Mohon tunggu...
Khairil Razali
Khairil Razali Mohon Tunggu... Dosen - Explorer

Ngampus di UIN Ar-Raniry Banda Aceh, suka travelling.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lockdown, Makan dan Tidur

3 April 2020   21:11 Diperbarui: 4 April 2020   02:14 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lockdown menjadi kata yang sangat populer di segala penjuru dunia saat ini. Di ucapkan dan di pahami oleh hampir segala kelas sosial saat ini di tengah derita akibat serangan COVID-19. Sejak merebak dan menyebarnya pandemik tersebut, lockdown menjadi salah satu alternatif pencegahan dan pengontrol virus di berbagai negara dan wilayah. Diskursus lockdown kemudian di terjemah beragam oleh berbagai lapisan masyarakat. 

Hampir semua negara menerapkan lockdown untuk memutus mata rantai COVID-19. Sebagai konsekuensi adalah warganya di haruskan untuk berdiam diri di rumah-rumah mereka. Dengan skala lockdown yang terbatas atau total, lalu membuat ruang gerak warga menjadi terbatas atau sama sekali tidak bisa bergerak di ruang-ruang publik selama kebijakan tersebut di laksanakan. Salah satu akibat terbesar adalah orang-orang harus berada di rumah-rumah mereka. Berdiam diri atau bekerja dari rumah mereka. 

www.harapanrakyat.com
www.harapanrakyat.com
Dibatasinya ruang gerak warga kemudian membuat banyak orang terjebak pada 2 (dua) kata: Makan dan Tidur. Ironis memang, tetapi ini menjadi akibat dari perubahan dari rutinitas sehari-hari. Di kekang dengan lockdown tidak memiliki alternatif kreatif bagi banyak orang. Yang semula bebas bergerak lalu "dikunci" menjadi sebuah kebuntuan inovasi dan pikiran, biasanya ngumpul, lalu di larang ngumpul; terasa berat dan tidak mungkin. 

jogja.suara.comSumber: https://jogja.suara.com/read/2020/03/30/210252/lock-dont-hingga-smackdown-kampung-yang-lockdown-mandiri-buat-banner-kocak
jogja.suara.comSumber: https://jogja.suara.com/read/2020/03/30/210252/lock-dont-hingga-smackdown-kampung-yang-lockdown-mandiri-buat-banner-kocak
Berada di rumah kemudian meningkatkan aktifitas istirahat (tidur) dan ngunyah yang tidak berkesudahan menyiasati "membunuh" waktu yang terasa begitu panjang. Kebuntuan pikiran di momen-momen seperti saat ini menjadi tekanan psikologis yang berat. Ditambah dengan "kegrogian" menghadapi wabah corona itu sendiri. Yang hasilnya meningkatkan rasa khawatir dan tekanan mental. Lockdown sewajarnya (bila kreatif) menjadi masa "istirahat" yang produktif, bukan sebaliknya. 

0-first-weekend-in-lockdown-5e87429b097f360c332e2ad3.jpg
0-first-weekend-in-lockdown-5e87429b097f360c332e2ad3.jpg
Tidak sederhana melewati masa 'pengekangan" bagi mayoritas orang yang terbiasa dengan sesuatu. Berada di dalam situasi lockdown memang "menjerumuskan" mereka pada pilihan makan dan tidur walau pada prinsipnya di bebani dengan rutinitas yang dialihkan ke kondisi work from home (WFH) alias bekerja dari rumah. Namun ketidakbiasaan dengan kondisi ini: "dilockdown" jatuh pada pilihan makan dan tidur. 

Entahlah; semoga cobaan ini di berbagai sisi dunia ini bisa segera berakhir. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun