Pendidikan merupakan proses interaksi antara manusia sebagai individu dan lingkungan alam semesta, lingkungan sosial, masyarakat, sosial ekonomi, sosial politik dan sosial budaya. Pendidikan adalah segala bentuk pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan merupakan adanya berbagai interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Melalui Pendidikan manusia dipersiapkan untuk menghadapi tantangan masa depan dengan berbagai kompetensi, yaitu keterampilan, pengetahuan, dan sikap.
Jika berbicara mengenai Pendidikan, tidak terlepas dari hasil pemikiran filsuf Pendidikan dalam menganalisis dan mengklarifikasi konsep-konsep dan pertanyaan-pertanyaan mengenai Pendidikan yang menjadi inti dari pendidikan. Jika kita bertanya siapa yang harus didik?, maka semua kita akan sepakat bahwa semua manusia harus mendapatkan proses pendidikan setidaknya menuntaskan program wajib belajar 12 tahun melalui proses pendidikan formal. Untuk mempersiapkan manusia yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan, pendidikan formal diarahkan untuk dapat menyediakan proses pendidikan yang relevan. Â Salah satu usaha tersebut yaitu perubahan kurikulum 2013 ke kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka dapat didefenisikan sebagai proses merdeka dalam hal berpikir dan berkarya, serta menghormati atau merespons perubahan yang terjadi. Kurikulum merdeka bertujuan untuk menciptakan pendidikan yang lebih relevan terhadap perkembangan zaman, serta mendorong siswa untuk menjadi pembelajar mandiri dan aktif.
Dalam hal ini, ditinjau dari kacamata ilmu filsafat sebagai dasar pemikiran dalam menyusun konsep pendidikan dan kurikulum, dapat dibedakan menjadi dua masa, yaitu tradisional dan kontemporer. Hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan, dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Secara umum, Knight menuturkan empat urgensi mempelajari filsafat pendidikan, yaitu (1) membantu para pendidik menjadi paham akan persoalan-persoalan mendasar pendidikan; (2) memungkinkan para pendidik untuk dapat mengevaluasi secara lebih baik mengenai tawaran-tawaran yang merupakan solusi bagi persoalan-persoalan tersebut; (3) membekali para pendidik berpikir klarikatif tentang tujuan-tujuan hidup pendidikan; (4) memberi bimbingan dalam mengembangkan suatu program pendidikan yang berhubungan secara realistis dengan konteks dunia global yang lebih luas.
Dalam penyusunannya, kurikulum merdeka didasarkan pada filosofi penyusunan kurikulum sebagaimana teori Brameld filsafat dalam dunia pendidikan terbagi menjadi empat, yaitu perenialisme, esensialsime, progresivisme, dan rekonstruksionisme. Adapun aliran tersebut adalah sebagai berikut: (1) Aliran Parenialisme memiliki memiliki pandangan bahwa perbaikan budaya yang telah rusak memerlukan upaya untuk mengidealkan kehidupan moral, sosiokultural, dan intelektual., (2) Aliran Esensilisme berpandangan bahwa pendidikan harus berdasar pada kejelasan dan konsistensi nilai-nilai ilmiah yang memberikan kestabilan dan prinsip yang jelas., (3) Aliran progresivisme berpandangan bahwa pendidikan selalu berkaitan dengan sifat terbuka, lentur, dan permisif terhadap perbedaan., dan (4) aliran Rekonstruksionisme berpandangan bahwa pendidikan diwujudkan melalui perpaduan antara ajaran agama dengan kehidupan modern. Dasar keempat filsafat inilah yang membuat suatu kurikulum memiliki nilai dan daya guna bagi peserta didik, dimulai dari perumusan materi pembelajaran, penyesuaian dengan kepentingan masyarakat, sampai menghasilkan peserta didik yang memiliki daya bersaing dalam dunia global.
Filsafat pendidikan Pancasila merupakan fondasi filosofis dalam sistem pendidikan Indonesia yang bertujuan untuk menciptakan generasi yang memiliki kecerdasan secara intelektual, moral, dan berkarakter. Di era globalisasi, digitalisasi, dan perubahan sosial saat ini, pendidikan berbasis Pancasila menghadapi berbagai tantangan yang kompleks, baik segi implementasi maupun relevansi, disrupsi teknologi hingga pengaruh budaya asing yang berpotensi menggeser nilai-nilai lokal. Persimpangan jalan ini memunculkan pertanyaan mendalam mengenai bagaimana filsafat pendidikan Pancasila dapat tetap relevan dan efektif dalam membentuk karakter bangsa di tengah perubahan sosial dan budaya yang cepat?. Kajian ini berusaha untuk menganalisis tantangan-tantangan tersebut secara filosofis dan menawarkan solusi untuk menguatkan peran pendidikan Pancasila dalam konteks masa kini. Pendekatan filosofis diperlukan untuk menggali makna mendalam dari nilai-nilai Pancasila sehingga mampu menjawab kebutuhan generasi yang terus berkembang tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia
Dalam kurikulum merdeka, landasan filsafat pendidikan Pancasila telah digunakan melalui penguatan pelajar profil pelajar Pancasila dan dan proyek penguatan profil pancasiala (P5) yang diharapkan siswa dapat memiliki nilai beriman, bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Lalu apakah nilai-nilai dari filsafat pendidikan Pancasila sudah terpenuhi dalam kurikulum merdeka?. Kenyataannya, implementasi filsafat pendidikan Pancasila dalam Kurikulum Merdeka masih memiliki ruang untuk pengembangan lebih lanjut, terutama di beberapa aspek yang belum tersentuh secara mendalam, seperti berikut:Â
Pendalaman Filosofis Nilai Pancasila
Meski nilai-nilai Pancasila diadopsi dalam Profil Pelajar Pancasila, pendekatan yang ada cenderung bersifat pragmatis tanpa menggali makna filosofis yang mendalam. Pendidikan sering kali terfokus pada perilaku atau proyek praktis tanpa memberikan ruang untuk refleksi filosofis tentang Pancasila. Potensi pengembangan: Menambahkan materi yang membahas filsafat Pancasila secara eksplisit, misalnya pada mata pelajaran PPKn atau melalui diskusi lintas bidang ilmu.
Kontekstualisasi Tantangan Kontemporer
Filsafat pendidikan Pancasila belum sepenuhnya menjawab tantangan-tantangan modern, seperti: Disrupsi teknologi dan etika dalam era digital. Pengaruh budaya global yang menggeser nilai-nilai lokal. Krisis moral yang relevan dengan generasi muda saat ini. Potensi pengembangan: Menyesuaikan nilai-nilai Pancasila dalam konteks globalisasi dan teknologi, seperti melalui proyek atau pembelajaran yang membahas isu-isu kontemporer secara eksplisit.
Integrasi Teknologi Berbasis Nilai Pancasila