Lockdown menjadi kata yang sangat populer di segala penjuru dunia saat ini. Di ucapkan dan di pahami oleh hampir segala kelas sosial saat ini di tengah derita akibat serangan COVID-19. Sejak merebak dan menyebarnya pandemik tersebut, lockdown menjadi salah satu alternatif pencegahan dan pengontrol virus di berbagai negara dan wilayah. Diskursus lockdown kemudian di terjemah beragam oleh berbagai lapisan masyarakat.Â
Hampir semua negara menerapkan lockdown untuk memutus mata rantai COVID-19. Sebagai konsekuensi adalah warganya di haruskan untuk berdiam diri di rumah-rumah mereka. Dengan skala lockdown yang terbatas atau total, lalu membuat ruang gerak warga menjadi terbatas atau sama sekali tidak bisa bergerak di ruang-ruang publik selama kebijakan tersebut di laksanakan. Salah satu akibat terbesar adalah orang-orang harus berada di rumah-rumah mereka. Berdiam diri atau bekerja dari rumah mereka.Â
Dibatasinya ruang gerak warga kemudian membuat banyak orang terjebak pada 2 (dua) kata:
Makan dan Tidur. Ironis memang, tetapi ini menjadi akibat dari perubahan dari rutinitas sehari-hari. Di kekang dengan
lockdown tidak memiliki alternatif kreatif bagi banyak orang. Yang semula bebas bergerak lalu "dikunci" menjadi sebuah kebuntuan inovasi dan pikiran, biasanya ngumpul, lalu di larang ngumpul; terasa berat dan tidak mungkin.Â
jogja.suara.comSumber: https://jogja.suara.com/read/2020/03/30/210252/lock-dont-hingga-smackdown-kampung-yang-lockdown-mandiri-buat-banner-kocak
Berada di rumah kemudian meningkatkan aktifitas istirahat (tidur) dan ngunyah yang tidak berkesudahan menyiasati "membunuh" waktu yang terasa begitu panjang. Kebuntuan pikiran di momen-momen seperti saat ini menjadi tekanan psikologis yang berat. Ditambah dengan "kegrogian" menghadapi wabah corona itu sendiri. Yang hasilnya meningkatkan rasa khawatir dan tekanan mental. Lockdown sewajarnya (bila kreatif) menjadi masa "istirahat" yang produktif, bukan sebaliknya.Â
0-first-weekend-in-lockdown-5e87429b097f360c332e2ad3.jpg
Tidak sederhana melewati masa 'pengekangan" bagi mayoritas orang yang terbiasa dengan sesuatu. Berada di dalam situasi lockdown memang "menjerumuskan" mereka pada pilihan
makan dan tidur walau pada prinsipnya di bebani dengan rutinitas yang dialihkan ke kondisi
work from home (WFH) alias bekerja dari rumah. Namun ketidakbiasaan dengan kondisi ini: "dilockdown" jatuh pada pilihan makan dan tidur.Â
Entahlah; semoga cobaan ini di berbagai sisi dunia ini bisa segera berakhir.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya