PENCITRAAN INI MENYISA KAMI
Permintaan kenaikan harga BBM oleh kubu Jokowi yang menjadi kontroversi beberapa hari ini membuat saya bingung. Pikiran saya semakin bertambah mumet setelah membaca sebuah artikel dukungan kenaikan harga BBM oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri disini.
Kebingungan tersebut timbul karena dulu ketika pemerintahan SBY berniat menaikkan harga BBM subsidi maka seluruh jajaran Partai Banteng moncong putih tersebut kompak menolak rencana tersebut dengan bebebrapa alternative solusi yang mereka tawarkan. Â Salah satu elit partai yang vocal menolak di parlemen saat itu dapat kita ingat kembali melalui artikel ini. Dalam artikel tersebut dikatakan oleh politisi PDIP Maruar Sirait bahwa kenaikan harga BBM bisa ditangkal dengan efesiensi keuangan Negara. Beberapa diantaranya adalah dengan pemangkasan biaya kunjungan luar negeri seluruh kementrian Negara serta menggenjot sector pendapatan lain.
Menilik kondisi ini kita yang berusaha objektif melihat kondisi tersebut berusaha merasionalisasi dukungan kenaikan harga BBM oleh kubu PDIP tersebut. Menurut Ketua Umum PDIP, dukungan pihaknya atas kenaikan harga BBM tersebut disebsabkan kondisi keuangan Negara yang mengalami deficit seperti dalam artikel ini.
Namun lagi-lagi saya dibuat bingung oleh alasan tersebut. karena jika memang Negara dalam kondisi kritis atas keuangan Negara dan tak ada pilihan selain menaikkan harga BBM maka kenapa pula Presiden SBY menolak rencana tersbut mentah-mentah seperti dalam artikel ini. Jika pemerintahan saat ini menilai belum tepat melakukan kenikan harga BBM saat ini maka, alasan defisitnya kas Negara untuk membiayai pemerintahan yang menurut Megawati sangat mendesak tersebut lalu didapat dari mana dana penggantinya?? Sungguh semakin membuat saya bingung.
Kontroversi subsidi BBM memang selalu menjadi komoditi seksi politik di Indonesia. bukan saat ini saja. Namun rakyat awam tak jelas sebenarnya langkah terbaik terkait kontroversi tersebut. naik atau tidak? mana yang terbaik?? Rakyat hanya tahu jika BBM naik maka seluruh harga kebutuhan pokok dipastikan ikut naik (bahkan sebelum harga BBM naik). Itu realitas yang dirasakan rakyat kebanyakan.
Jika janji pemangku kebijakan setelah mneaikkan harga BBM akan diganti dengan saluran dan kebijakan baru terkait subsidi yang lebih menyentuh rakyat kurang mampu maka tak ada ukuran jelas apakah kenaikan harga BBM yang telah terjadi selama ini memang realisasi penggantinya sudah menyentuh rakyat kurang mampu seperti yang dimaksud. Maka saya pribadi menilai gonjang-ganjing kontroversi kenaikan harga BBM tepat jika dikatakan sebagai ajang pencitraan salah satu kubu saja. Yang menolak tentu dipastikan mendapatkan citra baik sementara yang mendukung cenderung mendapat celah untuk mengalamai kritik masal oleh kubu lawan yang menolak. Jika penilaian pencitraan tersebut digunakan maka, pemerintahan saat ini dan kubu PDIP yang dahulu kerap menolak kebijakan kenaikan harga BBM hanya berganti posisi saja bukan?? Maka jika kita meletakkan pada kedua masa yang lalu dan masa sekarang rasanya kedua kubu ini sama-sama tak memberikan pendidikan politik yang benar kepada rakyat. Terlepas mana kebijakan yang paling benar (menaikkan atau tidak menaikkan harga BBM). Lagi-lagi rakyat yang dirugikan oleh kondisi ini. Sungguh pencitraan tersebut menyiksa pikiran dan fisik rakyat saja.
Masih dalam bingkai pikiran yang mencoba keras untuk merasionalisasi rencana kenaikan harga BBM yang mnejadi kontroversi setelah Presiden terpilih Joko Widodo meminta pemerintah SBY saat ini untuk segera mneaikkan harga BBM tersebut maka, penulis mencoba untuk berharap positif terkait pemerintahan mendatang (JOKOWI-JK). Berharap jika memang subsidi BBM harus dicabut sekalipun, maka pemerintahan mendatang dapat mempertanggung jawabkan kepastian kesejahteraan rakyat tak dikesampingkan atas pencabutan subsidi BBM tersebut. Jangan justru meningkatnya pendapatan Negara dari dampak pencabutan subsidi tersebut justru menguap karena praktek korupsi.
Atau seperti argumentasi kubu PDIP dahulu ketika menolak kenaikan harga BBM yang akan dilakukan pemerintah SBY. Bahwa kenaikan harga BBM tak perlu dilakukan jika pemerintah bisa memanfaatkan efesiensi penggunaan keuangan Negara melallui masing-masing Kementerian dan menggenjot penghasilan dari sector lain. Maka jika berlandaskan pada argument kubu PDIP (dahulu) itu maka setidaknya kita bisa berharap atau bahkan menuntut pemerintahan Jokowi – JK untuk menerapkan argumentasi kubu PDIP tersebut di pemerintahan Jokowi mendatang yang notabene-nya adalah kader partai yang bersangkutan.
Jika dahulu kubu PDIP teriak keras bahwa Negara masih banyak memiliki celah lain untuk menggenjot pnedapatan kas Negara yang berguna untuk menyubsidi rakyat (salah satunya) melalui subsidi BBM maka rakyat butuh pembuktiannya. Saat ini PDIP melalui kadernya Jokowi diberi kesempatan oleh rakyat untuk membuktikan argumentasi mereka dahulu yang menolak kenaikan harga BBM. Maka buktikan saja di pemerintahan Jokowi mnedatang. Rakyat hanya bisa berharap dan Tuhan Yang Maha Esa menjadi saksi atas apa yang akan dilakukan pemerintahan mendatang. Semoga jangan ada lagi pencitraan yang menyiksaku….
oleh Khairul Insan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H