya
secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Setiap warga negara, secara
perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai wujud
hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. unjukrasa menjadi salah satu kontrol sosial
yang mumpuni untuk menekan apapun dan siapapun kembali kejalan yang
benar sesuai aturan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun