Mohon tunggu...
Khairul Fahmi
Khairul Fahmi Mohon Tunggu... profesional -

Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS). Lahir di Mataram, 5 Mei 1975. Tahun 1990 melanjutkan studi di kota gudeg, Jogjakarta. SMA 3 Padmanaba, menjadi pilihannya. Program Studi Ilmu Politik Universitas Airlangga menjadi tempat studi berikutnya. Kampus ini juga kemudian menjadi alamat domisilinya yang paling jelas selama beberapa tahun. Nomaden, T4 (Tempat Tinggal Tidak Jelas), 'mbambung'. Jangan kaget kalau menemukannya sedang tidur di bangku terminal, stasiun, atau rumah sakit, baik di Surabaya atau di kota lain," kata beberapa rekan dekatnya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Erupsi Kelud dan 'pesan' debu vulkaniknya pada Merapi

17 Februari 2014   01:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:46 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_312303" align="alignleft" width="300" caption="Erupsi Gunung Kelud pada 13 Pebruari 2014. (foto: dok.istimewa)"][/caption] Gunung Kelud kembali erupsi pada 13 Pebruari 2014 lalu. Tebaran debu vulkaniknya mencapai jarak lebih dari 1000 kilometer. Kota Yogyakarta yang berada di kaki selatan Gunung Merapi, termasuk yang menerima dampak cukup parah. Dari catatan, erupsi Kelud tahun ini berada pada skala 4 VEI (Volcanic Explosivity Index). Gunung yang terletak di perbatasan Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang Jawa Timur ini, hingga Jumat, 14 Pebruari 2014, telah menyemburkan 120 juta meter kubik partikel vulkanik hingga setinggi 20 kilometer ke udara. Itu dilakukannya hanya dalam waktu kurang dari 24 jam. Saat erupsi pada tahun 2010 lalu, Merapi memang melontarkan partikel lebih banyak, yaitu 150 juta meter kubik. Angka itu masih setara dengan skala 4 VEI. Bedanya, gunung ini butuh waktu lebih lama. Fase Awas Merapi berlangsung sekitar 1,5 bulan sejak 25 Oktober hingga paruh Desember 2010. Banyak spekulasi bermunculan. Mulai yang serius hingga yang bernada guyon. Tapi semua pada dasarnya ingin mengetahui, apa pesan dibalik debu vulkanik Kelud menyapa Merapi. Jika boleh berandai-andai, mungkin gunung setinggi 1710 meter di atas permukaan laut ini ingin menunjukkan karakter Jawa Timuran yang 'sak deg sak nyet'. Dengan rempah magmanya itu, Ia ingin menyampaikan dirinya lebih perkasa daripada Merapi yang berkultur 'alon-alon waton kelakon' sesuai kultur Jawa Tengah. Ini masalah. Terutama jika kita pakai etika gaul saat ini, yang menuntut adanya respons ketika mendapat pesan. Seperti meretwit jika di-mention, me-like, berkomentar, atau membagi pesan dengan teman lain.Seperti apakah balasan pesan vulkanik Merapi? Atau, jika Merapi berbagi pesan dengan gunung lainnya, Anak Krakatau dan Tambora misalnya, apa 'reply' mereka? Apapun, yang terbayang adalah dampaknya pada kehidupan di muka Bumi. Seperti erupsi Krakatau 1883 dan Tambora 1815. Saat itu perubahan iklim global terjadi dan kelaparan dimana-mana. Perubahan geopolitik, geoekonomi dan ideologi jugalah yang menjadi dampaknya. Silakan kembali berandai-andai. Yang jelas, sejumlah peradaban dan tatanan masyarakat, tercatat hilang seiring erupsi gunung-gunung itu. Mbah Rono, mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), yang beberapa saat setelah Kelud meletus lantas ditunjuk menjadi Kepala Badan Geologi itu pernah mengatakan, Merapi dan gunung-gunung api lainnya tak pernah ingkar janji!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun