Mohon tunggu...
Khairul Anwar
Khairul Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Warga Bumi

Penikmat Teh Anget di Pagi Hari

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Benarkah Bekerja Jadi Batu Sandungan Pejuang Skripsi?

12 Juli 2023   17:42 Diperbarui: 12 Juli 2023   19:37 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu, seorang teman bercerita kalau ia sibuk bekerja sehingga tidak punya cukup waktu untuk mengerjakan skripsi. Skripsi merupakan karya tulis yang menjadi syarat agar mahasiswa lulus dari perguruan tinggi. Dia merasa, dengan kesibukannya bekerja, membuatnya sulit menggarap skripsi. Mendengar cerita teman saya itu, saya lalu mikir, "apa benar seorang mahasiswa yang telah bekerja membuat studi-nya jadi terhambat?" 

Kebetulan ada beberapa teman saya lainnya yang punya keluhan serupa. Mereka, yang mayoritas bekerja full time di beberapa tempat usaha, merasa kesulitan membagi waktu buat melaksanakan kewajiban akademik, dalam hal ini membuat skripsi. Sehingga skripsi mereka terbengkalai, akhirnya nggak lulus-lulus, dan pada kondisi yang lebih parah, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan menggarap skripsinya, alias ia putus asa dan lebih memilih bekerja sepenuhnya.

Sebelum tulisan ini melangkah lebih jauh. Saya ingin ngomong begini. Bahwa situasi dan kondisi seorang mahasiswa memang berbeda-beda. Misalnya, ada mahasiswa yang orang tuanya kaya raya sehingga ia bisa fokus dalam hal akademik, karena ia tak terlalu memikirkan besok mau makan apa, nanti bayar UKT bagaimana. Setidaknya, ia bisa lebih fokus mengerjakan skripsi, soal ia juga nyambi bekerja saat kuliah, itu urusan lain. 

Kemudian, jenis mahasiswa yang lain, adalah mereka yang menerima beasiswa penuh selama masa studi. Kondisi mahasiswa seperti ini, ia juga bisa lebih fokus mengurusi 'pekerjaan' akademik. Ia tak terlalu mengkhawatirkan biaya pendidikan, karena sudah ditanggung oleh beasiswa tadi. Kalau toh ia juga nyambi bekerja (baik full time atau part time) untuk menambah kesibukan, misalnya, itu menjadi nilai plus bagi dirinya. 

Nah, kondisi mahasiswa yang terakhir ini, bisa dikatakan yang paling parah. Mereka berada dalam situasi dan kondisi, misalnya, keluarganya hidupnya sederhana, ia juga tak menerima beasiswa dari mana pun. Sehingga, selain harus membagi waktunya untuk kuliah, ia juga harus mencari duit buat biaya kuliah serta juga menghidupi dirinya sendiri, keluarganya (entah orang tuanya, adiknya, dan lain-lain).

Nah, melihat situasi dan kondisi semacam itu, kita tentu tak bisa membandingkan antara satu mahasiswa dengan mahasiswa lainnya. Sebab, proses mereka dalam menempuh pendidikan tinggi sangat berbeda-beda. Ada mahasiswa yang mendapatkan dukungan penuh, termasuk dalam hal ini finansial, dari keluarga dan orang tuanya. Ada pula yang harus berjibaku di tempat pekerjaan yang ia jalani: banting tulang demi sesuap nasi.

Lantas, bagaimana dengan para mahasiswa yang kesulitan menyelesaikan skripsinya hanya gara-gara mereka sibuk bekerja. Ini memang hal dilematis menurut saya. Di sisi lain, mereka harus menyelesaikan studi sarjananya, di lain sisi mereka juga dituntut memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Selama ini, salah satu alasan yang sering dilontarkan para mahasiswa ketika ditanya "kenapa nggak lulus-lulus?" adalah sibuk bekerja. Di lain sisi juga muncul jawaban sibuk berorganisasi, dosen pembimbingnya susah ditemui, dan lain-lain. Tapi, saya nggak akan membahas alasan-alasan yang terakhir itu. Saya lebih menyoroti "ketika sibuk bekerja kemudian dianggap sebagai penghambat kelulusan".

Begini. Rata-rata, mahasiswa yang bekerja full time adalah mereka yang duduk di semester tujuh keatas. Rata-rata lho ya, ini berdasar hasil pengamatan saya pribadi. Sebab di masa itu mereka sudah tak ada lagi perkuliahan di kelas. Yang ada hanyalah melaksanakan ujian-ujian sebagai syarat kelulusan, seperti ujian komprehensif, toefl toafl, hingga ujian skripsi. Mereka yang memilih nyambi kerja juga umumnya untuk mengisi waktu luang.

Dalam hal ini memang ada dilema, ketika seorang mahasiswa tingkat akhir, yakni mahasiswa yang sedang mengenyam semester tujuh keatas,  yang ia sendiri butuh uang jajan, bayar UKT, dan lain-lain, tapi di lain sisi ia juga perlu membagi waktunya menggarap skripsi. Dilema terjadi karena mana yang harus diprioritaskan: Nyari duit atau menyelesaikan skripsi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun