Mohon tunggu...
Khairul Azan
Khairul Azan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Revolusi Mental di Sektor Pendidikan Tinggi

28 September 2017   10:37 Diperbarui: 28 September 2017   11:10 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Khairul Azan (Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)

Sesuatu yang miris datang dari dunia pendidikan khususnya dibidang pendidikan tinggi. Berbagai media baik cetak, elektronik maupun televisi memberitakan tentang pemecatan Rektor disalah satu perguruan tinggi terkemuka di jantung Ibukota. Ya, sebut saja Perguruan Tinggi yang dimaksud adalah Universitas Negeri Jakarta atau sering disingkat dengan sebutan UNJ.

Pemecatan yang dilakukan oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir terhadap Rektor UNJ ini didasari pada temuan penyimpangan dalam proses penyelenggaraan pendidikan di Pascasarjana yang dimiliki. Beberapa temuan tersebut diantaranya adanya tindakan plagiat dari salah seorang mahasiswa program Doktor, yakni Gubernur Sulawesi Utara Non Aktif dan unsur kebohongan seperti perkuliahan yang tidak wajar diantaranya pemadatan jadwal kuliah, rasio promotor dan mahasiswa yang tidak sebanding serta pemalsuan daftar hadir (GATRAnews 26/9/2017).

Ketegasan Mohammad Nasir patut di apresisasi. Kasus ini bisa menjadi pemecut semangat dari Perguruan Tinggi lainnya untuk mulai merubah diri dari prilaku-prilaku menyimpang yang dilakukan dalam proses penyelengggaraan pendidikan. Karena tidak menutup kemungkinan masih banyak diluar sana perguruan tinggi yang serupa kita temukan.

Disamping itu ketegasan Bapak Menteri juga menjadi angin segar bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia kedepannya yang ditandai dengan lahirnya generasi yang suci. Karena pada hakikatnya pendidikan bukanlah sesuatu yang bisa diperjual belikan dan dipolitisasi. 

Pendidikan adalah sesuatu yang suci bagaikan kertas putih tanpa goresan. Hanya saja seringkali oknum pendidikan yang tidak bertanggungjawab membuat noda sehingga pendidikan tidak bernilai lagi dimata masyarakat.  Padahal pendidikan itu bertujuan untuk menjadikan manusia seutuhnya yang memiliki nilai-nilai positif yang tertanam di dalam diri sehingga melahirkan sifat terpuji, bukan malah sebaliknya kehadiran pendidikan justru membuat mansia semakin cerdas dalam berbuat sesuatu yang keji.

Oleh karena itu berawal dari kasus yang terjadi di Universitas Negeri Jakarta ini maka selayaknyalah kita para pelaku pendidikan mulai membuka mata dan hati. Karena sesuatu yang mustahil karakter bangsa bisa diperbaiki ketika pendidikan saja sudah dinodai. Karena mau tidak mau bahwa kemajuan suatu negara dan karakter bangsa bisa diperbaiki hanya dengan pendidikanlah sebagai faktor kunci.

Revolusi mental di sektor pendidikan tinggi sangatlah dibutuhkan. Revolusi mental menuntut  kesadaran dari para pelaku pendidikan. Pelaku pendidikan bukan saja tertuju pada para pengelola dimasing-masing lembaga pendidikan namun juga diperuntukkan bagi para pelanggan (customer) pendidikan. Salah satunya adalah mahasiswa sebagai row inputpendidikan.

Kenapa penulis katakan demikian karena seringkali kita temukan  bahwa, banyak yang bergelar Doktor (tidak semuanya) namun pertanggungjawaban dari gelar Doktornya selalu menyalahi dengan kode etik yang terjadi. Barangkali ini muncul karena motivasi dan pemahaman melanjutkan pendidikan yang bervariasi, dan tidak berada pada jalur yang tepat. 

Melanjutkan pendidikan seharusnya bukan karena faktor utama untuk kenaikan pangkat atau posisi, pendidikan bukan karena ingin menang gengsi, namun melanjutkan pendidikan karena betul-betul didasari keinginan untuk menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya dengan memaksimalkan fungsi akalnya pada jalur yang tepat untuk menebar nilai kebaikan dimuka bumi. Karena tidak perlu pendidikan tinggi jika cara pandangnya masih sempit dan prilakunya tidak berubah.

Disamping itu bagi unsur pengelola pendidikan, revolusi mental harus terjadi lewat pemahaman tentang jati diri pendidikan secara hakiki. Bahwa hadirnya lembaga pendidikan merupakan wadah untuk melahirkan generasi tangguh dimasa depan. Pendidikan hadir untuk menjawab krisis pemikiran bukan malah sebaliknya. Oleh karena itu rekonstruksi pendidikan harus diarahkan pada dua hal yaitu pendidikan bagi pegelola dan pendidikan bagi masyarakat.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun