Bila kita melangkah ke Lapangan Blang Padang di Banda Aceh, pusat aktifitas masyarakat terutama di akhir pekan, maka kita tidak akan melewatkan seonggok monumen pesawat Seulawah RI1 yang merupakan cikal bakal pesawat pertama Republik Indonesia tercinta.Â
Monumen bersejarah dan bernilai terpancang di sudut lapangan luas yang sebenarnya tidaklah terlalu berkesan di bandingkan dengan kiprahnya saat ini. Monumen yang hanya "alakadarnya" menurut saya, tidaklah seperti sebuah bukti yang penting dengan perlindungan yang baik dan standard.Â
Bagi masyarakat Aceh, Seulawah RI1 merupakan sebuah kebanggaan dan dedikasi lur biasa kepada negeri ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada masa sulit-sulit dulu.Â
Entah berapa banyak uang atau emas atau harta benda lainnya yang terkumpul untuk mendapatkan pesawat tersebut hingga dia bisa menjadi awal berdirinya armada penerbangan Pemerintah Indonesia. Sumbangsih cikal bakal ini sering sekali kemudian menjadi "alat" untuk tawar menawar Aceh dengan Pemerintah Pusat (Jakarta) hingga saat ini. Di banyak momen dan peristiwa, peristiwa sejarah ini mampu menggoyahkan pemerintah pusat untuk peduli terhadap Aceh.
Namun, seolah saat ini garuda telah menjelma menjadi pesawat bagi hanya orang-orang berdasi (punya duit). Dengan harga tiket yang fantastik untuk sebuah jalur, Garuda terasa akan menjadi sulit bagi moda transportasi orang-orang kelas bawah. Memilih terbang dengan garuda terasa akan sangat berat dan harus merogoh kocek yang sangat dalam. Hanya mereka-mereka yang dibayari atau berkantong tebal, yang akan bisa merasakan kenyamanan terbang dengan garuda.Â
Apakah karena memang bahan bakar yang mahal? Apakah karena pelayanan yang lebih baik? Apakah karena harga avtur yang meroket? Atau hal-hal lain? Entahlah, rasanya bagi masyarakat bawah, terbang dengan garuda menjadi sebuah mimpi.Â
Akankah garuda kembali "merakyat"? Garuda milik semua? Melayani semua kelas ekonomi? Hanya waktu yang akan menjawabnya. Saya pribadi sangat bercita-cita kembali bisa terbang dengan Garuda Indonesia dengan pelayan yang lumayan wahid untuk sebuah negeri di khatulistiwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H